Sheila menatap Adit yang berada di samping keranjangnya.
"Kenapa lo masih disini?" ujar Sheila dengan nada tak suka.
"Ya terus? Gak boleh ya aku disini?" Sheila memutarkan mata malasnya.
Rebecca, Jessica dan Nessa tadi pamit keluar sebentar. Katanya mereka ingin pergi ke restaurant terdekat. Mengingat mereka tadi belum sempat makan apa-apa. Begitupun dengan Sheila, ia juga ingin ikut bersama teman-temannya. Tapi Rebecca menolak itu, Ia menjanjikan akan membawa makanan untuk Sheila. Dengan bujukan itu Sheila langsung mengiyakan, ia tidak suka dengan makanan rumah sakit. Rasanya tidak enak dan hambar menurutnya.
"Napa lo gak pulang aja?" usir Sheila secara terang-terangan.
"Entar siapa yang jagain kamu di sini? Kan teman-teman kamu masih di luar. Apalagi katanya Nenek kamu masih belum kesini kan?" jawab Adit sebagai alasan.
Sheila mendengus. "Gue bukan anak kecil kali. Lagian gue udah gak apa-apa."
Adit tersenyum kikuk. "Oh yaudah kalau gitu. Aku mau pulang dulu ya, Shel. Semoga cepat sembuh."
"Eh tunggu, Dit!" sergah Sheila setengah berteriak. Adit membalikkan badannya, menunggu Sheila melanjutkan perkataannya.
"Jangan pergi." Adit mengerutkan dahinya.
"Temenin gue ya," pinta Sheila.
Bibir Adit sedikit tertarik, ia senyum walaupun tak terlalu tampak. Adit melangkah mendekati Sheila."Gue mau keluar, bosen disini."
"Kan kamu masih sakit, mana boleh keluar," kata Adit menasehati.
"Gue sehat bugar kek gini, lo bilang sakit?" kesal Sheila.
"Lagian gue bosen di ruangan ini."
"Ya udah aku mau cari kursi roda dulu ya." Ucap Adit pergi beranjak meninggalkan Sheila.
Sheila ingin mencegah Adit, jika ia bisa berjalan tanpa kursi roda. Tapi niatnya itu sia-sia, karena Adit sudah pergi terlebih dahulu.
Tak menunggu lama, Adit kembali dengan membawa kursi roda. Sheila yang melihat Adit menatapnya sinis.
"Gue gak pincang kali. Pake kursi roda segala. Ribet," gerutu Sheila.
"Udah bagus aku bawain. Gak boleh kebanyakan komentar, oke?" Sheila memutar mata malasnya lagi.
Adit menuntun Sheila agar bisa duduk di kursi roda. Setelah Sheila duduk, ia memikirkan jika perkataan Adit tadi ada benarnya juga. Ia sempat berdiri tadi saat dituntun Adit, tapi kakinya masih lemas untuk berjalan. Adit mendorong kursi roda yang ditumpangi Sheila.
"Kita mau kemana nih?" tanya Adit.
Sheila tampak berpikir, "Ke taman Rumah Sakit ini."
Dengan semangat, Adit mendorong kursi roda Sheila. Ia menuju taman yang dimaksud Sheila itu.
"Nah gini, gue kan jadi gak bosen," seru Sheila senang. Adit yang menatap Sheila ikut senang.
"Kamu kok bisa kecelakaan sih, Shel? Belum lancar ya nyetir mobilnya?" ledek Adit.
Sheila terdiam sebentar, sejenak ia menjadi teringat kejadian semalam. Sheila sempat melihat Mamanya tengah bercumbu dengan laki-laki lain, sosok seseorang yang telah menghancurkan hidupnya.
Adit yang melihat Sheila tak merespon, tetapi justru cewek itu melamun. Adit berkata, "Kamu gak papa Shel?"
Sheila tersadar dari lamunannya. Ia menghembuskan napas beratnya. Lalu menatap Adit lamat. "Enak aja lo! Gue nih udah berpengalaman ya bawa mobil."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nerd Boy
Teen FictionAdit, cowok pintar, kesayangan guru, si kutu buku, dan terkenal karena kepintarannya. Akan tetapi, menurut Sheila. Adit baginya seperti boneka nya yang selalu ia permainkan. Sheila, cewek yang terkenal karena kenakalan nya. Namanya pun kerap me...