👉 Bagian Ketujuh; Ada Cemburu (COMPLETED)

81 10 0
                                    

*****
Penggarapan skripsi harus tertunda. Tiroz harus menyelesaikan luka di tubuhnya terlebih dahulu. Di ruang tunggu Nizhama diam. Binar matanya menjadi sayu. Layu senyumnya, tak ada kembang yang berbunga di wajah asri anggun secara natural itu. Bibir tipisnya tak sekalipun melingkarkan lesung di pipi putihnya. Raka duduk di samping Nizhama seraya memberi minuman dan makanan ringan. Sedikit senyum memaksa timpul. Setelah itu redup kembali, Nizhama menunduk. "apa ini yang dikatakan Tiroz; Nizhama, jika kamu jatuh cinta, kamu akan mengerti apa yang aku katakan padamu, mengalami tak cukup tanpa mengamati, pengalaman pun kurang tanpa pengamatan." Nizhama mengingat kata Tiroz.

Raka menceritakan dari awal hingga hal yang serupa pernah dialami Tiroz tatkala di pesantren. Ia ceritakan lengkap dri apa yang ia dengar dari Tiroz. Sesak di dada Nizhama. Dari kedalaman hatinya berkata; "Teganya seorang Faris..!" Sesak di dadanya semakin terasa ketika ia tahu bahwa Tiroz pernah mempunyai seorang yang mendiami hatinya.
Walaupun itu adalah masa lalu, namun tak ada alasan logis terhadap sebuah rasa. Karena seperti itulah yang dirasa oleh Nizhama. Jangan tanyakan mengapa, karena semua manusia tak akan bisa menjawabnya.

Raka kembali membakar hati Nizhama dengan menjulurkan kertas. Kertas yang Raka terima dari Tiroz sebelum ia jatuh pingsan.

Nizhama membukanya, mata belok itu mulai basah. "sepetik alunan senja..?"

"Tak ada petikan alunan senja hari ini."

Ku awali dengan menyebut nama cinta yang selalu kau dengungkan bersama melodi kasih sayang yang kau taburkan padaku di setiap hari-hariku, menjadi bunga di rinai hujan pagi yang masih basah.

Biasanya aku menulis sepotong surat untukmu. Untuk kau baca seraya tersenyum membayangkan diriku berbicara di hadapanmu, di hadapanmu dengan kemesraan seakan mata ini tak akan lepas dari wajahmu yang anggun kadang aku bernyanyi dimanapun aku pijakan kaki, berharap kau dengar nyanyianku dengan suaraku yang parau. Kau tahu nyanyian-nyanyianku kupersembahkan hanya untukmu, hanya untukmu...!

Selain sepotong surat, kadang kulayangkan padamu sekertas puisi untuk mengusap sejenak risaumu. Berharap puisi-puisi itu tak sampai membuat air matamu menetes atau kau terhanyut dalam derasnya gersah, entah itu karena rindu atau karena duri dari mawar di sampingmu itu.

Aku harus katakan bahwa kau telah berhasil menggangguku dengan sesuatu yang kau lukis sendiri, walaupun itu terukir darimu. Kau menggangguku dengan senyuman manis, manis tanpa taburan gula atau teyesan madu. Semua kurasa sejak pagi bersamamu...

Saat sendiri, sering aku mendengar tiba-tiba suara serak basahmu yang kadang menetes pelan di telinga ini, telinga yang telah lelah dengan bising lengkungan derita. Entah derita siapa...

Suaramu, senyummu dan segalamu hadir bersamaku hingga semua itu mengusap pelan keningku ketika aku hendak terlelap meninggalkan malam sendirian setelah ia bersamaku...

Semua itu aku sebut dengan sepetik alunan senja

Senja dari hatiku sendiri...

Hati yang berselimut senja dan senja yang tak mau berhati-hati melambaikan tangannya di ufuk barat saat waktuku karat mendatangkan sayat-sayat keji yang lekat.

Lalu untuk hari ini, seakan semua adalah fatamorgana yang berusaha kuraba, ingin menyentuhnya. Namun pada sejatinya ia tiada...

Entahlah... tak bisa aku memaksa dari keengganan hati ini melihat senyum yang terlempar pada samudra yang sedang bergelombang.

Pernah sekali aku menunduk saat kau di pinggir samudra hampir terhanyat oleh gelombang besar dan karang-karang tajam siap menghantam. Aku berlari menuju pangkuanmu sekedar untuk mengingatkan bahwa ombak lautan ini sangat berbahaya...

Yang Kau Sebut Cinta Itu Bukan Cinta (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang