"Ini hanyalah sebuah permainan. Gue yakin gue nggak akan jatuh cinta sama lo Jean"
- Elvano Savian Altezza
****
Seperti biasa suasana Kantin di SMA Garuda sangat ramai. Segerombolan laki-laki yang duduk di pojok kantin sedang heboh sendiri seakan-akan dunia hanya milik mereka. Segerombolan laki-laki itu memiliki sebuah geng yang memiliki tingkatan paling tinggi di Sekolahnya membuat mereka ditakuti dan tidak ada yang berani macam-macam.
Sebuah geng dengan nama Grexda yang beranggotakan Galen, Ray dan Arvin dan dipimpin oleh Elvano Savian Altezza. Ia merupakan salah satu most wanted di Sekolahnya karena wajahnya yang menawan tidak heran banyak perempuan yang mendekatinya.
Ayahnya adalah pemilik perusahaan terbesar di Indonesia jadi jangan menganggap remeh semua barang yang ia kenakan ataupun yang ia bawa karena sudah pasti harganya tidak main-main.
"Eh itu bakso buat gue kan?,"tanya Galen saat melihat Arvin datang membawa dua mangkok bakso ditangannya.
"Kegeeran lo ini mah buat bos kita."
"Lah kok Elvano doang yang dibeliin gue nggak?" protes Galen
"Ya, lo beli sendiri lah enak aja lo nyuruh-nyuruh gue,"sahut Arvin sambil memberikan salah satu mangkok baksonya pada Elvano.
"Dasar temen laknat ya lo Vin,"ujar Galen kesal.
Hal itu membuat Elvano dan Arvin tertawa hingga membuat bahu mereka terguncang.
"Gue beli nanti aja deh males berdiri. Si Ray mana kok nggak ada?" tanya Galen saat menyadari Ray tidak ada di antara mereka.
"Katanya lagi ada urusan buat tugas," sahut Elvano.
"Rajin bener tuh orang bikin tugas," menyadari sesuatu kemudian Galen berteriak heboh hingga membuat banyak pasang mata menoleh ke arah mereka. "EH KALIAN MAKAN NGGAK TUNGGUIN GUE?!"
"Nggak lah," jawab mereka berdua bersamaan kemudian bertos ria.
"Lagian lo siapa suruh pake acara nanti-nanti lagi," ucap Arvin. Belum sempat Galen menyahuti perkataan Arvin sebuah suara menginterupsi mereka.
"Hai," sapa gadis itu. Dia adalah Klara Fransisca sahabat Elvano dari kelas 7 SMP. Tidak heran mereka sangat dekat. Bahkan, banyak orang mengira bahwa mereka sebenarnya pacaran karena melihat kedekatan mereka. Tapi tentu saja mereka hanya sahabat. Tidak lebih.
Kemudian Klara duduk tepat disebelah Elvano. "El tau nggak sih tadi gue ketemu sama cewek aneh," kata Klara sambil memasang wajah sebalnya
"Cewek aneh? Lo nggak yang aneh?" jawab Elvano sambil memakan baksonya
"Ish Lo mah gua lagi cerita dengerin dong," kata gadis itu mempoutkan bibirnya
Elvano terkekeh pelan, "iya gue dengerin."
"Tadi cewek itu nabrak gue udah tau salah malah diem doang nggak minta maaf ke gue kan nyebelin,"ucap gadis itu memasang wajah kesal.
"Memang beneran ada ya orang kayak gitu?" tanya Elvano.
"Ada lah barusan juga gue cerita ada. Kalau nggak salah sih dia anak baru seangkatan sama kita kok tapi gue lupa siapa namanya," jawab Klara.
"Oh, itu namanya Jean Adeline kelas sebelas ipa dua," timpal Arvin
Klara menaikkan sebelah alisnya, "kok lo bisa tau namanya?"
"Tau dong. Siapa sih yang nggak tau Jean? baru aja masuk satu minggu udah punya julukan putri es."
"Oh Jean memang wajar sih dikasi julukan kayak gitu cantik tapi jutek banget!" ucap Galen tiba-tiba ikutan dalam pembicaraan temannya.
Elvano hanya diam menyimak pembicaraan teman-temannya. Diam-diam ia merasa tertarik.
"Udah jangan ngomongin dia lagi kesel dengernya," ujar Klara membuat Arvin dan Galen terdiam sebentar kemudian Galen berujar, "gimana kalau kita main truth or dare?"
Arvin yang duduk disebelahnya menolehkan kepalanya, "tumben main ginian mau jadi hits ya lo?"
"Yoi bro biar jadi kids zaman now," jawab Galen cengengesan membuat ketiga orang yang mendegarnya hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tingkah konyol temannya.
Kemudian Galen memutar botol yang sudah kosong hingga berhenti dan mengarah pada Klara.
"Truth or dare?"
"Truth," jawab Klara mencari aman karena ia tahu pasti jika memilih dare ia akan diberi tantangan yang tidak masuk akal mengingat ia sedang bermain dengan Galen. Orang paling absurd di geng Grexda.
Galen memicingkan matanya menatap Klara "lo suka sama El?"
Tanpa ragu Klara menjawab, "suka. Kan dia sahabat gue."
Galen mengangguk-anggukkan kepalanya dengan jawaban yang diberikan Klara.
Kemudian ia memutar kembali botol tersebut hingga mengarah tepat pada Elvano.
"Truth or dare?"
"Dare" Elvano mengatakannya dengan yakin.
"Gue aja yang kasih dare" Klara mengatakannya tiba-tiba. "Gue mau lo deketin si Jean terus jadiin dia pacar lo. Kalau udah jadi pacar lo langsung putusin. Gue kasi waktu lo satu bulan"
"WOOO,"sorak Arvin dan Galen bersamaan.
"Sadis banget lo Klar."Galen menatap Klara tidak percaya dengan kata-katanya barusan.
"Gue nggak mau buang-buang waktu gue aja."
"Ayolah El demi gue," bujuk Klara sambil mengguncang-guncang lengan Elvano.
"Jangan-jangan lo takut lagi El dia nggak mau terima lo?"celetuk Arvin.
Elvano mengangkat kedua alisnya merasa tertantang, "oke gue terima."
Sebenarnya Arvin sengaja mengatakan hal itu. Ia sudah hapal betul dengan karakter temannya yang satu ini. Ia yakin sekali Elvano akan menggunakan segala cara untuk mendapatkan Jean. Temannya yang satu ini memang sangat menyukai tantangan. Dan satu hal lagi. Ia benci kekalahan.
Kemudian Elvano mengambil mangkok baksonya dan beranjak dari kursinya . "Woi mau kemana lo?", teriak Galen melihat temannya sudah melangkahkan kakinya.
"Mau jalanin misi dulu,"balas Elvano.
Klara yang melihat hal itu tersenyum penuh kemenangan. Ia sangat benci dengan Jean walaupun tadi adalah kali pertama mereka bertemu. Entahlah kenapa. Sepertinya Klara merasa tersaingi karena takut Jean akan mengambil posisinya sebagai ratu sekolah.
'Rasain lo Jean gue pastiin lo bakal kalah'
****
HAI GUYSSSSS
Jadi ini cerita pertama yang kita buatt. sesuai nama akun ini, cerita dibuat sama dua orang. Eve dan Nell.
Oh ya karena ini baru tahap pengenalan jadi masih biasa aja di cerita berikutnya kita pastiin bakal lebih seru.Semoga kalian suka yaaa..
jangan lupa untuk tinggalin comment dan vote di cerita kitamakasiii banyakkkkk ♥️
YOU ARE READING
DARE
Teen FictionIni semua berawal dari sebuah tantangan yang diberikan sahabatnya pada Elvano untuk mendekati Jean Adeline si Putri Es hingga menjadi sebuah cinta yang berujung pada kepedihan dan penyesalan.