Yafi tampak kehabisan kata-kata. Menatap Ginan tidak menyangka. Dalam benak masing-masing, mereka sama-sama saling tertipu dengan apa yang pernah mereka lihat.
"Jadi Lo bajingan itu..?". Lirih Yafi tidak menyangka. Menyeringai. Tah tahan dengan geramnya, ia mengeraskan rahang, memukul Ginan hingga kepala laki-laki itu membentur kaca dan pecah.
Kemudian Yafi keluar dari mobil dengan gerakan tergesa, berlari sekencang yang ia bisa.
Sementara Ginan dari dalam mobil masih meringis menahan rasa sakitnya. Memegangi luka sobek di pelipisnya, yang membuat darah merembes jatuh hingga mengotori baju miliknya. Pun Ginan meringis menatap kaca mobil Sera yang pecah.
Kemudian seakan tersadar oleh sesuatu, Ginan menoleh cepat ke sebelah. Yafi sudah pergi. Kemudian buru-buru ia menoleh kebelakang.
Sialnya Yafi cepat sekali berlari.
Ginan menatap sekitar, karena ini area komplek rumah rumah pejabat, lalu lintas disini sepi. Pun masih banyak pohon-pohon rindang.
Yafi dengan cepat menghentikan satu-satunya taksi yang lewat di depannya. Meminta pak sopir untuk mengebut karena ia dikejar seseorang dari belakang.
Satu hal yang pasti Yafi harus cepat sampai di rumahnya.
Taksi benar-benar mengebut seperti keinginan Yafi. Setengah jam mereka sudah sampai di depan rumah Yafi.
"Loh Yafi? Kok udah pulang?". Tanya mamanya, pas sekali hendak menaiki mobil untuk pergi entah kemana.
Beruntung, Sera juga berdiri di ambang pintu. Menatapnya tidak mengerti.
"Ginan mana?".
Tanpa menjawab pertanyaan satu pun, Yafi melirik garasi rumahnya. Kemudian mengumpat saat teringat bahwa terakhir ia menitipkan motornya di bengkel.
"Ma! Yafi pinjam mobilnya, ini urgent banget! Please yah?". Bujuk Yafi, hendak mengambil alih kunci mobil dari tangan mamanya.
"Eh eh loh? Emang mau kemana?".
"Nanti Yafi jelasin!". Ucap Yafi cepat, menarik tangan Sera dan memaksanya masuk kedalam mobil.
"Kita mau kemana sih?". Tanya Sera. Yafi masih sibuk mengatur nafas, memakai seatbelt-berulang kali gagal-entah apa yang sedang ia kejar.
"Yafi! Lo tenang dulu bisa gak sih?!". Teriak Sera akhirnya, memasangkan Seatbelt Yafi yang macat.
Yafi menghembuskan nafas frustasi. Memilih menancap gas segera dan mengebut entah kemana.
Ia harus membawa Sera pergi dari rumah sebelum Ginan yang membawanya.
Atau Sera akan bernasib sama seperti Kinan.
***
"Bisa gak sih Lo kasih tau dulu apa yang terjadi?". Tuntut Sera, bosan menebak nebak apa yang sedang terjadi.
Kemana Ginan. Kenapa Yafi tiba-tiba menariknya pergi.
Atau apa ini bagian dari tugasnya seperti yang Ginan katakan?
Namun Yafi tetap tidak menjawab. Fokus menyetir. Berulang kali tangannya mengetuk ngetuk stir dengan tak sabaran.
Akhirnya, Sera mendengus kesal. Memilih menatap keluar jendela. Bersamaan dering telfon berbunyi.
"Siapa?". Tanya Yafi curiga. Namun tentu saja, Sera enggan menjawab. Biar dia mati penasaran seperti Sera tadi.
Nama Ginan tertera di layar. Ini mungkin kesempatan bagi Sera untuk bertanya yang lebih jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome, Chairmate [END]
JugendliteraturKinan kira, dirinya sudah cukup mengenal Ginan. Laki-laki pindahan yang tak pernah membicarakan keluarganya. Berusaha mencari kehidupan normal dengan terus berpindah. Ginan kira, dirinya sudah cukup pantas bagi Kinan untuk memiliki gadis itu, menja...