Memoleskan sedikit lipstik, bibirnya tersenyum sempurna. Cantik, puji Sheila untuk dirinya sendiri. Ia kini sudah siap untuk berangkat sekolah, padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit. Tapi ia masih dengan santainya, berdandan depan cerminnya.
Tadi waktu Sheila diantarkan Adit. Kebetulan rumahnya neneknya itu sudah terbuka, untung Mbok Siti- asisten rumah tangganya baik hati. Jadilah Sheila aman sentausa dari terkamaan Emmi, Neneknya.
"SHEILA!" Teriak Emmi berkacak pinggang, melihat Sheila yang masih merias wajahnya.
"Ini udah siang, sana kamu berangkat!" Titah Emmi sedikit berteriak. Sheila menatap Emmi, lalu berdecak.
"Masak dari tadi dandan gak selesai-selesai. Kamu mau sekolah atau kemana sih!" greget Emmi. Sedangkan Sheila masih diam tak menggubris.
"Udah sana kamu berangkat! Awas aja kalau bolos," ancamnya. Sheila beranjak dari duduknya, ia mengambil tas sekolahnya. Tapi ia terdiam melihat kunci motor Adit yang terletak tak jauh dari tasnya. Ia jadi ingat bagaimana Adit nanti berangkat sekolah. Adit naik apa? Kan kuncinya masih dibawa Sheila.
"Sheila! Malah bengong, bentar lagi kamu masuk! Ntar telat!" Omel Emmi melihat Sheila yang diam. Sheila juga bingung pada dirinya sendiri, mengapa ia malah memikirkan si cupu itu sih?
Dengan malas Sheila mengambil kunci itu, lalu bergegas ke bawah. Di sana sudah ada sopir, yang mengantar-jemput Sheila. Sheila menyalami Emmi terlebih dahulu sebelum berangkat. Memang sih, ia bandel dan keras batu. Tapi sekeras-kerasnya Sheila, ia masih bisa tahu diri. Emmi telah membantunya banyak untuk saat ini.
"Sheila berangkat dulu ya!" pamit Sheila. Emmi mengangguk seraya tersenyum. Ia dapat memaklumi sifat Sheila yang keras, mengingat cucunya yang memiliki usia semuda ini malah bergelut dengan masalah yang cukup berat. Anak mana pun, pasti akan merasakan sama.
Gerbang SMA Tunas Bangsa sudah tertutup rapat. Sheila menatap gerbang berwarna keemasan itu dengan marah. Jam menunjukkan pukul hampir setengah delapan. Tadi, jalanan sempat macet, Sheila membenci semua itu. Padahal Sheila juga sering terlambat, tapi entah mengapa kali ini ia benar-benar tidak bisa santai.
"Woy! Bukain, gue mau belajar!" teriak Sheila gusar.
"Bukain woy!"
"Ish, gue mau sekolah!"
Satpam sekolah melihat Sheila yang teriak sedari tadi. "Mbak Sheila telat lagi, to?" Satpam itu sampai mengenal Sheila karena sudah menjadi langganan datang terlambat.
"Udah tau pakek tanya segala!" bentak Sheila. Pak Satpam hanya mengelus dadanya sabar.
"Cepet, Pak. Bukain, gak tahu panas apa!" Gerutu Sheila karena pagi ini sinar matahari sangat menusuk kulitnya. Satpam itupun membuka kunci gerbang, lalu mempersilahkan Sheila untuk masuk.
Sheila dengan sumringah sambil mengibaskan tangannya itu akibat keringat. Ia melangkah pergi menuju kelas neraka itu.
"Eh Mbak Sheila! Kan telat, tunggu dulu mbak. Mbak diberi sanksi dulu." Teriak Satpam itu. Sheila menatap satpam itu dengan sengit. "Oh Bapak gak tahu saya ya?"
Satpam itu meneguk salivanya dalam-dalam. "Ya sudah, monggo. Tapi besok-besok kalo telat lagi, bapak minta persetujuan dari guru BK ya, Mbak!" Sheila dengan angkuh menatap sinis satpam itu, lalu melangkahkan kakinya. Langkah Sheila menyusuri koridor, melewati tangga menuju kelasnya. Saat sudah berada di depan pintu kelasnya, Sheila membukanya dengan malas. Di sana sudah ada guru yang mengajar. Sheila dengan tidak sopan memasuki kelas begitu saja.
"Hey, kamu!" panggil Bu Rita. Sheila tak menanggapi, ia memilih duduk ditempatnya.
"Kamu, kenapa terlambat?" tanya Bu Rita.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nerd Boy
Teen FictionAdit, cowok pintar, kesayangan guru, si kutu buku, dan terkenal karena kepintarannya. Akan tetapi, menurut Sheila. Adit baginya seperti boneka nya yang selalu ia permainkan. Sheila, cewek yang terkenal karena kenakalan nya. Namanya pun kerap me...