👧 15 👧

16.6K 847 1
                                    

2 bulan kemudian....

Tidak terasa dua bulan sudah sejak aku dan Tian sama-sama mengucap janji suci di hadapan Tuhan. Dan selama itu juga aku benar-benar merasakan peranku sebagai seorang ibu, istri, dan menantu. Memang sejak kami menikah papa dan mama Tian meminta kami untuk tinggal dirumah mereka, mau tidak mau akupun menurutinya.

Sebenarnya walau sudah menikah, kehidupanku tidak terlalu berubah banyak. Aku juga belum bisa menjalani peranku sebagai seorang istri sepenuhnya, karena setelah kami menikah seminggu kemudian papa mertuaku memilih pensiun dan mengangkat Tian sebagai Predisen Direktur menggantikan dirinya.

Tian pun jadi semakin sibuk, bahkan hari libur seperti sabtu dan minggu ia jarang ada dirumah karena adanya perjalanan bisnis baik luar kota maupun luar negeri. Dan hal itu berhasil membuat Ale maupun Ele memberengut seharian setiap libur karena tidak bisa bermain dengan papanya.

Seperti hari ini, sabtu pagi. Tian sedang berkemas untuk perjalanan bisnisnya ke Bali untuk pemantauan salah satu proyek disana selama 4 hari. Sejak semalam Ale dan Ele kompak mogok bicara bahkan nyaris mogok makan jika aku tidak memaksa mereka.

Aku tahu mereka hanya ingin bisa menghabiskan waktu dengan Tian, tapi aku juga tidak bisa apa-apa selain berusaha untuk memberikan penjelasan pada mereka, karena tidak mungkin juga Tian membatalkan perjalanan bisnisnya hanya karena mereka.

" udah di packing semua? " tanyaku sambil berjalan menghampiri Tian yang sedang menutup kopernya.

" udah. Anak-anak? " sahut Tian.

Aku menghela napasku lalu duduk di pinggir ranjang " masih ngambek " jawabku.

Tian pun tersenyum kecut dan duduk di sampingku.

" maaf ya, aku selalu sibuk sama kerjaan sampe gak punya waktu buat kalian " ucapnya.

" gak apa-apa, itu kan udah tanggung jawab kamu. nanti aku coba ngomong lagi sama anak-anak " sahutku.

" sekarang kebawah yuk, sarapan dulu sebelum berangkat " lanjutku lalu berjalan lebih dulu keluar kamar.

Sesampainya di bawah aku melihat Ale dan Ele sedang menangis di pelukan mama.

" kamu tetep pergi? " tanya mama pada Tian yang sudah berdiri di sampingku sambil menenteng koper di tangan kanannya.

" iya ma, kan semalem aku udah bilang " sahut Tian sambil menghela napasnya, lalu meletakan koper di dekat sofa, ia pun ikut duduk di ruang tamu tepat di sebelah papa.

Kini aku juga sudah duduk di samping mama, sambil menatap nanar pada kedua putriku yang sudah sesegukan dengan mata sebabnya.

" emangnya gak bisa ditunda dulu, setiap weekend kamu pasti ada perjalanan bisnis. emangnya kamu gak kasian sama anak-anak kamu ini " balas mama, sambil terus memeluk Ale dan Ele.

" sudah ma, jangan mojokin Tian terus. Tian juga pasti maunya dirumah, tapi kan ini urusan kerjaan " bela papa, mama langsung menatap sinis kearah papa.

" ma, pa kita sarapan dulu ya. Tian juga sebentar lagi udah harus berangkat " ucapku menengahi.

Akhirnya kami pun menyantap sarapan walau harus penuh drama dari Ale dan Ele.

...

Kini ksmi berempet, aku, Tian serta Ale dan Ele sudah berada di bandara.

" sini kopernya  " ucap Tian. Akupun menyerahkan kopernya pada Tian.

" Ale, Ele ayo " ucapku memanggil keduanya.

" yey, kita ke Bali " teriak Ele antusias sambil berjingkrak-jingkrak.

Single Mom And Single Dad || CompliteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang