Kelomang (b)

125 16 3
                                    

"Li, apaan tuh?"

Selika yang baru mendudukkan diri di kursinya menoleh ke meja samping, ke arah Nessi lebih tepatnya. Ia dan Nessi tidak sebangku. Nessi lebih suka duduk di tengah-tengah, sementara Selika lebih suka duduk di pojok belakang.

"Kelomang." Selika mengangkat kelomangnya tinggi-tinggi dengan rasa bangga. Tentu saja dia berniat pamer. "Lucu kan?"

Nessi memutar matanya.

Apalagi sih, yang bisa membuat sahabatnya ini sebahagia itu selain mainan?

"Yaelah, Li. Udah gede juga masih main begituan."

Serobot Ali, cowok berperawakan tinggi yang baru datang itu. Kemudian duduk di kursi depan meja Selika. Mengamati gadis itu yang juga sedang mengamati kelomangnya.

"Biarin. Yang penting lucu, gak jelek kayak kamu," balas Selika sembari mencibir pada Ali.

"Yaampun, Li. Jujur banget sih? Disensor dikit gitu, biar Ali-nya gak kecewa."

Nessi menyela kemudian tertawa keras.

Nessi tidak habis fikir pada sahabatnya ini, jujur deh, seantero sekolah ini, cuma Selika yang berani dan sering mengatai Ali jelek. Cowok dengan tinggi 175 cm, senyum menawan, mata bulan sabit ketika tersenyum, ramah, humoris, pintar, apalagi dia ketua OSIS. Cuma orang dengan otak miring-miring yang berani mengatai makhluk sesempurna Ali jelek.

Dan Selika ... Selika kayaknya tidak tertarik dengan kriteria-kriteria itu. Buktinya dia lebih suka melihat kelomang dengan motif Doraemon-nya dibanding Ali yang cemberut, kesal karena diabaikan.

"Aku kasihan deh lihat kamu, Al." Nessi menyorot Ali seolah-seolah iba. Kemudian terkekeh lagi, "Udah ditolak, dihina lagi. Hahahaha."

Nessi tertawa semakin keras. Menepuk-nepuk meja di depannya.

Seisi kelas yang mendengarnya juga ikut cekikikan.

Bagaimana tidak, seisi kelas ini tahu bahwa Ali menyukai Selika. Tapi ya begitu, gadis itu tidak ada progres apa pun dan terkesan cuek-cuek saja. Dasar tidak peka.

Atau kadang Ali juga sering menggombali Selika dengan kata-kata manis, tapi tetap saja tidak ada perubahan. Selika menanggapi seadanya, atau kadang malah bertanya kalau tidak paham maksudnya. Jadilah Ali ditertawakan seisi kelas lagi.

Jadi ... karena semua cara tidak berhasil, Ali memilih untuk sering menjahili atau mengusik gadis itu. Dan semua terbukti, Selika jadi sering menanggapinya. Walau tanggapannya kadang penuh kejengkelan sih, tapi tidak apa-apa. Selama Selika merespon, ya tidak apa-apa.

"Bisa diem gak sih, Nes?" Ali menyorot Nessi tajam. Kesal dengan gadis itu yang setiap hari tidak jera-jera meledeknya. "Aku lempar cinta nih!"

Ali meletakkan tangannya di dada, kemudian mengacungkannya ke depan dan membentuk finger heart dengan jarinya seperti lambang hati ala Korea dengan wajah cemberut ke arah Nessi.

Nessi mengayunkan kedua tangannya, seolah-olah menangkap kiriman tak kasat mata Ali dan kemudian melemparnya pada Selika. "Buang cinta kan? Hahaha." Lagi-lagi Nessi tertawa.

Selika yang masih sibuk mengamati kelomangnya, tiba-tiba memeragakan seperti yang dilakukan Nessi tadi. Menangkap kiriman tak kasat mata Nessi dan melemparnya ke tong sampah dekat pojok belakang kursinya. "Jangan buang sampah sembarangan," ujarnya kemudian.

"HAHAHAHAHAH."

Nessi otomatis terpingkal-pingkal. Pukulannya di meja semakin kuat. "Aduh-aduh. Perutku sakit," ucapnya di sela-sela tawa sambil memegangi perutnya yang melilit karena tertawa tidak henti-henti.

Selika [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang