"Kelas sebelah juga ada murid baru, udah lihat?".
Kinan mengalihkan perhatiannya. Menatap Yafi setelah menyudahi kunyahannya.
"Kok kaget? Kalian baru denger?". Tanya Yafi, menatap Kinan dan Ginan bergantian.
Saat itu, kantin cukup ramai. Dan pembicaraan yang sekarang mulai masuk ke pendengaran Kinan tentang banyaknya orang yang membicarakan murid baru itu.
Ginan mengangkat bahu. "Gak kaget kaget amat. Sera kan?".
Yafi mengangguk. "Lo kenal?".
"Pernah kenal sih". Ucap Ginan, kembali melanjutkan makannya.
Mendadak, Yafi memukul pundak Ginan dihadapannya, menunjuk seberang dengan sendoknya.
"Itu Sera". Ujar Yafi, tersenyum kagum. "Cakep ya? Manis".
Kinan ikut memutar badannya kebelakang, Sera berdiri kebingungan disana. Hendak makan, tapi bingung mencari tempat duduk yang pas.
Kemudian saat matanya tak sengaja bertabrakan dengan Kinan, gadis itu justru memilih menatap dua pribadi lain yang duduk bersama Kinan.
Alih-alih, Ginan justru ikut melambaikan tangan, tersenyum kecil.
"Hai". Sapa Sera, mendekat. Bertingkah seolah-olah tidak melihat kehadiran saudari tirinya disana.
"Hai". Sapa Yafi lebih dulu. "Mau gabung?".
Kinan memutar bola matanya malas. Dasar. Harusnya kan Sera yang berbicara seperti itu. Kenapa Yafi yang justru pede sekali?
Sera mengangguk. "Gue pesen dulu".
"Yafi". Kinan menatap laki-laki itu dalam. "Kali ini Lo jangan buat malu".
Yafi ditempat mendengus cemberut. Mengaduk aduk makanannya kesal.
"Gini ya, Sera itu udah cantik, gak serobotan, mana bisa gue diam aja?". Yafi menunjuk Kinan dengan sendoknya lagi.
"Lo tuh yang kerjaannya marahin orang mulu. Dikit-dikit Lo marahin, siapa coba cowok yang bakal suka sama Lo?!". Yafi menggebrak meja, menatap Kinan geram.
Baginya, bertengkar dengan Kinan itu bukan hal yang perlu ditakuti lagi. Justru menantang, karena Kinan tidak pernah menangis.
"Apa Lo bilang?!". Kinan ikutan menggebrak meja kesal.
Hingga mangkuk mangkuk yang nyaris kosong terlompat beberapa saat.
"Kalian lanjut berantemnya di tengah lapangan aja, baku hantam sekalian". Ucap Ginan. Menutupi wajahnya dengan telapak tangan menahan malu.
Yafi meraih kotak tisu di atas meja, memukul Kinan dengan benda itu. Tak mau kalah, Kinan mengerahkan sekuat tenaganya untuk balik memukul Yafi.
Tentu saja, kekacauan yang belakangan makin sering terjadi antara Kinan dan Yafi itu menjadi tontonan lucu tersendiri.
"Dasar nenek lampir!". Umpat Yafi.
"Lo terong gak laku!!".
Ginan mati-matian meredam tawanya. Meskipun kadang kesal mendengar Kinan dan Yafi yang sekarang lebih sering berisik, Ginan tak bisa menghindari fakta bahwa kebisingan itu sudah mulai menjadi bagian dari hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome, Chairmate [END]
Teen FictionKinan kira, dirinya sudah cukup mengenal Ginan. Laki-laki pindahan yang tak pernah membicarakan keluarganya. Berusaha mencari kehidupan normal dengan terus berpindah. Ginan kira, dirinya sudah cukup pantas bagi Kinan untuk memiliki gadis itu, menja...