Riuh suara burung murai dari sebuah sangkar, serta decitan kain pel yang bergesekan dengan lantai membuat mata Ayu perlahan terbuka.
Samar-samar tapi perlahan kelopak matanya siap disentuh cahaya pagi.
Terlihat olehnya seorang laki-laki duduk satu meja dengannya. Itu dwiki, laki-laki semalam yang ingin berkenalan dengannya. Ayu tak terkejut karna lelah kemarin masih sedikit terasa.
"Tokk..!!" suara secangkir cappucino yang dwiki letakkan didepan Ayu.
"Makasih.." Ayu pun memaksa bangun.
Ayu meminumnya demi moodnya untuk pagi ini, dan mengambil sebatang rokok kepunyaan Dwiki yang ia taruh tepat didepan meja bersama pemantiknya.
Dwiki pun tersenyum seperti mempersilahkannya.
"chhikkss.. chhikksss.." suara mancis yang dinyalakan Ayu dekat dengan bibir yang menjepit sebatang rokok.
"sssstt.. hhuuuffttt" efek suara hisapan dan hembusan tak lama setelah rokok itu dinyalakan.
Tiba-tiba tangan Dwiki menghampiri bibir Ayu , menyita rokok yang dihisap Ayu dan menghisapnya.
Ayu tak melawan seolah beginilah gurauan sesama jiwa orang balai."Jadi kamu mau kemana?" tiba-taba Dwiki bertanya.
Ayu merespon dengan tatapan heran, kening yang mengerut dengan alis dinaikan sebelah dan lalu tersenyum.
"Tidak tau.." balasnya.
"Belum ada rencana?" respon Dwiki sedikit lambat.
"uhhmmm." balas Ayu sambil menggerakkan bahunya keatas.
"Boleh saya minta lagi?" usaha Ayu meminta rokok dari tangan Dwiki yang hanya sisa setengahnya.Dwiki mematikan rokok tersebut dan melihat kearah Ayu.
"Sudah habis." ujar Dwiki, padahal puntung rokok masih sisa setengah.Ayu pun sedikit kesal dan mencoba mengambil puntung tersebut dari dalam asbak lalu dibakarnya kembali.
Dwikipun tersenyum tidak melarang.
"Ummm,.. sementara kamu bisa stay disini kalau mau. " Dwiki menawarkan.
"Gak perlu.!" jawab Ayu jengkel.
"Aku juga sepertimu. Aku melangkah kemanapun kaki membawaku. Hingga ku dapati lagi kenyamananku disini, Di sebuah Coffeeshop yang ku bangun dengan gigihnya hati. Dimana aku berharap agar semua pengunjung menikmati kedamaian yang ku rasakan bersama secangkir kopi. Ya tepatnya, aku hanya jual kenyaman kepada mereka. ku biarkan mereka duduk bersenda gurau dari pagi ke pagi. Tak peduli akan statistik yang bersifat materi, yang penting bagiku mereka merasakan kedamaianku. Entahlah, terasa adil bagiku untuk melimpahkan ketenangan ini kepada mereka." Dwiki bercerita.
"Lalu kenapa kamu menjadi penyanyi cafe?" jawab Ayu karna teringat pertemuannya di Adind Coffeeshop waktu itu.
Dwiki tersenyum dan lalu menjawab, "Semoga kamu terhibur waktu itu,"
Dwikipun meninggalkan obrolannya yang tak sengaja membuat Ayu penasaran akannya.
"Heyy..!" Suara Ayu memanggil.
Dwiki hanya menjawab dengan tangan yang melambai.
Kembali sadar akan posisinya, Ayu pun berkemas bermaksud untuk melanjutkan perjalanannya.
Dia sandang tas nya kembali, dan berjalan kearah pintu, dia rasakan sejuknya pagi menyentuh kulitnya lagi.
Dia menghela nafas yang panjang dengan mata tertutup dan kepala sedikit mendongak keatas.
Ketika semangatnya terkumpul, dan diapun ringan kembali dalam perjalanannya
Dwiki sempat melihat Ayu keluar pintu, tapi tidak mencoba menahannya.
Hanya tersenyum lalu sibuk dengan gelas ukur dan timbangannya bersama butiran-butiran biji kopi yang menyimbolkannya sebagai seorang barista sejati.
★Bersambung★
°Butuh cover untuk coretan-coretan kamu? japri aja!°
cp/wa : 083841524542
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayu & Folk
Ficção Histórica[Sedang revisi] / penyelesaian. Menurutmu, apa sih emansipasi itu? mengaku kuat demi suatu kesamaan hak dalam diri? merasa sanggup saat kau dipecundangi? atau mengaku lemah saat tersandung kerikil yang tak punya mata sama sekali? kenapa tidak sama-s...