32. Dia Adikku II

15.4K 1.8K 115
                                    

Part belum di revisi.

Ga usah komen soal typo atau huruf kapital yang tak sesuai. Saya bukan tak tahu aturan menulis yang baik, tapi waktu memang tak cukup untuk revisi.

Kalau suka, baca. Enggak suka, ga usah di baca. Be a smart readers. Thanks.

***

Entah sejak kapan Ernest telah menyusuri lorong rumah sakit di pagi hari. Langkahnya terlihat memburu, dengan tangan yang masih memegang dokumen rumah sakit dari perusahaan Kenzie yang baru beberapa lalu dia dapatkan. Tatapan matanya yang biasa lembut kini berkabut. Sudut mulutnya bahkan tak tertarik sedikit pun. Terkatup rapat dengan jejak kekhawatiran yang besar.

"Kenapa tak ada yang memberitahu aku bahwa dia di rumah sakit? Apa yang terjadi padanya?"

Gumaman kekesalan itu terucap. Jejak kesal terlintas samar. Dia tak tahu, hal apa yang di lakukan Zacheo hingga tak memberinya informasi sepenting ini. Sekretarisnya itu pun terlihat aneh belakangan ini. Jadi dia menelepon Alvian, dan baru mengetahui bahwa sesuatu terjadi pada Ellina beberapa hari yang lalu.

saat ini, dia sama sekali tak memperhatikan semua tatapan terkejut para perawat yang melihatnya. Dia hanya ingat sederet nomor kamar dan tengah menuju kesana. Satu tangannya tanpa sadar meremas kertas di genggamannya. Saat matanya menemukan sederet nomor dari kamar yang dia cari, dia bernapas lega. Namun tiba-tiba pintu itu terbuka dan seseoorang menabraknya. Dia terkejut awalnya, membuat kertas di tangannya terjatuh tanpa sadar. Tatapan matanya mengunci wajah pria tampan yang juga terkejut melihatnya.

Di saat yang bersamaan, Aldric dan Vania beru saja kembali setelah meninggalkan Ellina dan Irlac beberapa saat. Mereka terkejut saat melihat Ernest ada di depan pintu kamar Ellina dan saling menatap tajam dengan Irlac.

"Kau, bukankah Ernest?" tanya vania terkejut.

Ernest menoleh dan mendapati Vania yang menyapanya. Di sambut Aldric yang berdiri dan memiliki banyak jejak emosi di matanya. Saat ini, Irlac yang tengah berdiri di tengah pintu melihat sebuah kertas kusut yang Ernest jatuhkan. Dia membungkuk dan memungut kertas tersebut tanpa sadar. Tangannya dengan jelas membaca sederet nama rumah sakit lalu beberapa informasi penting di bawahnya.

Sedangkan Ernest, yang biasanya terlihat bersahabat kini terlihat dingin. Dia menatap Aldric dan Vania tak berminat. Jadi dia hanya mengangguk sedikit sebagai tanda sopan dan bertanya dengan nada dingin. "Apakah Ellina ada di dalam?"

Aldric mengangguk dan tersenyum. dua tahun lalu dia jelas melihat Ernest memperjuangkan Ellina, namun dia tak menyangka bahwa hari ini, dia akan melihat Ernest kembali. "Dia ada di dalam. Kau bisa masuk jika ingin bertemu dengannya,"

Ernest mengangguk dan memutar kepalanya. Lalu mendapati Irlac yang masih menatapnya tajam. "Apa kau penjaga pintu kamarnya?" tanyanya dingin.

Irlac tertawa kecil, dia menyingkir sedikit, memberi ruang agar Ernest masuk. Sedangkan satu tangannya mengangkat sebuah surat penting yang telah dia pungut dan dia baca seluruhnya. "Kau menjatuhkannya, Ernest." ujarnya mengingatkan Ernest dengan surat penting di tangannya.

Ernest memasuki kamar dan menatap Irlac acuh tak acuh. "Kau bisa memilikinya! Tapi anggap itu sebagai peringatan, jangan pernah datang kembali atau muncul dihadapanku!"

Irlac tak mengatakan apa pun, dia hanya melirik Ellina yang menggeleng saat melihatnya berdebat dengan Ernest. Kepalanya mengangguk tanpa sadar, dia mengedipkan satu matanya dan berujar sopan saat mengetahui ada Vania dan Aldric saat ini. "Nona Ellina, aku menunggu kesembuhanmu dan mari adakan pesta setelah ini sebagai perayaan kejasama kita dan suksesnya sebuah perusahaan baru yang akan mejadi mitra kerja kita."

Sweet Dream CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang