Sobekan Tiga:
Keadaan itu Mendewasakan[ASA]
"Dek, kamu keringatan, kenapa?" tanya lelaki yang bersandang si sulung di keluarga ini. Entah sejak kapan ia berada di kamar. Namun peduli apa, kini aku mengedarkan pandanganku keseluruh penjuru kamar mencoba mengisi keseluruhan nyawaku yang masih belum terkumpul dengan baik.
Sama seperti yang ia katakan, aku merasa tubuhku dibanjiri keringat. Aku mencoba bangun dari posisi tidurku, menyeka peluh keringat yang berada di wajah dan leherku.
"Ayo makan dulu, supaya tubuhmu kembali fit." Tangannya mengulurkan semangkuk bubur padaku. Baru saja aku mengulurkan tangan untuk mengambilnya ia kembali menarik mangkuk tersebut.
"Mau disuapi?"
Mataku langsung membulat mendengar penuturannya. Langsung saja tangan ini mengambil paksa mangkuk tersebut dari tangannya. "Tidak, aku bisa sendiri," ucapku.
Ia terkekeh, "Dirga, kamu malu?" tanyanya dengan nada menggoda. Aku hanya memasang wajah datar, tak tertarik memberikan atensi padanya. Aku tak habis pikir kenapa si sulung ini gemar sekali melontarkan pertanyaan yang retoris? Terlalu basa-basi pikirku.
Aku melahap bubur tersebut, tidak ada pembicaraan diantara kami. Si sulung kini hanya sibuk menatap isi kamarku, aku bisa melihat samar, sudut bibirnya kini terangkat. Membentuk kurva parabola yang sempurna.
"Kalian sedang apa?" Suara seseorang tiba-tiba menginstrupsi dari luar kamarku. Suaranya amat lembut namun tak selembut ucapannya.
"Tidak, hanya membawakan adek bubur. "
"Loh, memangnya adek enggak bisa ambil sendiri?" Kini pandangan ibu terarah padaku, namun aku hanya menunduk tak berani menatapnya. "dek, jangan membuat kakakmu repot, dia juga punya banyak tugas."
Setelah itu ibu berlalu begitu saja tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya. Ibu selalu seperti itu. Selalu menyimpulkan apa yang ia lihat tanpa mau tahu apa yang terjadi.
"Tidak perlu-"
"Bisa kakak keluar, aku ingin ganti baju," alibiku memotong ucapannya. Si sulung mengangguk, mengambil mangkuk bekasku dan berlalu keluar dari kamarku.
Aku tak menaruh benci pada si sulung. Hanya keadaannya saja yang terlalu kejam hingga membuatku seakan membencinya.
Aku rasa
Sebuah asa
Tak menaruh kuasa[ASA]
[semangatku, komentarmu]