Merpati

182 49 4
                                    

"Jiya!"

Tanpa menoleh, juga tanpa melirik sedikit pun. Jiyeon berlalu pergi, melenggang begitu saja melewati Taehyung juga kedua kawan akrabnya. Saat hendak meraih pergelangan tangan Jiyeon, dengan sadis Soojung menampik. Gadis bermarga Jung itu mendelik sengit ke arah Taehyung.

"Jung Soojung sangat menyeramkan," bisik Bobby dengan wajah tercengang yang kemudian diamini Yuta. Ketiganya masih menatap kepergian Jiyeon dan Soojung hingga hilang ditelan pintu kelas.

"Kau sendiri kenapa masih saja menjahili Jiyeon."

"Jelas gadis itu sudah sangat muak denganmu," tambah Yuta mengiyakan.

"Jiyeon itu menggemaskan sekali kalau digoda. Dia akan berteriak dan marah, bahkan bisa saja memukulmu dengan sadis." Jelaga Taehyung tampak menerawang. Mengingat kembali momen keganasan Jiyeon yang dapat julukan singa betina. Sesekali Taehyung terkekeh, persis seperti orang gila.

"Oh, manーsudah begini dan kau masih saja bilang tidak menyukainya?"

"Sepertinya kau punya masalah penerimaan diri sendiri," sindir Bobby. Tidak habis pikir dengan Taehyung yang masih saja menyangkal padahal tingkah menunjukkan sebaliknya.

"Jiyeon itu banyak yang menyukai, telat sedikit saja kau bisa kalah langkah."

Kalimat terakhir dari Yuta membuat Taehyung sedikit terusik. Lirikan tajam dari ekor mata hanya membuahkan gendikan di bahu pria Jepang tersebut. Benar, tidak ada yang salah dari apa yang dikatakan Yuta. Hanya saja Taehyung tak suka mendengarnya. Cukup Kris saja waktu itu sudah membuat Taehyung seperti kebakaran jenggot, jangan ada Kris yang lain.

Kim Taehyung sebenarnya tidak berbohongーsama sekaliーsaat menjawab pertanyaan Bobby waktu itu, terkait perasaannya. Memang benar Taehyung tidak menyukai Jiyeon. Semua hal gila yang selama ini ia lakukan, murni karena rasa iri. Dahi Taehyung sedikit mengernyit tak nyaman kala perasaan itu merambah ke permukaan.

Iri.

Taehyung iri sekali dengan Park Jiyeon yang tampak begitu bebas. Seakan bisa merengkuh apa pun yang dia mau dalam genggaman tangannya yang kecil. Park Jiyeon itu definisi nyata seekor merpati di mata Taehyung. Bebas menjadi diri sendiri, terbang ke sana kemari. Sedangkan Taehyung adalah burung mahal yang tersimpan dalam sangkar. Arah geraknya terbatas.

Lalu entah sejak kapan rasa iri itu berubah. Menjadi perasaan yang kerap kali Taehyung sangkal. Ada perasaan aneh yang menyeruak begitu Taehyung membantah. Rasa tak nyaman tetapi lebih kepadaーkecewa?

Kembali Bobby memberi nasehat. Menarik Taehyung dari kontemplasi singkat. "Kau tidak boleh terus menyangkal, Tae. Akui saja kalau kau memang menyukainya. Setidaknya kau bisa lebih bebas berekspresi."

"Suka, ya?" gumam Taehyung lirih.

***

Begitu mobil yang ditumpangi berhenti, Taehyung bergegas turun, tak lupa sebelumnya mengucapkan terimakasih pada paman Jang yang telah menjemput. Ekor matanya melirik singkat ke arah bodyguard yang sigap berdiri dan membungkuk hormat melihat eksistensi Taehyung. Helaan nafas meluncur begitu saja ketika pemandangan yang sudah jadi makanan sehari-hari berubah begitu memuakkan dalam benak Taehyung.

"Taehyung, duduk dulu," sambut Mama begitu presensi Taehyung memasuki rumah. Tanpa membantah, pria itu mendudukkan diri di sofa tunggal depan kedua orang tua.

"Jadi beginiー" kedua tangan Nyonya Kim saling bertaut gugup. Sesekali melirik kearah Tuan Kim yang tampak tenang dalam duduknya. "Mama dan Papa berencana untuk pindah ke Jerman karena Papamu akan membuka cabang perusahaan baru di sana."

[ ✓ ]Saling; ーKim TaehyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang