BAB#14: Katanya, cuma teman.

1.2K 279 47
                                    


"Anja."

Gadis itu menoleh ke belakangnya dengan terkejut. Kenapa suara itu justru yang terdengar ditelinganya. Kenapa disaat memikirkannya, Esa muncul disana.

"Esa?"

Pemuda itu tersenyum kecil kemudian berjalan mendekat.

"Mau pulang?"

"Mau kerja."

Esa mengangguk. "Ah, kalau gitu bareng saya yuk?"

Anja menahan nafasnya. Tidak bisa ia menolak tawaran pemuda Adskhan. Hatinya terlalu lemah.

"Oke."

Sore itu menjadi saksi bisu, tentang bagaimana Esa menatap lekat mata Anja dengan penuh penasaran. Anja yang tak paham hanya ikut menatap lelaki di depannya ini, pikirnya Esa terlalu sempurna untuk dikategorikan sebagai manusia.

"Sa?"

Esa mengerjapkan matanya. Kemudian mengangguk dan memberi intruksi agar Anja ikut dengannya.

Tak ada apa-apa selama di perjalanan menuju kedai. Hanya saja ketika sampai, tangan Anja ditahan. Pemuda itu tersenyum tulus untuk gadis di depannya.

"Jangan lupa makan ya."

Anja menaikan sebelah alisnya kemudian tertawa renyah. "Kok tumben Sa?"

"Kamu lemes banget, Nja. Kenapa?"

Gadis itu menggeleng pelan. "Emang lagi gak enak badan aja. Kamu habis ini kemana?"

"Jemput Hanin. Gapapa?"

Lagi-lagi Anja mengangkat alisnya kemudian terkekeh. "Ya gapapa. Itu kan hak kamu."

"Maaf ya, saya jahat."

Anja tersenyum. "Kamu nggak jahat. Takdirnya di dalam urusan rasa, pasti ada pahitnya. Gapapa, kamu perlu bahagia."

"Kalau nunggu lama gapapa? Saya butuh waktu buat mastiin semua ini." katanya kemudian mendekatkan tangannya ke puncak kepala Anja. Mengelusnya pelan disana.

Semesta, bagaimana Anja tidak terbang kalau begini caranya. Bagaimana Anja tidak berharap kalau Mahesa seperti itu sikapnya?

"Gapapa."

Esa mengangguk. Tangannya kemudian mengacak pelan puncak kepala Anja. Anja kacau kalau lama-lama seperti ini.

"Udah sana. Nanti Hanin nungguin."

"Iya."

Mahesa kembali memasang helm hitamnya. Kemudian membuka kaca dan kembali menatap Anja.

"Hati-hati." kata Anja.

"Pasti. Kamu juga, semangat ya?" jawab Esa pelan.

Anja tersenyum. "Iya."

"ESAAAAA!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"ESAAAAA!"

Mahesa mundur selangkah ketika badannya tiba-tiba dipeluk Hanin. Pemuda itu kembali menyeimbangkan badannya. Menenangkan gadis dihadapannya.

"Lo kenapa?"

"Gue takut."

Esa mengelus punggung Hanin pelan. "Gue disini. Gak usah takut lagi."

"Iya Sa." katanya melupas pelukan.

"Langsung pulang?"

"Beli makan dulu."

"Iya, ayo." kata Esa kemudian berjalan mendahului Hanin. Gadis dibelakangnya berjalan cepat untuk mengimbangi jalan Esa.

"Sa?"

"Iya?"

"Tungguin."

"Iya. Ayo."

Hanin cemberut. Esa-nya beda kali ini. Gadis itu kemudian menahan lengan Esa. Hanin merasa Esa acuh padanya. Tapi kalau Hanin pikirin, kenapa begitu?

"Ngomong deh sama gue, ada apa?"

Esa menaikan alisnya. "Maksud lo?"

"Ada yang ganggu pikiran lo ya? Lo cuek."

Esa menghela nafasnya. Kemudian menatap Hanin lekat dan tegas. Hanin sampai deg-degan.

"Lo yang ganggu pikiran gue, Nin."

Mata kecil Hanin membulat.

"Lo tau gak sih gue lagi bimbang? Lo selama ini kemana aja sih? Lo tau gak sih kalau gue ada rasa sama lo? Lebih dari semestinya. Lebih dari seharusnya. Lo pernah gak sih sekali aja mikirin perasaan gue? Haninda, selama lo sama Cakra, lo kehilangan gue atau enggak?"

Hanin menahan nafasnya. Untung disini sepi, tak ada yang fokus mendengarkan Esa bicara selain dirinya.

"Sa.."

"Nin, gue udah tahan ini. Tapi ada hati lain yang harus gue jaga."

"Siapa?" tanya Hanin tenang.

"Lo mungkin tau? Anja."

Hanin tersenyum kecil. "Udah gue duga. Kenapa lo bego banget soal ini Sa? Please sadar. Gue suka sama lo, cuma sekedar teman. Gak lebih. Itu alesan gue sering sama Cakra. Itung-itung pendekatan sama buat lo tertampar, kalo gue gak nyaman sama perasaan lo. Padahal dari kecil gue udah tahan biar gak ada rasa sama lo. Eh, malah lo yang kejebak."

Hanin kemudian tertawa. "Berapa orang yang ngatain lo bego?"

Esa terkekeh. "Jahat banget lo."

"Terus soal Anja gimana? Jangan sekali-kali nyakitin hati orang!" kata Hanin akhirnya.

"Lo serius sama omongan lo barusan?"

Hanin mengangguk.

"Bohong."

"Pernah suka sama gue?" tanya Esa lagi.

"Kalo itu pernah, tapi gue tahan." kata Hanin pelan. Gadis itu kemudian menepuk pipi Esa.

"Sa, udah si? Gue laper."

"Makan hati gue aja?" kata Esa.

Hanin menepuk keras lengan Esa. Wajahnya memerah. "Ngaco ah!"

Esa ketawa. Manis. Tapi sekali lagi, bagi Hanin itu biasa aja. Jadi, jawabannya sudah tau kan siapa yang harus Esa perjuangkan?

"Sa, lo tau nggak?" kata Hanin kemudian duduk di jok belakang motor Esa.

"Apaan?"

"Anja nungguin lo. Jangan lama-lama perginya."

"Lo habis ngobrol sama Anja kapan?"

"Sebelum menfess itu ada."

Esa menoleh ke belakangnya. "Demi apa?"

 "Demi apa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana?

Sejujurnya aku gak tega buat esa seolah ninggalin Hanin. Jadi esa jadi sadboi aja yang kemudian berubah gudboi demi Anja.😃

kita dan rasa ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang