Merayakan Rasa Yang Sudah Wafat

471 79 11
                                    

Persis.

Kejadian di hadapannya saat ini persis seperti yang Sasi gambarkan selama ia menemani proses juang Arion atas Sukma Puji. Bahwa lelaki itu akan dihadiahi rasa sakit yang seperti tidak kenal kata henti. Rasa sakit yang panjang. Yang berulang tiap Arion menampakkan diri di depan gadis pujaannya. Dan meski Sasi yakin Arion tak akan bereaksi apa-apa setelah ini, biarlah gadis itu yang turun tangan mengajari Sukma Puji bagaimana cara kerja hati nurani.

"Dasar bodoh! Pikirmu aku sungguhan meminta benda-benda itu sebagai syarat!? Itu cuma akal-akalanku saja agar kau mundur! Agar kau tahu diri kalau aku tidak akan pernah bisa dimiliki oleh orang sepertimu!" Sukma Puji tampak geram.

"Dik, Sukma!!!! Apa yang kau lakukan!??" Fokus Arion malah tertuju pada kotak perhiasannya yang hilang ditelan hitamnya air selokan. Detik selanjutnya lelaki itu langsung terjun ke sana dan menggerak-gerakkan tangannya ke dasar, menciptakan banyak riak, mencari sang kotak.

Sasi tiba saat tubuh Arion sudah separuhnya ada di dalam selokan. Air kumuh yang tingginya nyaris mencapai paha itu mengenai leher dan ujung rambut Arion yang sesekali menunduk mencari. Di hadapannya, Sukma Puji hanya bersidekap dengan tatapan jijik tak habis pikir. Saat mata kedua gadis itu bertemu, Sasi bisa merasakan betul tiada rasa bersalah dan iba dari diri perempuan cantik itu.

"Lihat! Dia ada di tempat di mana dia seharusnya berada!" cibir Sukma Puji.

Sasi bergerak mendekati Arion yang masih kebingungan. Diulurkannya tangan kurusnya untuk membantu Arion naik, namun lelaki itu masih saja berkutat mencari kotak berwarna cokelat yang sekian menit lalu dia acungkan dengan bangga pada Sukma Puji . Beberapa kali Arion mendapati sampah-sampah yang ia anggap sebagai bendanya yang hilang. Selokan itu mendadak tampak seperti tempat mengerikan yang sulit ditembus.

Tak lama, satu tangan Arion terangkat naik ke udara. Bersamaan dengan riak air yang mengikuti pergerakan tangannya. Ia menemukan kotaknya dengan napas yang tersengal-sengal. Sasi lantas menarik tangan Arion yang basah. Ketika tubuh laki-laki itu berhasil naik, semerbak aroma tak sedap menyeruduk hidung Sasi.

"Astaga! Kau bau sekali!" sungut Sukma Puji dengan tangan yang menutup kedua lubang hidungnya. Meski jarak perempuan itu dengan Arion terpaut tiga meter, reaksi mualnya seolah mereka sedang menempel satu sama lain. Hal itu rupanya memicu amarah Sasi yang sudah dipendamnya sejak tadi.

"Cukup!" Sasi membentak. Tangan gadis itu masih mencengkram lengan Arion. Sementara lelaki di sebelahnya bergeming. Satu-satunya bagian tubuh yang belum terjamah air adalah kepalanya. Meski ia ingin sekali merutuki dirinya yang bau, ia masih hendak mencari jawaban mengapa Sukma Puji tak juga mau menerimanya. Ia ingin tanya banyak hal pada perempuan itu, pada semesta, pada siapa saja yang terlibat atas penolakan ini. Digenggamnya kotak perhiasan itu kuat-kuat. Sungguh ia hanya butuh perempuan itu berkata iya, mau, apa pun jawaban yang sejenis. Arion ingin minta pertanggungjawaban. Ia butuh sesuatu untuk disalahkan.

"Sudah cukup kau hina dia seperti itu! Mulutmu seperti anus! Apa yang keluar dari sana benar-benar macam kotoran!" Sasi mencecar. Mata gadis itu membulat sempurna.

Diserang begitu oleh gadis yang menurutnya sama saja dengan Arion, Sukma Puji mulai tersulut. "Asal kau tahu saja, beberapa orang memang pantas dilempari kotoran! Apalagi kalau orang-orang itu semacam kalian!"

Sasi mendengkus. Memicingkan mata lalu menggeleng. Cengkramannya pada Arion semakin erat. Kini ia tampak seperti seorang ibu yang protektif pada anaknya.

"Pergi dari sini! Pergi! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah mau denganmu! Catat itu!" Pekik Sukma Puji. Beberapa orang mulai menoleh heran ke mereka. Di antara orang-orang yang lewat bahkan memberhentikan kendaraannya hanya untuk melihat kejadian itu.

LuruhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang