Kelereng

217 18 3
                                    

"Cha, awas dong! Gak boleh ngehalangin, curang itu namanya!"

Selika meneriaki Cacha, bocah berumur sembilan tahun itu agar minggir dan menepi karena menghalangi jalannya yang sedang membidikkan ke lereng agar masuk ke lubang. Tapi Cacha tetap saja diam tidak bergeming. Tidak menghiraukan teriakan Selika, bahkan rengekannya karena satu lubang lagi dia akan menang.

"Gak mau ah! Masak yang menang Kak Lika terus. Cacha sama Bibi sama Lili kapan menangnya?" gadis kecil itu bersedekap, menatap Lika tajam. Tidak bisa dibiarkan jika sampai Selika menang untuk yang kesepuluh kalinya.

Cacha tentu saja merasa tak adil. Kenapa selika bisa menang terus? Sementara ia, Bibi, dan Lili tidak pernah menang.

Selika meniup rambutnya yang menjuntai ke depan wajah.

"Ya gak bisa gitu dong, Cacha. Salah Cacha sendiri kenapa mainnya gak hebat."

Ya Selika mana mau mengalah. Ini kan sudah nyaris kemenangannya yang kesepuluh, tidak akan Selika biarkan kalah begitu saja.

"Kak Cacha, udah dong, biarin Kak Lika main lagi. Abis Kak Lika kan giliran Lili. Lili kelamaan nih nunggu gilirannya."

Lika, gadis berusia lima tahun itu menyela. Pasalnya setelah ini adalah giliran Lili. Jika Cacha terus menghalangi Selika begitu, bagaimana caranya Lili bisa bermain?

"Gak bisa, Lili. Kak Lika nih mau menang sendiri. Masak iya dari tadi dia terus yang menang. Kita kapan menangnya coba?"

"Emangnya kalau menang dapet apa?" tanya Lili polos. Serius, Lili tidak tahu gunanya menang itu apa sampai-sampai Cacha begitu meributkannya.

Yang Lili tahu, ia hanya bermain. Mencoba gilirannya. Melihat yang lain bermain sampai gilirannya tiba lagi. Tidak tahu tuh, bagaimana cara menentukan pemenangnya. Lili akan ikut berteriak ketika ada yang menang. Dia akan bertepuk tangan dan tertawa riang padahal dia kalah.

Cacha membesarkan sebelah pipinya. Bagaimana ya, caranya menjelaskan pada Lili agar anak itu mengerti?

"Begini deh. Jadi, kalau Lili menang, nanti Lili dapet pahala. Lili tahu kan pahala?"

Lili mengangguk kecil. "Terus?"

"Kalau dapet pahala artinya bisa masuk surga. Emang Lili gak mau masuk surga?"

Bisa masuk surga ya? Selika yang tadi bengong menyimak, cukup terkesima juga dengan alasan Cacha bersikeras ingin menang.

Cuma main kelereng bisa masuk surga? Padahal kalau difikir-fikir lagi, apa hubungannya?

"Ya mau dong. Kak Cacha gimana sih."

"Nah, makanya kita harus menang. Lili sekarang ngerti kan?"

"Ooh. Oke!"

Lili mengacungkan satu ibu jarinya pada Cacha kemudian tersenyum. Jadi, kalau mau masuk surga tinggal menang main kelereng ya? Hebat sekali.

"Heh, bocah-bocah! Buruan mainnya, aku juga mau main nih, malah ngerumpi dulu." Bibi yang sejak tadi diam mengamati, meneriaki tiga gadis yang sedang berdebat itu.

Perempuan itu memang ribet. Sambil bersila di tanah, Bibi menopang dagunya.

Selika menatap Bibi tajam. Siapa katanya yang bocah? Benar-benar bocah tidak tahu diri.

"Ya makanya suruh Cacha geser!" gerutu Selika.

"Ribet ih, aku yang kalah dua puluh kali aja santai." Bibi menguap, kemudian menepuk-nepuk mulutnya agar tidak melebar, "ngantuk ih nungguin kalian ribut."

Selika [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang