"Lika. Sst. Psshh." Nessi memanggil-manggil Selika yang sedang menulis, mengerjakan tugas. Suaranya agak dipelankan. "Selika! Psssh." Selika tidak menyaut juga. "Selika! Woy!" Nessi menggebrak meja dan akhirnya suaranya dikeraskan.
"Apa sih?" Selika mendongak dengan santainya. Menatap Nessi seolah-olah bertanya, tidak merasa ada hal yang terjadi sebelumnya.
"Nyontek dong." Nessi nyengir lebar, mengangkat bukunya, memasang pose minta dikasihani.
Selika memutar bola matanya. "Nih." Kemudian mengulurkan bukunya pada Nessi di meja seberang. Kemudian kembali asik pada bukunya.
"Ehem. Mohon perhatiannya sebentar anak-anak!"
Di depan sana, seorang guru, sebut saja Bu Zimi yang baru masuk sedang berdiri meminta agar kelas lebih tenang, tidak ribut seperti tadi.
Kelas pun kemudian diam. Bukan karena permintaan Bu Zimi, melainkan pada cowok yang berdiri di samping guru itu.
Cowok itu berdiri santai di belakang guru. Sebelah tangannya dimasukkan ke saku, dan sebelah lagi memegang tali tas yang hanya sebelah talinya saja disampirkan ke bahu.
Ganteng.
Hampir semua mata terfokus ke wajah tenangnya, yang tampan dan tegas. Pandangan matanya tajam dan menawan. Seolah-olah siswi-siswi yang sedang terkagum-kagum salah fokus itu akan beku jika ditatap.
Mereka semua diam. Menunggu.
"Hari ini, kita kedatangan teman baru dari Jakarta." Bu Zimi akhirnya memberikan informasi yang mereka butuhkan, kemudian kelas agak ribut karena bisik-bisik kaum hawa mulai terdengar, beberapa cekikikan juga. "Gaza, silahkan perkenalkan diri ke teman-teman." Bu Zimi mempersilahkan Gaza untuk memperkenalkan diri.
Gaza tersenyum pada guru itu, kemudian mengangguk hormat.
Ada banyak jeritan tertahan ketika Gaza tersenyum. Namun teredam karena ada Bu Zimi di depan sana.
"Ehem." Gaza berdehem, entah kenapa perkenalan begini saja terasa agak canggung. "El Gaza Bagaskara. Gaza aja, biar lebih akrab."
Bu Zimi tersenyum. Kemudian menoleh lagi ke depan. "Gaza silahkan duduk di depan sana." Bu Zimi menunjukkan kursi kosong di bagian depan, di sebelah Ardi.
Gaza tersenyum lagi. "Makasih, Bu. Tapi saya boleh pilih kursi sendiri gak?"
Bu Zimi sedikit heran, kemudian karena permintaan Gaza tidak aneh-aneh dia mengiyakan saja.
Gaza lagi-lagi tersenyum. Yes.
Kemudian dia berjalan ke pojok belakang, dekat sudut. Ke sebelah gadis yang asik mencoret-coret bukunya sejak tadi, tidak menghiraukan sekitar, kemudian mendudukkan dirinya di sana.
Eh?
Sadar ada yang menarik kursi di sebelahnya, Selika menoleh. Kemudian matanya membulat. "GAZA?!" teriaknya, membuat seisi kelas menoleh ke arah Selika, kemudian lekas-lekas Selika membekap mulutnya, tersenyum canggung ke seisi kelas yang menatapnya dan memelankan suaranya lagi.
Gaza terkekeh melihat reaksi Selika.
"Kok kamu ada di sini?" bisik Selika pada Gaza, tidak ingin jadi pusat perhatian lagi. Namun ada beberapa orang yang tetap menatap ke arah mereka.
"Aku sekolah di sini mulai hari ini." Gaza menatap Selika, kemudian melirik buku yang sejak tadi gadis itu coret-coret, ternyata sedang membuat gambar kuda poni.
Selika mengangguk-ngangguk.
"Itu ... apa?" Gaza menunjuk buku yang Selika gambar. Dia tahu sih itu kuda, walau mirip keledai, tapi ada tanduk di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selika [Completed]
Teen FictionSelika Naurami itu kekanakan. Sukanya main layang-layang atau bongkar pasang. Dia tidak peka. Dia cuek. Dia tidak peduli terhadap lingkungan sekitar. Dia ... tetaplah dia yang hanya peduli pada lingkar dunia anak-anaknya. Dia selika, yang menarik se...