Udara sore menari-nari di atas dedaunan padi. Langit biru dengan beberapa awan seperti gula-gula kapas melukis langit. Selika merentangkan tangannya, kemudian bersenandung kecil sambil tertawa-tawa.
Selika belum pernah diboncengi seperti ini. Dan ternyata ... itu menyenangkan.
Selika jadi bisa sepuasnya menatap alam. Melihat padi yang menghijau. Bunga yang bermekaran. Kupu-kupu beterbangan. Atau burung pipit yang menghinggapi buah padi yang mulai menguning.
"Sel, lihat, itu lucu banget." Gaza menunjuk ke arah pedagang marmut. Ada banyak marmut dengan berbagai warna di sana.
Makhluk pengerat berbulu yang gembul itu menyita perhatian Selika.
"Iya, lucuuu." Selika bersorak, melipat tangannya yang dibentangkan kemudian berpegangan pada pinggang Gaza karena takut jatuh.
Kepalanya terus menoleh pada keranjang yang berisi marmut-marmut imut itu. "Tapi kasihan," lirihnya pelan kemudian menunduk.
Gaza, yang sejak tadi sudah salah tingkah, bahkan hampir hilang fokus karena Selika memeluknya. Ralat, berpegangan pada pinggangnya, tetap berusaha mendengarkan gadis di belakangnya itu.
"Kenapa?"
"Mereka terkurung. Gak bisa main sama temen-temennya. Pasti sedih deh."
"Kan mereka dikasih makan."
"Ya walaupun dikasih makan, tapi tetep sedih. Coba deh, kamu yang dikurung, gak bisa ketemu Lili atau temen-temen kamu, tapi kamunya dikasih makan banyak-banyak. Emang kamu bisa seneng?"
Gaza diam. Kemudian menimang-nimang. "Aku kan serumah sama Lili, jadi bisa ketemu tiap hari."
Gaza tertawa.
Selika cemberut. Bukan itu maksudnya. "Ih, Gaza!" kemudian menepuk bahu Gaza yang tertawa. "Ya udah, ganti contoh aja. Kamu dikasih makan banyak, tapi gak bisa main sama temen-temen kamu, gak bisa ketemu aku, ketemu Cacha, Bibi, sama yang lain. Kamu seneng gak?"
"Kalau dikasih makan banyak, tapi gak bisa ketemu kamu, ya aku nangis tiap hari."
"Kok gitu?"
"Kan makanannya gak enak." Gaza tertawa lagi. Kemudian membelokkan sepedanya. Sudah berapa lama ya, mereka bersepeda? Bahkan waktu saja sampai tidak terasa.
"Tapi kalau ketemu aku, kamu gak dikasih makan, gimana?"
"Ya kita pesen gofood aja. Hahahah."
Selika ikut tertawa di belakang. Gaza ini ... ada-ada saja.
Kemudian ia menoleh lagi ke kiri dan ke kanan. Banyak pedagang.
"Aku mau beli itu!"
Selika berteriak, sambil menunjuk ke arah pedagang gula-gula kapas. Matanya berbinar-binar.
Gaza kemudian melirik yang ditunjuk Selika. Tersenyum kecil, kemudian menghentikan kayuhan sepedanya.
Selika melompat, setengah berlari, namun terhenti ketika Gaza dengan cepat mencekal tangannya. "Ih, Gaza. Aku kan mau beli itu." Selika cemberut, tidak berhenti menatap gerobak gula-gula kapasnya.
"Aku aja yang beliin, kamu tunggu di sini. Oke!" Gaza kemudian menarik Selika, menyuruhnya menunggu dekat sepeda. Kemudian berlari menghampiri gerobak gula-gula kapas itu dan membeli satu.
"Ini." Gaza mengulurkan gula-gula kapasnya pada Selika yang sudah menatap dengan berbinar-binar, penuh keantusiasan.
"Makasih Gaza."
"Hm."
Gaza mengamati Selika yang sedang menggigit ujung-ujung gula-gula kapasnya. Gaza tidak suka makanan itu, tapi melihat Selika makan, Gaza jadi penasaran, padahal dia tahu rasanya sangat manis.
"Kamu mau?" Selika menyodorkan miliknya pada Gaza yang sejak tadi terus menatapnya.
Gaza menggeleng. "Enggak. Ngapain makan yang manis-manis gitu kalau kamu sendiri udah manis."
"Eh?" Selika menatap Gaza, "tapi aku gak ada gulanya."
Gaza tertawa. Kemudian geleng-geleng kepala.
"Kamu ada gulanya, tapi cuma aku yang bisa liat. Karena manisnya kamu cuma buat aku.",
Tawa selika menyembur. Lelucon macam itu. Tapi ... ada yang aneh. Kenapa dada Selika tiba-tiba berdetak tak karuan ya? Padahal Selika kan tidak dikejutkan. Pipinya juga terasa memanas. Aneh.
Kemudian memilih mengabaikan perasaannya, Selika menatap Gaza serius. "Super Gaza, ayo lanjutkan berkeliling semesta, penjahat harus ditangkap!" kemudian mengacungkan permen kapasnya ke udara.
Gaza terkekeh, kemudian memasang ekspresi serius, dan memberi hormat yang tegap pada Selika. "Siap laksanakan, Super Lika."
Dan mereka kembali bersepeda lagi, bersama Selika yang asik dengan gula-gula kapasnya di belakang sana. Satu tangannya memegang gula-gula kapas, satu lagi merengkuh pinggang Gaza, berpegangan.
Gaza tersenyum.
Baru kali ini naik sepeda bisa terasa semembahagiakan ini.
"Sel, kamu pernah suka sama seseorang gak?"
Selika menghentikan kegiatan menghabisi gula-gula kapasnya. Tampak berfikir dengan menggembung-gembungkan pipinya. "Pernah."
"Oh ya? Siapa?"
"Lili, soalnya imut. Jovi juga, dia lucu. Aku suka liat mereka, ngegemesin."
Gaza menghela nafas. Haruskah ia jelaskan?
"Maksud aku, orang yang kamu suka kayak pas kamu deket dia, dada kamu tiba-tiba berdebar-debar, detaknya cepet, trus muka kamu memanas, trus mungkin ngerasa canggung gitu. Pernah gak?"
Selika tampak berfikir lagi. Menatap punggung pemuda yang bertanya padanya tadi.
Jadi ... yang Selika alami tadi itu, tandanya dia suka Gaza ya?
"Kamu deh kayaknya," jawab Selika kemudian apa adanya. "Tapi aku gak canggung sama kamu tuh," tambahnya lagi.
Gaza bungkam. Gadis ini ... kenapa jujur sekali? Gaza kan jadi salah tingkah. Gugup juga. Ah, sialan.
Tapi tidak bisa Gaza pungkiri, Gaza senangnya luar biasa. Senyum kecil itu pun terbit tidak kira-kira.
***
"Tante, boleh kan?"
"Mama kamu gimana?"
"Mama sih gak pa-pa."
"Kamu beneran udah yakin?" Luna menatap Gaza serius.
Gaza mengangguk mantap.
"Ya udah."
"Ya udah apa tante?"
Luna memutar bola matanya.
"Ya udah boleh."
Gaza berbinar. "Beneran tante?"
"Iya, tapi sekolahnya yang bener, jangan bolos-bolosan lagi." [ ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Selika [Completed]
Teen FictionSelika Naurami itu kekanakan. Sukanya main layang-layang atau bongkar pasang. Dia tidak peka. Dia cuek. Dia tidak peduli terhadap lingkungan sekitar. Dia ... tetaplah dia yang hanya peduli pada lingkar dunia anak-anaknya. Dia selika, yang menarik se...