tiga puluh enam [end]

2.1K 81 4
                                    

Ditemani Pak Nandra, Yersa berdiri cemas di depan pintu UGD tempat Raya diperiksa. Pingsannya Raya di sekolah tidak bisa ditangani oleh Mbak Devi hingga akhirnya dia dilarikan ke rumah sakit terdekat dan diantar oleh Pak Nandra selaku salah satu guru.

Yersa menangkupkan kedua tangannya, memejamkan mata dan merapalkan doa-doa terbaik untuk sahabatnya. Gadis Korea itu berusaha tenang dan tidak menangis saat ini. Raya hanya pingsan biasa, begitu pikirnya. Tapi mengingat kalimat-kalimat dan tingkah aneh Raya beberapa hari terakhir ini membuat Yersa takut.

"Raya baik-baik aja kok, Yersa," ucap Pak Nandra menenangkan, walau jujur lelaki itu juga tidak setenang kelihatannya. Raya walau biang onar dan selalu membuatnya naik pitam, adalah salah satu murid dengan prestasi bagus.

Yersa melirik kecil pada Pak Nandra, tersenyum tipis untuk menyamarkan khawatir dan rasa takutnya.

Derap langkah cepat membuat Yersa dan Pak Nandra menoleh, mereka mendapati Nayla, Cakra, Raka, Azam, Nurman, Marina bahkan sampai Riko datang mendekat.

"Yersa, Raya sakit apa? Kenapa bisa sampai masuk rumah sakit?" Tanya Marina begitu dia tiba di hadapan Yersa.

Yersa menipiskan bibir sesaat. "Ye-Yersa juga gak tahu, Tante," jawab Yersa. "Yersa minta maaf gak bisa jaga Raya, tapi Yersa benar-benar gak tahu apa-apa." Yersa menunduk merasakan matanya mulai menghangat.

"Udah tenang, Raya baik-baik aja, cuma sakit biasa." Azam langsung merengkuh bahu Yersa, menarik gadis itu hingga bersandar di dadanya dan tangan kirinya merengkuh Marina untuk bisa menenangkan kakak perempuannya itu.

"Udah jangan nangis, jangan nambah suasana makin risau. Lo tenang." Cakra mengusap lembut surai Nayla. Dirinya duduk di kursi panjang yang ada di depan UGD dan mencoba menenangkan gadis yang menjadi sahabatnya.

Sementara Nurman, Riko dan Raka menjauh dan berbincang dengan Pak Nandra.

"Raya pasti baik-baik aja, kalian pulang dulu gimana? Masih pake seragam gini," ucap Azam tertuju pada Yersa, Cakra dan Nayla. Yersa menggeleng mewakili.

"Lo juga, tenang." Kini ucapannya tertuju pada Marina.

Selang beberapa lama, dokter yang memeriksa Raya keluar membuat Nurman langsung mendekat.

"Gimana keadaan putri saya?" Tanya Nurman.

"Mari ikut ke ruangan saya, kita bicarakan di dalam," ajak dokter. Nurman dan Marina langsung mengekor.

Mereka duduk berhadapan.

"Begini, seharusnya pasien melakukan pemeriksaan rutin fungsi ginjal dan pengecekan darah, juga setelah pendonoran harusnya mengurangi kegiatan dan perbanyak istirahat. Apalagi hanya ada satu ginjal yang berfungsi."

"Satu ginjal?" Tanya Nurman tak percaya.

"Ya, bukti operasi di perutnya menegaskan bahwa pasien telah mendonorkan ginjalnya dalam waktu dekat belakang ini. Apa bapak tidak tahu?"

****

"Mau sampai kapan kita kucing-kucingan kayak gini?" Tanya Raya dengan suara lemah. Gadis itu memaksakan bibirnya untuk melukiskan senyuman di wajah pucatnya.

Semuanya bungkam, tidak ada yang berani menyahut. Apalagi Pak Nandra, tidak tahu apapun.

"Kalian kenapa pada sedih gitu? Gue gak papa. Dokternya aja yang lebay pake infus segala. Ayo pulang," ajak Raya berusaha riang. Gadis itu mendudukan diri.

Raya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang