-Awali dengan Bismillah dan akhiri dengan Alhamdulillah-
🌼🌼
"Pertemuan pertama memiliki dua arti; satu, kau melihatnya berkesan baik dan rasanya ingin bertemu lagi. Kedua, kau membenci pertemuan itu karena sesuatu dan kamu tidak ingin bertemu dengannya lagi."
Indahnursf~🌼🌼
Tapppp......
Tapppp......
Suara deru langkah kaki memenuhi ruangan VIP di cafe bernuansa minimalis nan elegan. Keadaan di sana cukup ramai untuk di bagian outdoor, namun tidak di bagian indoor. Kebanyakan orang memilih outdoor karena dengan alasan bisa melihat pemandangan luar tanpa harus memandang setiap sudut ruangan yang terkadang membosankan.
Seorang perempuan berusia dua puluh tahun itu menoleh ke sumber suara. Suara itu semakin mendekat, dan dia yakin akan menuju ke tempatnya saat ini duduk.
Dua mata itu bak elang. Tajam dan dingin.
Dengan penuh keberanian perempuan berjilbab hitam itu berdeham untuk mencairkan suasana yang canggung di antara keduanya.
"Madani?" Sapanya.
Perempuan bernama Alissa Zunaira Madani itu mengangguk, membenarkan. Sejak pesan yang Madani terima dua hari lalu membuat perempuan itu harus berpikir keras, menimbang-nimbang tawaran seseorang yang sebenarnya menurut Madani menjatuhkan harga dirinya, namun di sisi lain dia harus menyelamatkan nyawa seseorang yang sangat berharga dalam hidupnya sehingga langkah inilah yang harus Madani tempuh. Semua bukan kemauan Madani, namun takdirlah yang mengantarkan Madani hingga dia berada di sebuah cafe bernuansa minimalis ini. Padahal, Madani juga bukan tipe penyuka kopi apalagi tempat keramaian seperti ini. Lagi-lagi semua karena terpaksa dan yang utama adalah; takdir.
Mungkin sebagian orang akan menganggap bahwa ini adalah tawaran terbaik yang harus di terima tanpa di tolak. Namun tidak bagi Madani. Beribu cara dia ingin menolak, namun kenyataannya dia tidak bisa sebab keadaannya sekarang sedang membutuhkan uang. Dan, uang itu untuk seseorang yang sangat berharga dalam hidupnya.
Dengan mengucap bismillah, Madani membalas pesan masuk dari email itu Subuh tadi untuk menyetujui tawaran lelaki yang kini ada di hadapannya. Berdiri seperti patung, dengan aura panas bagai setan, dengan kedua tatapan mata yang tajam bagai mata elang, postur tubuh yang gagah. Ya, pertemuan pertama Madani dan dia akan selalu di ingat Madani sebagai hari terburuk yang pernah ada, sebab lelaki itu yang mengajukan tawaran ke Madani tetapi hari ini Madani yang harus menunggu kehadirannya. Padahal sudah jelas kesepakatan keduanya di email untuk tiba di cafe Sastra pukul 10.30 siang, di ruang VIP no 3 yang sudah di pesan oleh lelaki itu. Namun, Madani harus menunggu kehadiran lelaki itu sekitar 15 menit.
Menyebalkan, bukan?!
"Kau menyetujui tawaran saya?" Suara itu terdengar berat dan tegas.
"Ya,... Anda sudah tahu jawabannya di email, kan? Dan kenapa juga saya bisa ada di sini karena saya menyetujui tawaran anda!"
Tidak ada senyum, tidak ada raut apa pun yang tergambar dari wajah itu. Jika Madani bisa protes, rasanya Madani ingin bertanya pada Tuhan, kenapa bisa ada hamba-Nya yang berwajah datar dan di ciptakan tanpa ekspresi. Apakah itu salah satu dari bentuk disabilitas? Ah, Madani rasa tidak.
"Tugas kamu tidak berat, dan kamu bisa melakukannya satu jam setiap hari selama satu bulan, dan setelah itu tugasmu berakhir saat kamu juga telah selesai menjalankannya," ucapnya. Dia menyesap kopinya yang sudah mendingin.
"Tidak ada yang macam-macam, kan? Hanya menjalani tugas saya untuk mencatat hidup anda dan saya jadikan sebuah buku? Itu saja, kan? Jika anda minta yang macam-macam maka saya--""Jangan takut!" Potongnya, "Hanya itu. Satu bulan kamu punya waktu untuk tahu hidup saya dan satu bulan juga kamu harus menyelesaikan tugasmu untuk menulis semua tentang saya, setelah itu tugasmu berakhir dan upahmu apa pun yang kamu minta akan saya turuti," pungkasnya.
Akhirnya Madani berhasil bernapas lega. Awas saja jika dia berani macam-macam pada Madani. "Saya terima tawaran anda asalkan anda mau membayar semua biaya pengobatan ayah saya di rumah sakit."
"Ini perjanjiannya, silakan tanda tangan. Satu rangkap untuk arsipan saya dan satu rangkap untuk arsipan kamu. Tanda tangani, dan mulai besok kamu sudah bisa menjalankan tugasmu," Dia meletakkan kertas dua rangkap dan tak lupa dengan sebuah kertas berbentuk segi empat berwarna putih. "Itu alamat saya, besok kamu ke rumah saya setiap sore pukul empat dan pukul lima kau boleh pulang."
Setelah mengatakan itu, lelaki berpostur bak model itu menandatangani dua rangkap kertas yang dia bawa, kemudian Madani juga menandatangani keduanya.
"Terima kasih, kontrak kita di mulai. Senang bekerja sama dengan anda, Alissa Zunaira Madani."
Hari ini, semua takdir hidup Madani berubah. Awalnya Madani mengira ini adalah kesialan dalam hidupnya, namun dari kesialan semua berubah menjadi rasa kasihan.
Inilah kisah Madani.
🌼🌼
-Utamakan Salat dan Membaca Al-Qur'an dalam Segala Hal-
🌼🌼
Assalaamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. Alhamdulillah akhirnya bisa publish cerita baru dan tentunya karena lapak Zaid-Asya ❣️ sudah selesai. Jangan lupa nabung ya biar bisa ikutan PO Zaid-Asya sehabis lebaran nanti❣️
Terima kasih sudah mau mampir di lapak baru ini. Kuy ramaikan!
Mari kita mulai bersama Madani❣️
Follow IG: Indahnsf_
Jangan lupa follow akun Wattpad ini ya❣️Trailer di multimedia, di lihat ya gaes.
Salam sayang,
Indahnursf 🌼
KAMU SEDANG MEMBACA
Madani (END)
SpiritualNamanya Alissa Zunaira Madani. Perempuan berusia dua puluh tahun yang baru ingin memulai langkahnya dengan menulis. Karya pertama telah rilis dan berhasil di terima oleh khalayak. Hari di mana karya itu terbit, di sana kisah Madani di mulai. "Apa pu...