Sasi membagi tugas pada seluruh anggota tubuhnya. Ia memaksa kakinya berlari, barangkali wujud lelaki itu masih bisa ia temui. Ia memaksa matanya berkelana. Menjelajahi setiap sudut kota asing yang ia bahkan baru sekali menghirup udaranya. Ia juga memaksa telinganya mendengar lebih jelas. Siapa tahu lelaki itu meneriakkan namanya sebab takut tertinggal sendiri di tempat yang menurutnya buas. Ia memaksa otaknya memproses apa saja yang jadi kemungkinan lelaki itu ditemukan. Sementara hasil dari tugas-tugas itu menyisakan peluh yang mulai berjatuhan.
Ia tak jua mendapatkan apa-apa.
Ia tetap kehilangan lelaki itu.
Sasi mulai frustrasi. Napasnya terengah-engah. Ia merasa sekujur tubuhnya menjadi asin. Sebentar lagi mungkin akan mengkristal layaknya garam. Rambutnya sudah basah oleh keringat. Pundaknya seperti meronta minta istirahat dan perutnya mulai kelaparan hebat.
Keadaan tambah buruk ketika hari hampir gelap. Dan ia tak punya uang untuk sekadar makan atau menginap. Sasi sedikit menyesal tak langsung mengejar Arion saat lelaki itu pergi. Kini ia bingung. Apa ia akan berakhir mencari inang lain untuk hinggap, atau kembali mencari lelaki itu sampai pagi menyergap.
Jika dipikir-pikir dia pernah sekali terpisah dengan lelaki itu. Mereka pernah tak bersama setidaknya dalam kurun waktu enam jam. Hingga akhirnya mereka bertemu lagi. Tentu semua itu bukan sebuah kebetulan karena Sasi sendiri yang merencanakan. Kali ini, apakah kebetulan itu terulang? Atau mereka akan berakhir melupakan satu sama lain seolah semuanya hanya khayalan?
Sasi kembali melangkah di bawah langit oranye yang hanya menatap dari atas sana. Bahu gadis itu turun, tanda lelah. Mungkin saatnya ia menemukan hidup baru di atas hidup yang juga baru dia mulai. Ia harus bergegas. Setidaknya mengisi perutnya untuk waktu sekarang.
Sesaat dia mengangkat kepala, menatap ke bentangan jalan di depannya, ia terperangah. Kakinya terhenti. Dengan kedua mata itu, ia menyaksikan Arion ada di hadapannya, dalam keadaan yang tak jauh beda. Ia bisa melihat wajah basah lelaki itu dan napasnya yang juga tinggal satu-satu.
Ia menemukan Arion.
Atau mungkin Arion yang menemukannya.
Sedang bagi lelaki yang baru saja tiba, ia sudah berlari ratusan meter demi mencari gadis berjaket lusuh itu. Ia merasa bodoh meninggalkannya di rumah seorang teman yang tak pernah bisa menolongnya lagi. Ia bahkan kembali ke rumah itu untuk menjemput Sasi. Dan ketika gadis menyebalkan itu tak ditemui, ia bertekad mencari ke sana-sini. Alih-alih meninggalkannya, ia malah semakin keras mencari. Jika pun dia harus berpisah dengan gadis itu, ia tak ingin perpisahan itu disebabkan oleh kepergian bodohnya yang sakit hati oleh omong kosong temannya sendiri.
Jadi dia terus mencari.
Tak ada alasan kuat kenapa dia melakukannya, tapi ia merasa harus.
Hingga tiba-tiba gadis itu muncul di hadapannya seolah terjun dari langit. Di sisi lain ia lega. Sisinya yang lain diam-diam sepakat untuk tak pernah membiarkan mereka kembali terpisah.
Arion tak tahu pasti kenapa ia membiarkan sisinya memutuskan itu.
"Kau lapar?" tanyanya pada Sasi. Gadis itu menoleh sambil tersenyum simpul.
"Yeahh."
Mereka kembali diam. Tak ada yang menanyai satu sama lain selama mereka dalam proses pencarian. Tak ada pertanyaan saat dua orang itu hilang di cerita versi masing-masing. Keduanya seolah hanya perlu bersyukur atas pertemuan mereka. Dan sudah, semua lelah-lelah itu hilang seketika.
Mereka terus berjalan bersisian dengan keheningan di kepala. Sejurus kemudian, Arion menoleh ke kanan. Tepat pada rumah makan Padang yang paling terang di antara jajaran toko lain. Instingnya lantas mengajak Sasi ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luruh
RomanceDua puluh delapan tahun ia mengemban nyawa, tak pernah sekalipun ia menemukan apa yang menurutnya menarik dari sebuah kehidupan. Jika setiap orang memiliki peran sendiri-sendiri di semesta, dia justru menganggap dirinya sebagai kesia-siaan. Yang ma...