Pagi ini Jogja menabur aroma sejuk. Diluar orang-orang memulai aktivitas masing-masing. Bulan-bulan terakhir di Jogja, Tiroz berniat untuk memborong buku. Penggarapan skripsi sudah ia mulai, sehabis itu akan kembali ke pesantren untuk meminta sebuah arahan dari abah yai untuk sebuah arahan langkah hidup selanjutnya.
Semoga kedepannya diberi kemudahan untuk menyelesaikan bab-bab kehidupan yang semakin hari semakin pelik saja. Itulah harapan Tiroz. Ia hanya bisa berjalan, entah sampai pada tujuan atau tidak. Itu bukan urusannya, dimana ia berhenti dan patah kaki tak bisa melangkah lagi disitulah tujuannya yabg sebenarnya.
Ia bersiap, tas sudah ada di pundaknya. Pintu kamar di buka. Di luar Raka dan Faris tampak menunggunya.
"Hey, berangkat ke kampus bareng yuk..!" Tiroz menyapa dengan mengajaknya berangkat bersama.Namun sepertinya mereka berdua ada lain hal yang harus di bicarakan. Wajah Faris tak enak, matanya memerah. Hanya Raka yang bersikap biasa biasa saja.
"Bisa dibicarakan di dalam, Tiroz..? Ajak Raka. Dan berkata kepada Faris "selesaikan di dalam saja..!" Faris menggangguk. Tiroz tak banyak berkata. Ia langsung membalikkan badan dan kembali membuka pintu yang terkunci.Pintu ditutupnya oleh Faris dengan teramat kasar. Tiroz terkejut.
"Tiroz, mau kamu apa..? Kalau berani selesaikan secara jantan..!" Kata Faris membentak.
"Maksud kamu..?" Tiroz tak paham.Tanpa mukaddimah Faris menghujamkan pukulan bertubi-tubi ke wajah dan dada Tiroz hingga tersungkur membentur rak-rak buku. Tiroz terjatuh, ia ingin berdiri namun terjatuh kembali akibat kaki Faris yang membentur wajah Tiroz sangat keras. Disepaknya kembali wajah Tiroz. Ia menjerit kesakitan. Pandangan Tiroz berkunang-kunang. Kepalanya membentur rak buku dan tembok kamarnya.
Raka melihat itu melerai Faris. Menahan tubuhnya untuk tidak menyiksa Tiroz.
"Faris, tahan dulu..!" Kata Raka. Namun Faris tak mendengarnya. Emosi sudah terlanjur terbakar. Ia ingin meredamnya dengan menyiksa Tiroz. Sakit yang dialami Tiroz tak sebanding dengan sakit hati Faris saat tahu Tiroz menjalin kedekatan dengan Nizhama. Begitulah pikir Faris.
"Faris, ingat janjimu, kamu akan selesaikan dengan baik-baik.." Raka berusaha meredam emosi Faris. Namun Faris tetap memukul dan menendang Tiroz yang sudah lunglai dan terbujur lemah.Faris berhenti sejenak. Saat itulah Tiroz berusaha bangkit dan mengangkat kedua tangannya. Ia lemah berkata, suaranya begitu lirih. "Baik, aku jelaskan semua. Aku tanggung jawab, aku salah... Lampiaskan amarahmu padaku, Faris..!"
"Tahan dulu, Faris beri dia kesempatan untuk menjelaskan..!" Raka menyusul berkomentar.Faris kembali menendang kepala Tiroz hingga membentur dinding lagi. Faris berteriak, amarahnya benar-benar memuncak. Ia pergi meninggalkan Tiroz yang sudah lemah terkapar.
"Maafkan aku, Tiroz.." Raka menyesal. "aku tak tahu bakal seperti ini, aku hanya di ajak Faris untuk menemui mu dan disuruhnya aku menceritakan tentang kalian, tentang kedekatan kalian..!" sambungnya.
Tiroz berusaha bangkit.
"Aku drngan Nizhama memang dekat, dan hal yang aku takutkan sudah terjadi dua kali dalam hidupku, entah akan berapa kali lagi...!" Tutur Tiroz lemah.
"Terjadi dua kali...?" Raka tak paham.
"Iya, aku tidak cinta pada Nizhama, dan ini alasan mengapa aku menulis di jurnal yang akan aku angkat di skripsi. Tak mencintai pun terkena imbas deritanya..!"
Tiroz memulai ceritanya.***
Dua tahun lagi, Tiroz akan lulus dari pesantren. Entah dari mana bidadari itu datang dan menjelma menjadi santri putri yang begitu anggun ia adalah bintang saat petang, panas yang begitu ganas saat siang.
Dalam perjalanan pertemuan itu masih biasa-biasa. Namun diluar dugaan dan itu adalah harapan terjadi. Seorang yang dipujanya itu mengatakan apa yang sebenarnya terpendam dalam hatinya. Ia berkata;
"ketahuilah, jika menurut mu aku adalah bidadari yang menjelma manusia hingga kau benci diriku karena kau terganggu hingga aku selalu hadir di hayalmu tatkala kau terjaga, dan mimpi indah yang terkadang menakutkan karena rindu yang curang. Bertambah namun tak berkurang..! Ketahuilah Tiroz, akupun sama. Akupun juga terganggu karena ada sesuatu di kedalaman hatiku ini, aku mencari disetiap pagi, setiap malam, saat waktu masih bersamaku. Akupun bertanya pada setiap sujudku tentang ganjalan yang kadang mengiris pilu dengan senyum. Semua tak menjawab kecuali hatiku juga, ia berkata bahwa namamu sudah lama tersimpan dan terukir di dinding hatiku..! Dan aku harap, jangan sampai kau rapuhkan dinding hatiku karena telah retak merindukanmu..!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Kau Sebut Cinta Itu Bukan Cinta (COMPLETED)
De TodoTiroz pernah jatuh cinta. Karena itulah ia menganggap cinta sebagai musibah terbesar bagi manusia. Di suatu mimpi ia bertemu dengan kakek tua. Demi urusannya dengan cinta, kakek itu mengenalkannya dengan Al-Ghazali dan Plato. Siapa yang tahu, kalau...