Sobekan Satu

1.4K 93 65
                                    

Sobekan satu:si bungsu itu aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sobekan satu:
si bungsu itu aku

[ASA]








Sungguh saat ini pikiranku berlalang buana tak karuan. Bertemankan lamunan, aku nopang dagu pada pembatas jembatan, termenung dalam lembayung senja. Mengartikan beberapa kata yang tak pernah rampung terjawab. Lalu tiba-tiba saja suara bariton seseorang yang tak begitu asing terdengar menyapa telingaku.

"Dirga, enggak pulang ke rumah, dek?" tanyanya.

Aku menghembuskan napas, "Duluan saja, pasti ibu sudah menunggumu," jawabku tak berminat memberikan atensiku padanya barang sedikit pun.

"Ibu juga pasti menunggumu, ayo pulang bersama."

Oh, aku sangat kesal mendengar keramah tamahannya yang begitu bengis. Ibu menungguku? Ah... bolehkah aku berharap begitu?

"Duluan saja, aku ingin singgah ke minimarket," ucapku sambil berlalu meninggalkannya.

"Jangan terlalu lama, hari sudah gelap."





[ASA]





Makan di meja makan bersama membuatku merasa canggung. Rasanya aku ini seperti orang asing yang ikut bergabung bersama mereka.

"Kak, gimana tadi sekolahnya?" tanya ibu membuka pembicaraan ketika semua tengah selesai dengan santapannya.

"Bisa."

"Anak ibu memang bisa diandalkan," jawab ibuku dengan senyuman yang merekah indah bak bidadari.

Aku menunggu ibu melontarkan pertanyaan yang sama padaku. Namun, tiba-tiba saja semua beranjak dari tempatnya. Ibu langsung sibuk dengan cucian piringnya. Ayah dan kakak sudah kembali sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Sisa aku di sini. Mencoba menunggu ibu melontarkan perkataan untukku.

"Dek." Jujur kini bibirku membentuk kurva parabola. Ini yang sedari tadi ku inginkan. Aku langsung menaruh atas penuh pada ibu.

"sampai kapan mau di sini?" tanya ibu.

"Ah, iya, ini mau kembali ke kamar," jawabku sambil berdiri dari dudukkan. Entah mengapa dadaku kini terasa sesak seperti ditanam dengan sebongkah batang mawar penuh duri.

Baru saja kaki ini menapak untuk menyapu jarak. Ibu kembali bersuara. Bolehkah aku berharap kali ini?

"Jangan lupa belajar. Coba contoh kakakmu." Salahkan diri ini yang begitu menaruh asa. Sungguh bukan ini ucapan yang ingin aku dengar dari mulut ibu.





Tolong beri tahu aku
Makna sebuah kata banding
Yang tersanding denganku
Bersama si sulung




























Tolong beri tahu akuMakna sebuah kata banding Yang tersanding dengankuBersama si sulung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku rasa
Sebuah asa
Tak menaruh kuasa

[ASA]








[dipublikasikan saat baterai mencapai 3%]

ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang