Dalam ruangan bersinar, putih berasap tanpa bayangan. Dilihatnya sekeliling yang sangat jelas. Namun mata tak melihat tak ada ujung. Diam, melihat ke atas, ke bawah, samping dan kembali ke atas. Diamnya berkata; "Aku dimana..?"
Ada sosok dari samping, sedikit-sedikit mulai tampak jelas. "Yah.. kakek tua ini lagi, kapan kau akan berhenti hadir tiba-tiba tanpa memberi tahu siapa dirimu..?" Tiroz kembatin.
Kakek tua itu pasti memulai dengan senyuman yang penuh dengan makna yang ia sendiri dapat mengartikannya.
"Kau tak suka aku datang lagi, Tiroz..?" Kakek tua itu menggeser kursi lalu duduk. "Kau akan tahu siapa aku kalau sudah waktunya. Aku tak ingin mengatakannya sekarang." Tuturnya.Tiroz terkejut mendengarnya. Mengapa ia bisa membaca isi hatinya. Siapa sebenarnya kakek tua ini, hampir setiap ada problematika pasti ia tiba-tiba datang dan tanpa pernah memberi tahu akan dirinya. Tiroz semakin penasaran, untuk apa dia selalu mendatanginya. Apa keuntungan yang ia dapat? Begitulah tanya dalam diri Tiroz.
"Tak ada keuntungan bagiku, Tiroz, aku hanya ingin membantu anak saudaraku. Tiroz, kau benar saat kau mengatakan bahwa hubungan lawan jenis, apapun itu pasti akan ditunggangi hasrat. Sesuci apapun cinta ataupun kasih sayang..! Coba kita lihat saja sejarah permulaan romantisme yang ada. hal itu dimulai dari sebuah pemikirian. Pastinya jika kau mendengar kata "pemikiran" yang terlintas di benakmu adalah "Filsafat" dan "Yunani." Sangat betul, filsafat yang berawal dari kosmologi berpindah topik pembahasan kajian kepada kemanusiaan hingga lahirlah disiplin ilmu psikologi. Dikatakan di dalamnya bahwa manusia terdapat akal, rasa, dan hasrat. Mengenai rasa, disanalah tempat bersemayam yang bernama cinta, kasih sayang, iba, empati, dan yang lain itu. Namun terkadang rasa yang tak menentu itu terlampau membuat manusia itu adalah makhluk yang berakal dan juga berhasrat seperti binatang..!" Tutur kakek tua itu panjang.
"Dari mana kakek tahu tentang semua itu..?" tanya Tiroz. Mendengar kakek tua berbicara seperti itu membuatnya pening.
"Tiroz, coba kau lihat ke aeah sana.." kakek tua mengarahkan jari telunjuknya ke arah Tiroz. Tiroz menghadap ke belakang. Ada seorang tua berjenggot. Dari wajahnya terlihat bukan orang asia. Ras Persia atau Eropa. Tiroz mengira-ngira.
Tiroz menghadap ke kakek tua lagi dan bertanya "siapa dia..?"
"Dialah Empedocles. Sang pemikir pertama tentang apa itu cinta. Kau bisa tanya kepadanya. Silahkan..!"
"Tentang cinta..? Aku sudah malas berbicara tentang itu, kek..!""Aneh memang Tiroz, menurut Empedocles itu sama dengan apa yang aku katakan pertama kali kepadamu tentang cinta. Bahwa semesta ini berdiri atas cinta. Jika kehidupan ini adalah air maka cinta adalah kejernihannya. Akupun tak habis pikir, kenapa seorang yang jelas-jelas menderita karena cinta masih saja membela bahwa cinta adalah anugrah Tuhan yang harus kita jaga. Pertanyaanku cinta adalah anugrah ataukah sebuah musibah..? Nikmat ataukah laknat..? Semua orang pasti akan memuja-muja cinta sekejam apapun itu. Padahal derita yang ia dapatkan telah nyata di depan mata."
"Lalu bagaimana tentang keharmonisan..?"
"Sudah kubilang, bukan..? Dan tentunya kau juga mengatakan bahwa cinta pastilah nantinya di tunggangi hasrat, jawabannya terletak pada waktu..!"
"Iya, maksudku keromantisan saat pernikahan.""Tiroz, jika pernikahan di pandang hanya sebuah keromantisan dan itu yang ditunggu-tunggu oleh kawula muda, bukan..? Hah, alangkah sederhananya kehidupan ini. Dan keromantisan pun jika hanya terletak pada kebersamaan dalam bahagia atau kebahagiaan dalam bersama bukan kah pernikahan sudah membangun..? Dan yang namanya membangun lebih banyak susahnya dari pada bahagianya. Artinya, jika tujuan pernikahan untuk mendapatkan legalitas untuk beromantis ria. Aku rasa umur pernikahannya tak akan lama. Dari itu mengapa dalam memilih pasangan hidup baginda Nabi sama sekali tidak memerintahkan "pilihlah wanita yang romantis" atau "pilihlah atas dasar cinta." Bukan, tetapi beliau baginda Nabi memerintahkan atas dasar iman "Pilihlah wanita yang mempunyai basik agama" karena itulah yang akan membuahkan cinta abadi dan romantis akan tumbuh sendiri di dalamnya. Ah, lagi-lagi aku berbicara tentang agama. Aku khawatir kau termasuk orang yang phobia terhadap agama, karena sekarang kita sedang membahas cinta, bukan sedang berkhotbah dalam masjid. Kau tahu sendiri orang sekarang itu mintanya yang logis-logis tapi tak pernah berfikir. Maka dari itu Tiroz.. cerdaslah sedikit..! Bodoh tak mengapa, tapi jangan terlalu..!"
"Yang dikatakan kakek tua itu benar, Tiroz..!" Suara dari belakang, rupanya seorang yang dikatakan kakek tua bernama Empedocles itu ikut nimbrung "seandainya aku hidup di masa kalian, akupun tak banyak bicara tentang apa itu cinta dan romantis. Aku seperti itu, karena dimasaku tak ada orang cerdas, semua di mabokkan oleh dewa-dewa hayalan mereka sendiri. Dalam bahasaku "Eros" yang kalian artikan cinta dan "Erotik" yang kalian artikan rangsangan nafsu birahi, itu semua satu akar kata. Dari sudut pandang bahasa saja sudah demikian, cinta pastilah ditunggangi oleh nafsu..!"
"Tiroz, pesanku, nanti mintalah untuk membacakan kitab suci di sampingmu, itu akan cepat membuatmu membaik..." titah kakek tua.
"Benarkah..?" Tanya Empedocles.
"Itu keyakinan kami dan faktanya demikian. Selain janji Allah bolehlah akan aku paparkan sedikit logikanya."
"Oh silahkan, pengikut-pengikutku sekarang mengatakan agama adalah candu, semakin tak mengerti. Ingin rasanya aku datangi mereka lewat mimpi seperti dirimu mendatangi anak muda cerdas ini...!" Empedocles mengarahkan matanya pada Tiroz.
"Menangis, positif atau negatif..?" Tanya kakek tua."Jelas positif, namun di anggapnya negatif. Menangis dapat meningkatkan daya tubuh dan membersihkan mata, mata ini lebih membutuhkan tangisan dari pada protein-protein untuknya. Artinya seorang yang menangis itu sama dengan orang yang makan buah wortel sebanyak mungkin."
"Seperti itu..? Baiklah, jika demikian, pertama-tama, orang yang membaca kitab suci dia akan mudah menangis, hal itu tidak bisa di jelaskan secara ilmiah. Pembuktiannya harus dengan membacanya. Jelas semakin banyak membaca kitab suci akan sering menangis. Tiroz, dari sisi ilmiahnya kau menangis saat membaca ayat suci Alquran karena teringat dosa-dosamu akan memulihkan mata minusmu itu kembali normal. Terlebih kitab suci kita memerintahkan untuk banyak menangis dari pada tertawa..!" Jelas kakek tua.
"Begitukah..?" Empedocles rupanya belum percaya."Baiklah, coba lihat ini" kakek tua menunjuk. San muncul sebuah layar memperlihatkan seorang wanita yang sedang menggendong seorang bayi. Ia sedang panik menenangkan bayinya yang tak henti menangis. Bibir sang ibu bergerak, membacakan sesuatu di dekat telinga si bayi. Si bayi itu kembali tenang dan terlelap tidur di dekapan hangat sang ibu. Ia terus membacakan sesuatu walaupun si bayi sudah tidur.
"Kau tahu siapa itu, Tiroz..?" Tanya kakek tua. Tiroz sangatlah mengenalnya. Perbedaan usia yang tampak di layar dan di alam pikiran Tiroz akan wanita di layar itu.
"Ibu.." ucap Tiroz."Jelas kau tak ingat Tiroz, itu saat kau berumur 2 tahun. Kau sedang sakit lalu ibumu membacakan Ayat-ayat suci. Kau beruntung, Tiroz. Terlahir dari rahim wanita penghafal kitab suci alquran. Hingga kau sekarang seperti ini, semua berkat ibumu..!"
Tiroz seakan tak memperhatikan apa yang di ucapkan kakek tua. Ia terus menatap layar, bagaimana ia tenang dalam dekapan sang ibu. Sedikit basah kelopak matanya. Layar tiba-tiba menghilang.
"Sudah Tiroz, aku akan krmbali lagi. Sampai jumpa..!" Semua menghilang. Yang terdengar hanya suara-suara yang memanggilnya.
"Tiroz... Tiroz.. kamu sudah sadar..?"Ia membuka mata. Nampak di hadapannya Nizhama dan Ustadz Hasan dengan senyum mengembang. Semua seisi ruangan bergembira mengetahui Tiroz telah membuka matanya. Suara yang pertama ia dengar saat sadar adalah suara Nizhama.
"Aku minta maaf, ini semua salahku..!"
Disusul Ustadz Hasan
"Alhamdulillah, segala puji total teruntuk Allah. Akhirnya kamu sadarkan diri..!"
Dan Raka.
"Bro.. maafin aku."
"Kau sedang mimpi ibumu, Tiroz..?" Tanya Ustadz Hasan. "Kamu memanggil-manggil nama ibumu tadi..!"Tiroz tak menjawab, tak bergeming sedikit pun. Ia hanya melihat satu persatu wajah-wajah yang menatapnya dengan berusaha tersenyum, senyum yang masih layu. Entah apa yang sedang dalam pikiran hingga muncul sebuah mimpi yang amat nyata terlihat mata. mata yang terpejam. Sulit untuk di ceritakan semua pada saat ini. Sebenarnya ia ingin menyampaikan apa yang baru saja ia alami, namun sukar dengan bahasa apa dan kondisi yang masih sangat lemah.
Dari kedalaman hati Tiroz bersuara tanpa bunyi, dan terbahat sebuah kaimat-kalimat yang mengalir begitu saja;
"Terkadang kau butuh menangis
Untuk kurindukan sebongkah senyuman yang teriris
Aku ingin menuliskan sesuatu yang dapat kau pahamai, namun tak terbaca oleh mata-mata yang melihatnya.
Aku ingin berbicara untuk kau simpan
Tanpa telinga-telinga yang mendengarkannya
Aku ingin melihatmu
Tanpa kau tahu aku menatapmu sedalam mungkin
Ini inginku
Yang tak aku semogakan lagi
Dan, Tuhan telah sangat lama mendengar namamu
Dari denyut nadi.
Sekejap saja,
Kau boleh sampaikan
Dan setelah itu
Kau hanya akan mendengar namaku
Itupun jika kau menyebutnya.
Tanpa itu, untukmu aku ada..!"*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Kau Sebut Cinta Itu Bukan Cinta (COMPLETED)
De TodoTiroz pernah jatuh cinta. Karena itulah ia menganggap cinta sebagai musibah terbesar bagi manusia. Di suatu mimpi ia bertemu dengan kakek tua. Demi urusannya dengan cinta, kakek itu mengenalkannya dengan Al-Ghazali dan Plato. Siapa yang tahu, kalau...