Di dunianya, Arion sudah terbiasa menghadapi kejutan-kejutan yang datangnya lebih cepat dari tarikan napas yang baru ia embuskan. Semesta terlalu lihai mempermainkan hidup lelaki itu sampai rasanya ia ingin pindah saja ke Mars. Tapi ia sadar, Mars juga bagian dari semesta. Lalu ia ingin cari semesta yang lain. Tapi perjalanan ke sana tentu memakan habis waktunya. Ia akan mati dan dikenang sebagai manusia tak waras. Tapi setidaknya dia dikenang. Tapi dikenang dengan buruk tentu akan jadi beban untuknya di neraka.
Sungguh ia ingat terakhir kali Sasi bersorak semangat dengan pekerjaan barunya. Sore ini gadis itu bilang jika dia dipecat. Dan wajah lesu itu cukup mampu membuatnya percaya jika Sasi tak bercanda. Tapi apa yang dilakukannya? Apa dia membunuh bayi-bayi kembar pemilik toko itu?
Arion menjawil lengan Sasi yang berjalan mendahuluinya. Lelaki itu sekarang tampak seperti ibu-ibu yang dipanggil ke sekolah sebab anaknya ketahuan memukuli anak lain sampai berdarah.
"Apa maksudmu dipecat?"
Napas Arion memburu. Sementara Sasi menghiraukan lelaki yang banyak tanya itu.
"Kenapa kau dipecat? Kau melakukan apa?" Arion tak sabaran. Sungguh ia geram kenapa Sasi tak becus dengan pekerjaannya.
"Ahh, kupikir aku bisa menjaga bayi." Sasi berujar sembari menatap kosong jalanan. Ia tampak seperti menyayangkan kegagalannya, tapi tak menyesal.
Arion memposisikan dirinya di hadapan gadis itu. "Memang kau melakukan apa?"
"Aku membuat salah satunya makan makanan anjing," tukas Sasi sambil menatap mantap ke mata Arion. Seolah jawaban itu bisa membuatnya puas.
"Hah??"
Reaksi yang rupanya jauh di luar dugaan Sasi. Ia refleks mengusap-usap corong telinganya sendiri.
"Apa kau tidak bisa membedakan yang mana makanan manusia dan yang mana makanan anjing?" Terbersit di kepala Arion jika Sasi benar-benar membunuh mereka.
"Bisa tidak kita makan saja? Aku lapar!" Seru Sasi sambil menepuk-nepuk perut ratanya. Lantas mengedarkan pandangan, berharap menemukan setidaknya penjual kacang rebus.
"Tidak, tidak bisa! Kau jawab dulu pertanyaanku! Kau memang sebodoh itu untuk membedakan keduanya!?" Arion meracau. Ia begitu kesal saat tahu alasan mengapa Sasi dipecat.
"Aku tak sengaja! Pikirmu aku tak tahu soal itu?" Sasi membela diri. Ia cukup jengah kenapa Arion masih mau membahasnya padahal itu tak akan mengubah apa-apa.
Arion diam. Sengaja membiarkan Sasi menceritakan versinya yang ia tak tahu.
"Waktu aku menjaga yang satu, aku lupa yang lainnya. Anak itu merangkak sampai ke kandang anjing. Lalu ia makan apa saja yang ada di sana. Kau harus tau kalau anjing mereka makan semacam biji-bijian yang tak tampak seperti makanan anjing. Aku pun jika jadi bayi itu pasti selera melihatnya." Sasi menjelaskan dengan gestur seolah ia tak bisa disalahkan penuh atas semua ini. Arion menyimak, raut mukanya malas.
"Kau pikir menjaga bayi kembar itu mudah? Ini, coba kau lihat!" Sasi mengulurkan tangan.
Arion menurut untuk menunduk.
"Tanganku hanya dua, jariku hanya sepuluh, dan mataku... mataku cuma dua!"
Arion mendengus. Tak tahu apa yang mau ia lontarkan jika analogi Sasi sudah begitu. Gadis ini benar-benar menyebalkan. Masalahnya bukan soal ia khawatir Sasi mencelakai bayi-bayi itu, masalahnya ada pada mereka berdua yang tak akan mendapatkan uang jika Sasi kehilangan pekerjaan.
"Kau tidak perlu memberi tahuku. Aku bisa menghitungnya," balas Arion sambil memalingkan muka, nadanya sedikit lebih melemah.
"Sebagai gambaran saja untukmu kalau kau penasaran." Ucap Sasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luruh
Roman d'amourDua puluh delapan tahun ia mengemban nyawa, tak pernah sekalipun ia menemukan apa yang menurutnya menarik dari sebuah kehidupan. Jika setiap orang memiliki peran sendiri-sendiri di semesta, dia justru menganggap dirinya sebagai kesia-siaan. Yang ma...