Tanpa karena, dan rencana
kita dipertemukan kembali disituasi, dan tempat yang berbeda, serta cara yang berbeda pula.Di kedai dengan ornamen vintage, lampu yang temaram, serta istrumen musik klasik menambah kesan tentram.
Kita hanya di sekat oleh meja yang berukuran sembilan puluh kali enam puluh cm. Powerbank dan ponsel pintar yang berbaring di atas meja pun menjadi saksi kecanggungan diantara kita, namun buku menu makanan yang sudah mulai pudar warna, menjadi magnet untuk kita memulai dialog.
"Mau pesan apa?"
"Terserah kamu, samain aja"
Menunggu makanan datang, kita hanya menunduk dan memegang ponsel kita masing-masing. Tak ada perbincangan hangat, karena tak ada bahan obrolan yang menarik, dan bingung pula mau bahas apa.
Bahas masa lalu?
Itu kan sudah berlalu.*
"Permisi ka, Ini dua cokelat hangat, dan roti kacang hijau nya"
"Iyaa, terimaksih,"
Wanita yang mengenakan kaos putih dan celana denim itu pun pergi ketempat kasir, setelah mengantarkan pesanan kami.
"Silakan, di minum coklat hangatnya, lumayan buat menghangatkan tenggorokan dan menengankan pikiran" ucapku sambil menaruh ponsel di atas meja dekat asbak berwarna hitam.
Ia, hanya menganggukan kepala dan melempar senyum, tanpa satu kata pun terucap.
Sementara itu, di luar kedai tampak gerimis.
Senyum mu yang manis, membuat aku pesimis melupakan mu, dan kenangan manis itu kembali menghisa ingatan; tentang mu.