Happy Reading!💙
____________________Matahari tepat ada di atas kepala. Cahayanya sudah menyinari seluruh bumi dengan sinar yang terik. Dua kelas telah selesai hari ini. Pekerjaan dari Pak Fauzan pun sudah selesai sedari tadi, jadi aku bisa leluasa pulang ke rumah.
Saat ini aku sedang berjalan masuk ke komplek rumahku. Aku tidak jalan kaki seperti pagi tadi, aku pulang dengan angkutan umum dan turun di depan komplek, jadi aku harus berjalan 250 meter untuk sampai ke rumahku.
Adzan zuhur sudah berkumandang sejak 10 menit yang lalu. Aku segera mempercepat langkahku agar tidak telat menunaikan sholat zuhur. Aku khawatir bila mana aku meninggalkan shalat. Dalam beberapa hadist, meninggalkan sholat adalah dosa yang sangat besar.
Dalam Qur'an surah Al-Muddassir ayat 42-43 Allah berfirman:
مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ ° قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَۙ
Artinya: ”Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?” Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan salat."
Selain itu, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya amal yang seorang hamba yang pertama kali dihisab di hari Kiamat adalah sholatnya. Jika sholatnya bagus, maka ia menang dan sukses. Dan jika sholatnya rusak, maka ia menyesal dan rugi. Maka jika ada yang kurang dari sholat fardhunya, Tuhan Azza Wa jalla berfirman, 'Lihatlah kalian, apakah hambaku mempunyai (amal) sholat sunnah, maka itulah yang dapat menyempurnakan kekurangan fardhunya, kemudian semua amalnya (juga) seperti itu." (HR. At-Timidzi)
Banyak dalil dan hadist mengenai shalat. Selain menjadi pembeda antara kaum muslim dan kafir, shalat juga merupakan tiang agama. Apabila kamu tidak mendirikan shalat, maka runtuh tiang keimananmu.
Tak mau menghabiskan banyak waktu, aku segera mengambil wudhu dan bergegas shalat zuhur. Usai selesai shalat, jangan lupakan untuk berdzikir dan berdoa kepada-Nya.
Banyak manfaat dalam doa. Selain dikabulkannya doa itu sendiri, doa juga dapat mengubah takdir dan menjauhkan dari murka Allah. Dalam surah Al A'raf ayat 55-56 Allah berfirman:
اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَّخُفْيَةً ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَۚ ° وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: "Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan."
Setelah cukup untuk berdoa, aku melipat mukenaku dan menggantungnya di dekat pintu kamar. Aku mencari sebuah buku, lalu membacanya untuk materi besok presentasi.
Kau ingat tugas Pak Fauzan minggu lalu? Ya, betul! Aku ditugaskan membuat power point untuk bahan presentasi. Sebenarnya semua materi sudah tercangkup di power point itu, tapi aku akan tetap membaca buku lain. Siapa tau ada ilmu baru, kan?
Saat tengah membaca di halaman tujuh, seseorang mengetuk pintu kamarku. "Aisyah, ini bunda, Nak."
Mendengar itu, aku segera menghampiri pintu kamar, lalu membukanya. "Iya, kenapa, Nda?"
"Adek lagi ngapain?"
Aku menunjuk buku beberapa buku yang barusan ku baca. "Lagi baca buku itu Nda, soalnya besok Ica presentasi. Sebenernya Ica udah selesai tugas, tapi Ica mau baca buku lain, siapa tau ada ilmu baru ya kan, Ndaa?"
Tentu saja bunda mengangguk. Beliau sedikit membungkukkan badannya. "Kalo bunda ngajak adek turun ke bawah temenin bunda mau nggak? Ada Kakak, abang dan ayah. Kumpul di bawah, yuk?" ajaknya.
"Ayo!"
Bunda terkekeh, lalu merangkulku. Bunda adalah ibu yang paling baik se-dunia! Bukan hanya ibu paling baik se-dunia, bunda juga bidadari buatku. Bunda selalu mengingatkan bagaimanapun caranya. Bunda itu bagai cahaya di atas kegelapan.
Seorang pria tengah melihat-lihat bingkai foto yang terpajang di ruang tamu. Aku tak tau apa maksudnya. Ia tengah melihat foto-foto kecilku, namun tiba-tiba terhenti. Ia mengangkat sebuah bingkai foto kelulusanku waktu SMP.
Aku tak tau siapa dia. Dia terlihat seperti pria dewasa tapi di sisi lain wajahnya seperti remaja. Aku melirik ke arah bunda. Tapi tunggu! Aku kayak kenal perawakannya. "Bun, itu siapa? Kok lihat-lihat foto Ica pas waktu SMP itu?"
"Tamu, Nak."
"Bun, tapi itu foto Ica kan---"
Bunda menggandeng tanganku. Aku tak tau apa maksudnya. Di ruang tamu pun terlihat sangat ramai, tak hanya ada kakak, abang, dan ayah seperti yang dibilang oleh bunda. "Gak apa-apa, Nak. Ayo turun."
Aku mengikuti langkah bunda, lalu duduk di sebelahnya. Aku tak mengenali siapa mereka. Wajah mereka sangat teduh, mereka seperti orang terpandang.
"Wah gadis cantik. Ini Aisyah?" Aku mengangguk.
"Nak, sini!" Ibu itu memanggil seorang pria yang tadi melihat-lihat fotoku. Aku ingin sekali berbalik melihat siapa pria itu, namun tak bisa. Aku harus menjaga sopan santun terhadap tamu.
Aku menunduk. "Perkenalkan, nama saya Ahmad Fauzan Al-Muttaqin. Sekarang kuliah S3 jurusan sastra arab--"
Mendengar perkenalan itu, aku seperti kenal namanya. Namanya seperti tidak asing di telingaku. Perlahan, aku mendongak ke arah sumber suara.
"Aisyah?"
"Pak Fauzan?"
Semua tamu menatap aneh. "Kalian sudah kenal satu sama lain? Fauzan, kenapa kamu tidak bilang sama umi kalau sudah mengenal Nak Aisyah, Nak?"
"Pak Fauzan ngapain di sini? Ada yang mau saya kerjakan, Pak? Oh data yang kemarin belum selesai ya? Atau ada tugas yang mau saya koreksi? Pak kalo ada yang mau saya bantu jangan bawa keluarga, saya malu."
Athirah-- selaku uminya Fauzan menatapku bingung. "Fauzan, Aisyah kamu apain? Kamu suruh-suruh, ya?! Umi nggak pernah ajarin kamu untuk suruh-suruh orang lain, Fauzan."
"Nggak umi, Fauzan cuma angkat Aisyah jadi asistennya Fauzan." Umi tersenyum. Entah apa yang membuatnya tersenyum seperti itu. "Kalian lucu."
Aku dan Pak Fauzan saling menatap. "Pak Fauzan ada apa kemari?" tanyaku.
"Bunda mau menjodohkan kamu dengan Nak Fauzan."
Apakah aku bisa mendengar ulang ucapan bunda? Rasanya mustahil bila aku harus disandingkan dengan Pak Fauzan. Apalagi Pak Fauzan sudah mempunyai calon istri, aku tak bisa menerima perjodohan ini. Aku yakin salah satu diantara kita ada yang sakit hati.
Bolehkah aku menolak perjodohan ini? Pak Fauzan memang laki-laki baik, aku tau itu. Tapi bagaimana dengan calon istrinya Pak Fauzan? Dan setauku, calon istrinya juga sedang menyelami pendidikan di London. Ya Allah, aku harus apa?
"Euh ... Boleh bicara sama Pak Fauzan dulu?"
***
Marhaban Ya Ramadhan teman-teman semua! Selamat menjalankan ibadah shalat sunah tarawih. Maaf atas keterlambatan dalam meng-upload cerita KCA.
Jazakumullahi katsiron yang udah baca ceritaku. Dukung terus cerita Ketulusan Cinta Aisyah.
See u in the next part!❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketulusan Cinta Aisyah - [Telah Terbit]
Espiritual[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA] • • Ini adalah kisah seorang mahasiswi yang bercita-cita untuk menjadi wanita shalihah. Kegigihannya dalam mencari ilmu agama sudah terpampang jelas ketika ia masuk ke dalam jurusan manejemen dakwah. Hobinya yang memb...