Happy Reading!💙
_____________________Setelah menanti dari seminggu yang lalu, pernikahan ini akhirnya dilaksanakan. Bukan setahun ataupun dua tahun memikirkan untuk melangsungkan sebuah pernikahan. Annisa dan Fahmi sudah kenal dari sejak mereka duduk di bangku kuliah.
Walaupun begitu, mereka memang tidak terlalu memamerkan keakraban mereka. Justru, mereka ini merahasiakan keakraban mereka, dikhawatirkan banyak orang yang iri akan kedekatan keduanya. Fahmi adalah kakak tingkat di kampusnya, tak heran jika banyak yang ingin memiliki Fahmi.
Selain parasnya yang menawan, Fahmi adalah sosok penyayang, dan juga penasihat yang baik bagi orang-orang terdekatnya. Berteman dalam waktu lama, lalu melamarnya memang bukan suatu hal yang mengherankan, tapi tentu saja ini membuat canggung diantara keduanya.
Gaun putih dengan payetan cantik di tubuh sang kakak. Bajunya sangat indah dan menawan, akupun pangling melihatnya. Mahkota dengan Segal gemerlap menambah kesan cantik pada baju dan kak Annisa.
Wajahnya yang manis, ditambah dengan make up yang menghiasinya menambah sinar kecantikannnya. "Kakak cantik banget!! Aku pangling, Kak. Kayak princess di Disney itu loh, Kak. Tapi kalau kakak versi hijabnya," pujiku.
Ia terkekeh dan menepuk pundak ku pelan. "Haduh Dek, nanti minggu depan juga kamu kayak gini. Bahkan Kakak yakin kamu tuh bisa lebih cantik dari Kakak."
"Siapa yang mau nikah?" tanyaku bingung.
"Loh kok nanya kakak. Itu loh yang kemarin bunda mau jodohin kamu sama laki-laki, dia ganteng banget, huh! Kalo kakak belum punya Fahmi, kakak terima aja jadi jodohnya."
Aku mendengar itu menyenggol bahunya pelan. "Aneh-aneh aja. Inget Kak, beberapa menit kedepan, kakak udah jadi istri orang. Tapi kalo seandainya kakak nggak nikah sama Bang Fahmi, aku kan bisa kuliah dengan bebas," ucapku sembari membayangkan kuliah yang menyenangkan.
Tak terima dengan perkataan adiknya itu, Annisa menyangkalnya. "Nggak bisa dong, jodoh kakak udah sama Fahmi. Nanti minggu depan saatnya kamu sama si cowok ganteng itu."
"No! Nggak mau minggu depan," tolakku.
Menikah itu bukan ajang cepat-cepatan, kan? Lebih baik pemikiran sudah matang, lalu menikah. Dari pada cepat-cepat menikah namun gagal dalam sebuah pernikahan.
"Maunya?"
"Tahun depan!" jawabku dengan lantang.
Setelah perdebatan antar kakak beradik itu, acara tiba-tiba saja dimulai. Jantung Annisa berdegup kencang, rasanya campur aduk. Ia merasa sedih karena meninggalkan keluarganya, namun di sisi lain Annisa sangat bahagia berjodoh dengan orang yang menyayanginya sedari lama.
Dari luar pintu, Fahmi telah berjabat tangan dengan ayah dari Annisa. Laki-laki dengan perawakan tinggi dan rahang yang tegas, membuatnya semakin tampan saat memakai baju pernikahan seperti itu.
"Mi, gue yang deg-degan sumpah."
"Lo diem deh, gue ikutan deg-degan, Ar. Nih gue yakin, Annisa cantiknya kayak bidadari," puji Fahmi. Arkan yang mendengar itu matanya memicing tajam ke arah Fahmi. "Oh iya, si Ojan mana, Ar? Nggak dateng dia?" tanya Fahmi.
"Katanya si ntaran aja pas usah selesai akadnya. Dia mau ngajar dulu, ada satu kelas hari ini." Fahmi mengangguk paham.
Sang pembawa acara telah mengumumkan untuk segara melangsungkan ijab kobul. Perlahan, Fahmi menjabat tangan sang ayah. Ia menarik napasnya dalam-dalam.
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau saudara Fahmi Akbar Ar-Rasya bin Khairul Alamin dengan anak saya yang bernama Annisa Habibah Al-Khairiyah binti Muhammad Ilyas dengan maskawinnya berupa kalung berlian 2 gram dan seperangkat alat shalat dibayar tunai!"
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Annisa Habibah Al-Khairiyah binti Muhammad Ilyas dengan maskawinnya yang tersebut, tunai," ucapnya dengan lancar.
Prosesi ijab kabul berjalan dengan sangat lancar. Bahkan, pembacaan Fahmi tak ada kesalahan apapun. Mereka yang menyaksikan prosesi ijab kabul mengucapkan kata 'Sah!'. Setelah mengucapkan itu, penghulu membacakan doa-doa untuk pernikahan Annisa dan Fahmi.
Usai mengucapkan doa-doa. Fahmi berdiri, lalu menghampiri wanita yang sekarang sudah menjadi istrinya. Annisa membuka pintu yang menjadi pembatas mereka. Ia menyalami punggung tangan suaminya dan Fahmi mengecup dahi istrinya.
Tak sampai situ, Fahmi segera memasangkan sebuah cincin berlian yang ia jadikan mahar. Setelah selesai memasangkan sebuah cincin, lalu menggandeng tangannya menuju kursi pelamin.
Aku rasanya ingin menangis sekarang juga. Menangis bahagia, karena kakak pertamaku sudah menjadi milik suaminya. Mereka sangat serasi, saling mendukung satu sama lain, dan saling mengasihi.
Para sanak saudara dan para kerabat berjabat tangan dengan kedua pasangan pengantin itu. Setelah para tamu berjabat tangan dengan sepasang pengantin, kini saatnya foto sanak saudara.
"Geser ke kanan dikit, Kak," ucap fotografer mengarahkan frame yang pas. Aku menggeser ke kanan sedikit untuk merapatkan jarak.
Setelah cukup untuk berfoto pada sanak keluarga, aku berbicara sedikit pada kedua pasang pengantin. "Sakinah mawaddah warahmah ya Kak Nisa dan Bang Fahmi. Sehat terus kalian. Bang Fahmi, Ica tolong jagain Kak Nisa ya, dia suka bandel kalo dibilangin," ucapku.
Tanpa sadar, aku menitihkan air mata. Dengan cepat, Annisa segera memeluk adik kesayangannya itu. "Hei, Fahmi pasti jagain kakak dengan baik. Kamu juga harus sehat terus, jangan sakit-sakit nanti kakak sedih."
"Bang Fahmi janji harus jagain Kakaknya Ica, ya! Awas aja kalo disakitin, Ica gigit tangannya!" Sang empu mendengar itu hanya tertawa. Adik iparnya ini memang menggemaskan, tingkahnya juga masih seperti anak kecil.
"Kamu jelek kalau nangis."
Bukan Fahmi dan juga bukan Annisa yang bicara seperti itu. Seorang laki-laki tinggi dengan memakai batik dengan perpaduan warna marun dan coklat berbicara seperti itu padaku.
Saat aku ingin membalas perkataannya, Fahmi sudah menimpalinya dahulu. "Heh sembarangan lo oncom kering! Parah banget adek ipar gue dibilang jelek."
Entah mengapa Fauzan terkejut dengan ucapan sahabatnya. "Adek ipar? Ini calon istri gue!"
Tak percaya dengan ucapan Fauzan, Fahmi menjawabnya hanya dengan tawaan. "Halu nih manusia kadal. Aisyah baru masuk kuliah masa mau nikah, nggak mungkin si," ucapnya tak percaya.
"Tapi bener Mi, Fauzan calonnya Aisyah. Waktu lusa, ibunya Fauzan sama bunda bilang mau jodohin Aisyah sama Fauzan. Dan alhamdulillah udah pada saling kenal, makanya makin dijodohin." Pengakuan Annisa.
"Bener, Dek?" tanya Fahmi.
Aku mengangguk. "Tapi Ica nggak mau nikah dulu. Nikahnya habis lulus kuliah aja, biar enak kuliahnya."
"Dek Ica, Fauzan itu dosen kamu, kan?" tanya Bang Fahmi, sedangkan aku hanya mengangguk memberi jawaban. "Dia yang ngajar di kelas kamu, kan? Jangan remehin Fauzan, walaupun umurnya baru 25, kuliahnya udah S3. Keren nggak tuh?" bangga Fahmi pada sahabat karibnya.
"Tapi nyebelin tingkat dewa."
"Saya nggak gitu, Aisyah. Saya hanya menjalankan yang harusnya saya jalankan, biar kamu juga disiplin," bela Fauzan pada dirinya sendiri.
"Nyebelin mah nyebelin aja, huh!"
***
Marhaban Ya Ramadhan. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga ibadah puasa kali ini bisa meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah azza wajalla.
Jazakumullahi katsiron yang udah baca ceritaku. Dukung terus cerita ketulusan Cinta Aisyah.
See u in the next part!❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketulusan Cinta Aisyah - [Telah Terbit]
Spiritual[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA] • • Ini adalah kisah seorang mahasiswi yang bercita-cita untuk menjadi wanita shalihah. Kegigihannya dalam mencari ilmu agama sudah terpampang jelas ketika ia masuk ke dalam jurusan manejemen dakwah. Hobinya yang memb...