2. Kelulusan

2.2K 154 77
                                    

Happy Reading!💙
_____________________

"Maaf Permisi, mau jemput Hana." Sebuah suara yang mampu mengalihkan pandangan ku. Suara itu adalah suara Kak Fatimah, Kakaknya Hana.

Aku menganga melihat wajah cantik berseri milik Kak Fatimah. "Ini kak Fatimah?" tanya ku. Ia sangat anggun menggunakan hijab Syar'i berwarna hitam dengan perpaduan gamis berwarna maroon.

"Hai, Aisyah sahabatnya Hana?"

"Iya, Kak. Wah Kak Fatimah cantik banget!" Ia tersenyum manis. 

"Kamu tadi hebat banget! Selamat ya, Aisyah. Ah iya, Bu, Pak, dan yang lain, saya permisi duluan ya. Selamat sekali lagi buat Aisyah," pamit Fatimah untuk membawa adiknya pulang.

"Makasih banyak, Kak! Hati-hati di jalan, ya!"

"Kamu juga, Syah!" jawab Hana mewakili Kakaknya.

Setelah Hana pergi, kami pun segera berpamitan kepada guru-guru dan beranjak pulang ke rumahku. Terima kasih atas apresiasi yang telah diberikan. Kenangan manis tak akan pernah hilang dan selalu membekas di hati.

Sesampainya di rumah, aku membaringkan tubuhku sejenak. Setelah merasa cukup rebahan di atas kasur, aku mencoba turun dari kasur menuju meja belajar untuk membaca beberapa buku.

Salah satu kutipan yang aku baca dari H. Horne yakni, "Pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti ter manifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia."

Kutipannya begitu indah. Dengan pengetahuan dan ilmu teknologi yang telah ada di zaman sekarang, ayo berlomba-lomba untuk menyesuaikan diri berkembang dengan ilmu. Tapi janganlah lupa, bahwa ilmu itu sepaket dengan adab. Jika kamu manusia, maka seharusnya kamu bisa menempatkan ilmu dan adab secara bersamaan.

"Aisyah, kamu ada di dalam nggak?" tanyanya, sembari mengetuk pintu kamar Aisyah.

Aku menoleh, lalu berjalan pelan untuk membuka pintu. "Hadir kak, hehe. Ada apa? Eh, masuk dulu kak, masa ngomong di depan pintu sih."

Annisa terkekeh mendengar celotehan adiknya itu. "Duduk, kak."

"Kakak tarik bangku ini aja, ya?" aku mengangguk.

"Kamu udah tau tujuan kamu selanjutnya apa? Kalo misalnya kamu kuliah, kamu mau kuliah di mana? Kalo kamu mau kerja, kamu mau kerja apa?" tanyanya beruntun.

Mendengar pertanyaan yang bertubi-tubi itu membuatku tertawa. Entah apa yang lucu, tapi pertanyaan itu membuatku geli.

"Kak, kakak lupa? Aku keterima lewat beasiswa waktu itu."

Bukannya menjawab, Annisa justru kaget dengan pernyataan yang dilontarkan oleh adiknya itu. "BEASISWA?!"

Aku menatapnya heran. Bukankah aku sudah bilang waktu itu? Atau malah aku yang lupa? Atau jangan-jangan aku cuma bilang sama Bunda, Ayah dan abang saja?

"Syah, kamu serius dapat beasiswa?!" Aku bingung akan menjawab apa, yang aku lakukan hanya sebatas anggukan saja.

"Aku kayaknya lupa bilang sama kakak deh. Maaf ya Kak. Tapi beneran deh, adek nggak bakal nyusahin kakak buat nyari uang bayaran. Adek punya tabungan, kok," sanggahku, membujuk Kak Annisa.

"Loh, justru kakak kaget, karena kakak seneng banget kamu dapat beasiswa. Btw, Ca, dapet beasiswa di mana?" tanyanya lagi.

Aku ragu ingin menjawabnya, karna aku juga masih tidak menyangka. "Di kampus impianku, Kak."

"Wah, cool! Semangat ya, kuliahnya. Kapan kamu masuk? Ada ospek nggak?"

"Aku aja belum masuk, kak, Ya Allah."

Ia hanya terkekeh mendengar gerutu dari adik kecilnya itu. "Dek, kalo ada yang ganteng, kaya, baik, sopan, tahfidz Qur'an, sayang keluarga, pinter, dan ramah, jangan lupa kabarin kakak, siapa tau dia juga suka sama kakak."

Reflek aku melotot ke arahnya. Bisa-bisanya masih membahas laki-laki. "Aku bilangin bunda, ya?! Ndaaa!"

"Ish! Kan kalo ada, Dek. Kalo nggak ada ya nggak usah."

"Ndaa, nih Kakaknya nih Ndaaa!!"

"Ca, ya please banget ini mah. Kakak perlu jodoh kayaknya. Jangan lupa kabarin kalo ada cowok dengan kriteria di atas. Oke, Ca?" mintanya sembari memohon dengan menggabungkan kedua telapak tangannya.

Jangan lupakan, ini adalah pemaksaan. Tapi kriteria kayak di atas cukup berat juga, jadi nggak yakin ada cowok kayak gitu.

"Iya deh, kalo ada ya!"

"Yes! Alhamdulillah Ya Allah. Semoga Nisa cepet dapet jodoh," doanya. Mendengar itu, aku sontak saja menggelengkan kepalaku.

***


Tepat hari ini, Aisyah akan masuk kuliah. Entah apa yang akan dilakukannya hari ini, yang jelas ia sangat senang dirinya akan menjadi mahasiswi.

Seragam putih panjang beserta rok berwarna hitam, dan tak lupa pula hijab hitam yang sudah melekat di tubuh mungil Aisyah.

Aisyah tak tau harus membawa apa saja hari ini. Yang jelas, ia hanya membawa namtag, buku note yang biasa ia bawa, pita, dan keperluan lainnya.

Banyak pertanyaan di benak Aisyah tentang perkuliahan. Ia masih bingung dengan kegiatan ospek, pembelajaran, bimbingan, sks, bahkan skripsi. Apakah ia sudah siap dengan dunia perkuliahan? Semuanya akan terjawab sendirinya dengan seiring berjalannya waktu.

Setelah selesai bersiap, ia segera keluar kamar dan berpamitan kepada orang tua dan kakak-kakaknya. Hari ini, ia diantar oleh Habibi. Katanya sih sekalian, hehehe.

"Ndaa, Ayah, adek berangkat kuliah dulu ya." Bundanya mengangguk. Ia segera menciumi punggung tangan orang tuanya, lalu berangkat kuliah.

Hanya dengan waktu 20 menit, ia telah sampai di universitas nya. Lihatlah, lingkungannya sangat asri. Kanan-kiri dihiasi pohon, gedung yang bagus nan megah, lapangan yang luas, dan masih banyak lagi keindahan di dalamnya.

Aku merasa seperti mimpi di sini. Universitas yang aku dambakan, kini ada di depan mata. Universitas yang aju semogakan, kini telah tersemogakan. Ini hanya bagaimana aku menjalaninya dengan sebaik mungkin.

Tak ada yang namanya sia-sia dalam hidup. Kamu hanya perlu kuatkan tekad dan usaha, langitkan segala doa, dan tunggu impianmu akan segera tercapai.

Usaha memang tak ada yang mudah. Semuanya perlu ketekunan, ikhlas dan konsisten. Allah memang maha mengetahui. Allah tau impianmu, tapi Allah lebih tau mana yang terbaik untukmu.

Jika ada kesempatan di depan mata, jalanilah. Kesuksesan seseorang tak hanya dipandang dari kekayaan, namun itu dilihat dari seberapa berhasil perjuangan kamu selama ini untuk mencapai tujuan itu sendiri.

***

Jazakallahi katsiron yang udah baca ceritaku. Dukung terus cerita Ketulusan Cinta Aisyah!

See u in the next part!❤

Ketulusan Cinta Aisyah - [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang