tiga puluh tiga

1.1K 60 3
                                    

Entah sejak kapan rooftop gedung kelas menjadi tempat favorit Raya, tapi yang jelas sekarang gadis itu berada di sana, berdiri sendiri menikmati sore hari yang cerah ini. Raya menumpukan tangannya di dinding pembatas dengan pandangan yang menyapu Alts Highschool.

Rasanya Raya baru sadar, bangunan luas ini sangat nyaman dan menyenangkan.

"Raya!" Panggilan itu membuat Raya menoleh, tersenyum kecil menyapa pemuda yang melangkah semakin dekat dengannya. Di tangannya, ada tas Raya yang dia bawa. Ya, hari ini Raya bolos di jam pelajaran tambahan dan meminta Raka membawakan tasnya ke rooftop setelah jam pulang, ditambah, ada hal yang harus Raya sampaikan.

"Makasih," kata Raya, meraih tasnya dari Raka dan menyimpannya di bawah, berdampingan dengan kakinya.

"Raya, udah dua hari ini lo semakin berubah," ungkap Raka jujur, berdiri di samping Raya.

"Oh ya? Jeli juga ternyata," kata Raya, terkikik geli tanpa semangat.

"Bukan cuma gue, tapi anak-anak kelas juga bilang hal yang sama. Lo gak tahu apa, setiap hari mereka merhatiin lo. Mereka kehilangan lo karena lo tiba-tiba jadi pendiem gini. Sebenarnya, kenapa? Kalo ada apa-apa, lo bisa cerita sama gue," ucap Raka tulus, merapatkan diri pada Raya.

"Kenapa lo peduli sama gue, sih?"

"Karena, gue sayang sama lo," jawab Raka lirih. "Gue tahu kita ini sepupuan, tapi perasaan gue ke elo beda. Bukan perasaan antar sepupu, tapi perasaan antar lawan jenis. Lo paham kan?"

"Lo kira, selama ini gue jadi juara umum tanpa alasan? Gue cukup pintar dan paham sama apa yang lo katakan. Tapi, jangan gitulah. Gue sama lo cuma sepupu."

"Gue sadar, gue gak bakal maksa lo buat balas perasaan gue, kok."

"Good boy," puji Raya, tersenyum kecil.

Raka membalikan tubuhnya, kini bersandar di dinding pembatas untuk bisa memandangi paras cantik gadis jangkung itu.

"Jadi sebenarnya, lo kenapa?" Tanya Raka kembali ke topik awalnya.

"Gue cuma capek," jawab Raya. "Gue capek terus berpura-pura ceria di depan semuanya, jadi selama dua hari terakhir ini, apa salahnya gue nunjukkin siapa gue yang sebenarnya," lanjut Raya.

"Anak-anak khawatir sama lo," ucap Raka.

"Ah, jangan gitu lah, nanti gue baper, makin gak tega gue ninggalin mereka entar," ucap Raya, sebisa mungkin menarik kedua ujung bibirnya agar tersenyum.

"Maksud lo apa?" Tanya Raka dingin.

Raya masih tersenyum, senyuman yang membuat perasaan Raka tiba-tiba tidak enak.

Raya berdeham, mencoba menguasai diri karena tatapan Raka membuatnya gugup. Gadis itu menunduk mengambil tasnya, merongoh sebuah amplop coklat dan disodorkan ke hadapan Raka.

"Uang 1 M buat tebus ruko itu lho," kata Raya menepis lapisan kerutan di dahi Raka. "Gue tahi semuanya emang udah kelar, baik lo ataupun bokap lo, udah ngebebasin ruko itu, tapi bagaimanapun gue udah janji."

"Raya," rengek Raka tak suka. "Ruko itu adalah hak lo!"

"Kalo gitu, gue nitip ini buat dikasih ke anak-anak yang ada di ruko aja, soalnya lo kan udah kenal dekat sama mereka. Bilang ke Bang Arga, jaga semuanya. Gue sayang sama mereka semua."

Raya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang