Zidane Al Rahman Nalaringga

213 14 3
                                    

Terlalu banyak kekecewaan sehingga menjadi penyakit hati yang sulit disembuhkan

~Shafiyah~

"Kapten Zidane Al Rahman" panggilan dengan suara bariton itu menggema dalam hutan

Seorang pria yang merasa namanya terpanggil menoleh ke sumber suara "ada apa suf kamu memanggil saya?" tanyanya.

Yusuf, si pemilik suara bariton itu berlari mendekat kearah sang kapten
"siap saya izin bertanya Kapten" katanya tegas setelah sampai di hadapan Zidane yang merupakan atasan Yusuf

Zidane, kapten yang dimaksud Yusuf itu menaikan sebelah alisnya, "biasa saja suf" Zidane berkata santai, namun tidak menghilangkan sorot tajamnya yang memang sudah mendarah daging.

Yusuf tersenyum, ia senang karena kapten nya itu masih punya jiwa manusiawi. ia yakin kalau sang kapten masih memiliki hati nurani, tidak seperti yang dikatakan oleh teman temannya, walaupun tatapannya tetap tajam, tak berubah sedikitpun.

"kamu mau bertanya apa?" tanya Zidane, sukses membuyarkan fikiran yang tengah berkecamuk dalam otak Yusuf soal kaptennya itu.

"maaf kapten, saya mau bertanya, apa kapten mau ikut shalat berjamaah?, yang lain sedang menunggu saya menjemput kapten" kata Yusuf hati hati, takut menyinggung perasaan Zidane.

Mendengar itu Zidane berdehem pelan, "tidak, kamu duluan saja, saya masih ada urusan" tolak Zidane, kemudian ia langsung berbalik dan pergi meninggalkan Yusuf.

Yusuf menghela napas pelan. Lagi, Zidane menolak ajakan Yusuf untuk shalat. Sudah puluhan kali Yusuf mengajak kaptennya itu untuk shalat bersama, tapi selalu ditolak, dengan barbagai alasan.

Dalam hati, Yusuf berdoa semoga sang kapten mendapat hidayah dari Allah.

Sementara Zidane terus melangkah, meninggalkan anggota yang tadi mengajaknya untuk shalat berjamaah di belakang.

Dalam langkahnya ia tersenyum miring, "shalat?" ia bahkan sudah lupa kapan terakhir kali ia mengerjakannya.

Terlalu banyak yang terjadi dalam hidupnya, dan semua itu sudah merubahnya menjadi pribadi yang lain, tidak ada lagi shalat, tidak ada lagi ibadah, ia sudah tidak percaya lagi akan adanya Tuhan.

"kemana Tuhan saat saya sedang butuh pertolongan?, tidak ada, semua itu bohong" batinnya berbicara.

Zidane kembali menampilkan ekspresi datarnya, kembali memasang topeng nya.

"pak tentara, sedang apa disini?" sapa seorang anak berkulit hitam dengan rambut keriting

Zidane menoleh, "seharusnya saya yang bertanya Petrus, sendang apa kamu dalam hutan?" Zidane berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan anak kecil yang ia panggil Petrus.

"Petrus sedang membantu mama mencari kayu bakar pak, pak tentara tidak ikut itu ibadah bersama yang lain?"

Zidane kembali berdehem, "kalau gitu hati hati, pak tentara akan menyusul ke tempat teman teman yang sedang beribadah" Zidane mengelus rambut Petrus dan setelah itu ia bangkit dan kembali melangkah, mencari tempat aman dimana dirinya bisa menyendiri sebentar.


Sudah lama sekali, ia bahkan lupa kapan terakhir kali berdoa, kapan terakhir kali dirinya meminta pertolongan pada Tuhan, bahkan gerakan shalat pun ia sudah lupa. Zidane tak mau lagi percaya, menurutnya Tuhan itu tidak ada, buktinya saat Zidane benar-benar membutuhkan pertolongan, Tuhan tidak membantunya, dan kini perkataan sang ibu tentang Tuhan hanyalah dongeng di masa kecil. Karena Zidane tak lagi percaya.

Bersambung........
Akhirnya selesai jugaa, mohon maaf bila ada kesalahan byeeeee

ShafiyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang