Bagian 7 - First Step

237 28 2
                                    

The Last Wizard

Langit semakin menggelap dan matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Kris baru saja keluar, mengitari hutan dan perbukitan untuk sekedar mengecek keadaan.

Ia turun dari kudanya, mengikat kuda itu kembali di dekat kuda William yang tengah mengunyah rumput.

Saat memasuki rumah itu dia di suguhi dengan pemandangan yang sering kali dia lihat akhir-akhir ini. Dimana Richard menatap marah pada William, dan William menatap kesal pada Richard. Entah apa yang kali ini mereka perdebatkan.

Kris memilih melepas rompinya dan menaruh pedang kesayangannya di atas meja sambil memandang kedua orang di depannya yang masih sibuk bertengkar.

Richard menatap William remeh. Pasalnya ia terpaksa harus mengenakan pakaian layaknya rakyat biasa, dan itu semua atas suruhan William.

"Aku tidak mau."

"Kau tidak mau? Artinya kau ingin mati, mendekatlah akan ku tebas sendiri kepalamu! "
William berteriak kesal.

"Kau berani padaku?"

"Ya, kau tidak berarti sekarang," sarkas William yang membuat wajah Richard merah padam.

Kris menatap mereka berdua jengah.

"Lakukan saja. Anda tidak mungkin memakai pakaian yang sama setelah anda menjadi buronan, bukan? "sela Kris pada akhirnya.

"Dengar kan pengawalmu, jika kau tidak mendengarkanku paling tidak dengarkan dia!"
William mulai kehabisan kesabaran.
Tingkah Richard yang keras kepala dan susah di atur membuatnya sering naik darah. Ia memilih masuk ke dalam kamar kakeknya menghentakkan kaki seperti anak kecil dan tidak melanjutkan pertengkarannya. Kris menggeleng heran lada tingkah kekanakan mereka.

William menggebrak meja dan meremas kertas-kertas, melampiaskan kekesalannya di dalam bilik itu. "Bagaimana bisa aku membantu laki-laki idot itu mempertahankan tahtanya?" gerutu William muram.

"Tolong makhlumi dia, dia masih sangat muda." Suara dari balik punggungnya menyahuti. Kris berdiri di belakangnya. William berbalik menatap laki-laki di depannya, sambil melipat kedua tangannya di dada.

Kris berjalan mendekati rak berisi buku-buku.  Mengabsenkan jemarinya pada jajaran buku lusuh itu.

"Kakekmu mengoleksi semua ini?"

William masih diam memperhatikan tanpa ingin menjawab.

"Baiklah aku tidak akan menyentuhnya," lanjut Kris.

"Aku ingin membahas sesuatu denganmu. Ada hal yang perlu kita bahas." Kris yang notabenya lebih waras memulai percakapan dengan lebih lembut.

"Apa itu?"

Kris mendekat ke arah William, menarik sebuah kursi dan mendudukinya.

"Apa rencanamu setelah ini?" ucap William lagi.

"Aku akan menemui penasehat kerajaan untuk mengetahui keadaan di dalam istana. Hanya dia satu-satunya orang dalam yang masih bisa di percaya."

"Kau yakin? Bisa jadi dia juga berpihak pada musuh?"

"Tidak akan, penasehat kerajaan orang yang terpilih. Dia keturunan Merlian yang tersisa, dan yang aku tahu pihak raja terdahulu dengan keluarga Merlian yang membuat kesepakatan seumur hidup . Hal itu bukan perjanjian biasa menurutku jadi mustahil baginya untuk berkhianat, " jelasnya.

Wajah William berubah saat Kris mengatakan sesuatu tentang Merlian. Kedua irisnya bergerak gelisah.

"Kau? Tahu soal Merlian?" ucapnya seketika.

THE LAST WIZARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang