"s-saya gamau." Perkataan Chaeyoung yang pasti membuat keadaan tiba-tiba sepi hanya dengkuran halus dino yang mengisi keadaan canggung ini.
"Alasan?" Tiba-tiba saja Doyoung bertanya yang pasti bikin Chaeyoung ngeblank.
"A-anu pertama saya punya pacar, kedua k-kita kan baru kenal pak, belum ada setahun." Chaeyoung bener-bener gak suka sama keadaan kaya gini, dia meletakkan lagi paper bag berisi sepatu itu ke pangkuan Doyoung.
"Maaf pak saya pamit dulu." Chaeyoung membuka pintu mobil, perlahan dia taruh Dino yang masih tidur dan memasangkan seatbelt, dan menutup pintu mobil perlahan.
Chaeyoung buru-buru berlari dan masuk ke kontrakannya, dan mengunci pintu dengan cepat.
"Kok jadi gini sih." Gumam Chaeyoung kesal.
Doyoung terdiam sebentar sambil masih memegang paper bag yang isinya sepatu itu, lalu menatap Dino sebentar, terus menatap paper bag nya, mengangkat paper bag itu ke angin-angin sambil Doyoung liat.
Menghela nafasnya kasar, Doyoung melempar begitu saja paper bag ke jok belakang,
"Sabar Doy, artinya lo di suruh berjuang." Monolognya dan melajukan mobilnya.
• • •
Doyoung menatap anaknya yang tidur pulas di sampingnya, lalu mengambil ponselnya yang di Buffett.
Menatap info WhatsApp Chaeyoung dia jadi gunda gulana gini, padahal sebelumnya dia gak pernah begini apalagi semenjak 4 tahun di tinggal istrinya.
Tanpa di sengaja tiba-tiba Doyoung memencat ikon menelepon, dan untungnya bukan video call.
Doyoung meletakan ponsel itu di Buffett masih meninggalkan ponsel yang sedang terhubung ke Chaeyoung.
"H-hallo pak?"
Doyoung tersentak pas Chaeyoung bersuara, akhirnya dengan keberanian nya dia mengambil ponselnya.
"Engga, maaf kepencet." Dengan sentakan Doyoung langsung mematikan sambungan telepon.