sepuluh

1.2K 106 2
                                    

Ruko besar di persimpangan jalan itu membuat Raya menemukan keluarga yang sebenarnya. Kebahagian yang ia cari, akhirnya bisa ia temukan di sana. Gadis berambut warna-warni itu tak pernah berhenti bersyukur karena ia dipertemukan dengan mereka dan hidup bersama di sana.

Raya tahu mereka bukanlah orang baik-baik. Mereka anak jalanan. Kebanyakan adalah mantan preman, mantan pemabuk, mantan pengamen, korban broken home, atau bahkan terlahir di jalanan. Tapi syukurlah saat ini mereka sudah keluar dari zona itu. Dan mereka bisa menjalin hubungan baik dengan Raya, sebagai keluarga.

Raya ingat betul. Ruko ini adalah bangunan bekas tak terpakai, hingga Arga si preman dan pemabuk berubah menjadi sosok ayah untuk kawanan anak jalanannya, sang pemilik ruko pun dengan senang hati memberikan bangunan itu pada Arga dan Raya. Kemudian Raya memberikan sedikit modal untuk mereka membangun usaha dan menghidupi keseharian mereka. Bahkan Raya juga membiayai sekolah anak-anak yang masa depannya masih bisa diselamatkan oleh pendidikan. Raya tak tahu sudah berapa banyak uang ia yang ia keluarkan, tapi Raya dan keluarganya di tempat itu tak pernah sekalipun menuntut atau sekadar menyinggung perihal uang.

Kini selain sebuah toko kecil di lantai satu ruko, mereka membangun sebuah bengkel kecil di sampingnya. Kehidupan mereka sudah tidak sehancur dulu. Tidak sehancur saat Raya baru pertama kali mengenal mereka.

Raya bersyukur. Saat dirinya sedang sedih, banyak masalah atau saat dirinya disapa mimpi buruk itu lagi, Raya masih memiliki pelarian. Raya tahu bahwa Yersa selalu ada untuknya, tapi Raya sudah tak ingin membebani Yersa dengan semua masalah-masalah hidupnya.

"Raya, gak sekolah?" Seorang lelaki berambut gondrong menghampirinya, membuat Raya menoleh.

"Ngak. Udah pinter ini," sahut Raya cuek.

"Lo kenapa lagi?" Tanya Arga, duduk di samping Raya dan mengambil satu batang rokok dari kotak kertas putih yang Raya bawa.

Ya, Raya adalah seorang perokok aktif.

"Gue cuma kangen sama nyokap," jawab Raya seadanya. Menyesap dalam rokok yang terselip di antara jari telunjuk dan jari tengahnya, kemudian menghembuskan asap hingga menutupi wajahnya.

"Kurangi kebiasaan buruk lo," omel Arga.

"Ck. Gue cuma lagi stres."

Arga tak berkomentar banyak. Ia memaklumi beban berat yang gadis 18 tahun itu pikul. Raya adalah gadis kuat. Raya bisa melewati harinya yang berat dengan baik. Arga bersyukur bertemu dengan Raya dan setidaknya ia bisa menjadi sosok kakak untuk Raya, walau nyatanya Raya lah yang melidungi dirinya dan teman-temannya yang lain.

"Bang, Sena apa kabar di sana?" Tanya Raya, menyebutkan temannya yang sekarang sedang menempuh pendidikan di Malaysia.

"Baik, tiap nelfon selalu nanyain lo."

"Lo udah urus beasiswa Verno ke Jepang?"

"Udah, Ra. Thank's ya, karena lo, masa depan mereka cerah. Padahal gue kenal mereka dari kecil, dari mereka pake baju kegedean sampai mereka ngamen cuma buat makan. Eh sebentar lagi mereka bisa jadi orang sukses."

"Ya gimana ya, gue udah terlanjur sultan sih bang." Arga mendelik, tapi senang juga karena Raya sudah tak lagi bersedih. Jika gadis berambut warna-warni itu sudah bersikap menyebalkan, artinya sedikit demi sedikit beban Raya sudah menghilang.

Raya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang