14. Menjauh

117 21 5
                                    

"Ginan gak datang lagi?". Tanya Kinan pada Yafi setelah bel sudah berbunyi sejak lima menit lalu.

Yafi menoleh kebelakang, laki-laki itu diam. Menatap Kinan dengan senyum yang sulit diartikan.

"Mungkin dia masih sakit". Ucap Yafi, menghela nafas kecil. Bersamaan kembali menghadap kedepan, memejamkan mata dengan kedua tangan dilipat di depan dada.

Percakapan kemarin memang masih bisa diingat dengan jelas oleh Yafi. Tentang bagaimana Ginan berkata secara langsung tentang hal yang berhasil membuat Yafi terkejut hingga sulit berkata-kata.

Bagaimana mungkin Ginan bisa menjauhi Kinan.

Sementara dengan semua arah pandang Kinan pada Ginan yang selama ini bukan lagi sekedar tentang teman biasa.

Seolah semuanya akan sulit sekali dirubah sementara mereka sudah mulai mengetahui rahasia masing-masing.

Dan sekarang, setelah apa yang Ginan lakukan-bertingkah banyak dan bersikap lembut pada Kinan-kini memilih untuk menjauhi gadis itu.

Jahat? Tentu saja.

Tapi Yafi bukan orang yang bisa menyalahkan begitu saja. Ada banyak alasan mengapa Ginan memilih jalan seperti ini.

Selain untuk memastikan Kinan tetap aman, Ginan memang sejak awal sudah menduga akhir dari semua yang ia pilih.

Ginan tidak boleh menyayangi siapapun. Ginan harusnya tidak boleh memiliki perasaan itu.

Karena pada akhirnya Ginan justru juga menyakiti orang lain kan?

Itu kesalahan yang sudah Ginan lakukan.

Dan kalimat terakhir itu, kalimat yang berhasil membuat Ginan melihat nanar dengan mata berkaca-kaca.

Seolah menyiratkan ketidak relaan disana.

"Cuma sebentar kok. Setelah itu, gue gak bakal nyakitin Kinan lagi. Gue bakal pergi".

Benar-benar bodoh kan?

Siapapun bisa menebak bahwa disini, hubungan Kinan dan Ginan bukan sekedar cinta monyet lagi.

Ada sebuah kata yang mungkin baik Ginan maupun Kinan berusaha lupakan untuk alasan yang mereka sembunyikan.

Ketakutan untuk memulai semuanya dari awal. Takut kembali merasa sakit.

Percaya dengan kalimat bahagia itu tidak selamanya.

Atau lebih parah, mungkin mereka sudah muak menunggu belasan tahun, berharap sebuah keajaiban setidaknya bisa menggoreskan sedikit warna saja pada kehidupan mereka yang kelam.

Kemudian saat Ginan dan Kinan yang sama-sama berusaha melupakan kehidupannya, bertemu.

Dan Yafi benar-benar berharap, apa yang Ginan lakukan kali ini tidak mematahkan harapan masing-masing dari mereka untuk berusaha keluar dari jurang yang menenggelamkan mereka selama ini.

***

Ginan :
Yaf

Apa?

Menurut Lo, kalau gue deketin cewek lain biar Kinan gak mau dekat gue lagi, gimana?

Lo se-frustasi itu ya?

Jawab aja

Menurut Lo gimana?

Lah? Kok nanya gue lagi?

Welcome, Chairmate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang