"Minumlah," Jisoo mengulurkan tangannya yang saat ini sedang menggenggam secangkir teh hangat ke arah perempuan di depannya. Namun tidak ada respon, perempuan itu hanya menatap kosong uluran tangannya. Jisoo menghembuskan nafas pelan. "Aku taruh minuman dan makanan di meja."
"Kalau perlu bantuan, kau bisa memanggilku," ucap Jisoo seraya menampilkan tersenyum tipis. "Oh aku belum memperkenalkan diri bukan? Baiklah, saat ingin memanggil kau bisa bicara seperti ini, 'Jichu, awku bwutuh bwancuan, kmwalilah' begitu."
Jisoo terkekeh kecil saat perempuan itu sudah ingin meliriknya saat ia menampilkan jurus aegyo yang sangat jarang dirinya keluarkan. Lihat, perempuan itu bahkan sudah mulai mengeluarkan ekspresinya. Seolah sedang berkata, apa-kau-bodoh? Melalui tatapannya untuk Jisoo.
"Kenapa kau membawaku kemari?" tanya perempuan itu dengan nada datar.
Mendengar itu, Jisoo menghembuskan nafas. Ia senang setidaknya perempuan itu sudah mulai membuka suara setelah berjam-jam hanya duduk termenung. Jisoo memberanikan untuk mendudukkan dirinya di sebelah perempuan tersebut.
"Besok aku akan mengantarmu lagi ke rumah sakit. Namun sekarang, beristirahatlah di rumahku," ucap Jisoo seraya menatap mata perempuan tersebut. Namun dia membuang muka.
"Apa pedulimu? Aku akan menjaga ayahku," saat perempuan itu akan bangkit dari duduk, Jisoo menahannya. "Tuan Nam sendiri pasti tidak ingin melihat anda seperti ini. Percayalah. Anda bahkan belum mengedipkan mata sekali pun setelah berjam-jam menangis. Jadi sekarang, cobalah untuk sejenak beristirahat."
"Eoh?" saat Jisoo ingin kembali berucap, muncul sebuah kepala dari cela pintu. Jisoo menoleh, menemukan Jian sedang mengintip mereka dengan wajah penasaran.
"Jian?" adiknya nampak tersenyum, lalu berlari kecil menggampirinya. Saat itu, keseimbangan Jian kembali memburuk. Membuatnya hampir terjatuh jika Jisoo maupun perempuan itu tidak cepat-cepat menangkapnya. Jisoo sedikit panik, ia menatap tubuh adiknya dari atas hingga bawah. "Jian tidak apa-apa? Sudah noona bilang bukan? Jangan berlarian, kamu bisa terluka."
Perempuan itu terdiam sambil menatap lamat-lamat ke arah Jisoo yang saat ini sedang memberitahu adiknya dengan pandangan khawatir dan nada bicara yang lembut. Sekilas, ia jadi mengingat moment sederhana saat dirinya masih kecil. Saat dirinya sedang digandeng oleh ayahnya dan saling melontarkan candaan ringan. Perempuan itu menghela nafas.
"Jian janji dulu sama noona, jangan lari-lari lagi-"
"Seulgi," Jisoo menoleh. Ia seperti mendengar suara.
"Apa?" tanya Jisoo.
Perempuan itu membuang muka, "Namaku Kang Seulgi."
"Omo," Jisoo menatap kaget ke arah perempuan tersebut. Membuatnya kembali menoleh, menatap Jisoo dengan pandangan heran. Jisoo yang ditatap seperti itu malah mengeluarkan senyuman lebar. "Akhirnya kamu mulai terbuka juga. Kalau begitu kemarilah, kita akan makan malam bersama!"
"A-apa?" Seulgi kaget, bahkan sebelum ia kembali berucap pun tangannya sudah di tarik oleh Jisoo dan adiknya menuju ruang makan.
***
Chanyeol tampak melangkahkan kakinya mulai memasuki sebuah rumah megah yang sudah bertahun-tahun tidak lagi dirinya lihat. Kalau bukan karena sesuatu yang saat ini sedang menganggu pikirannya, tidak sudi Chanyeol harus kembali memasuki tempat yang dahulu selalu membuatnya serasa menjadi angin lalu.
Bukan tanpa alasan Chanyeol bisa berpikir seperti itu. Walau awalnya rumah ini masih memiliki secuil kenangan manis sekali pun, namun hal itu tetap akan kalah dengan apa yang dirinya alami setelahnya. Chanyeol menghembuskan nafas, tenggorokannya terasa tercekat yang membuatnya langsung menonggarkan dasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗟𝗜𝗧𝗘𝗦𝗧 | Chanyeol • Jisoo | ✓
RomanceJisoo adalah anak sulung, dia memiliki adik yang istimewa. Hidupnya saat ini masih berjalan dengan semestinya, rapi dan terencana. Kemudian, bertemu dengan seseorang membuat sedikit perubahan dalam dunianya. Namanya Park Chanyeol, pria yang tidak me...