3. Pak Rahmadi

505 302 241
                                    

Mari kita lihat, seberapa peduli orang-orang terhadapmu

***

Suasana riuh menghiasi auditorium besar tempat di mana Arial menamatkan Sekolah Menengah Pertamanya. Para orang tua, keluarga, dan kerabat hadir untuk menyaksikan prosesi wisuda kelulusan. Mereka semua menatap dengan penuh rasa bangga peserta wisuda yang tengah menunggu giliran untuk dikalungi samir.

Hardian, Saras, Akia, dan Alvan menyaksikan dari tribun saat giliran Arial dikalungi samir dan menyalami wali kelasnya. Arial tampak tenang, tidak ada ketegangan di wajahnya. Bocah laki-laki itu dengan kalem menuruni panggung sambil mendekap amplop cokelat. Hasil jerih payahnya.

Setelah proses pengalungan samir selesai, para peserta dipersilakan duduk kembali. Kemudian MC membacakan acara selanjutnya, yaitu pengumuman peraih nilai UN terbaik. Baik Akia maupun kedua orang tuanya harap-harap cemas, mereka telah berdoa yang terbaik untuk Arial. Bahkan Akia tak sadar kalau ia meremas tangan Alvan, padahal mereka berdua sama gugupnya.

"Kita dengerin dulu, Bun. Terus berdoa," Hardian menenangkan Saras yang sudah keringat dingin.

"Apapun hasilnya, Arial tetap jadi kebanggan kita. Dia udah berusaha keras." tambah Hardian, kali ini merangkul istrinya.

Akia masih diam mendengarkan suara MC yang mengumumkan hasilnya, posisi ketiga diraih oleh anak perempuan berkacamata. Parasnya cantik dan tentu saja terlihat sangat pintar. Sedangkan posisi kedua diraih oleh anak laki-laki blesteran, Arial pernah cerita kalau dia anak dari Ketua Komite Sekolah. Akia sampai terkagum-kagum pada keduanya, nilai yang diperoleh sudah sangat tinggi walaupun nilai terbaik belum diumumkan.

Atmosfer kian menengangkan kala MC hendak membacakan siapa yang meraih posisi pertama. Yang terbaik di antara yang terbaik. Semua orang berdoa, waswas sekaligus penasaran siapa yang menyabet gelar juara pertama. Akia memejamkan matanya, mempererat remasannya di tangan Alvan sampai anak itu meringis kesakitan. Hardian menggenggam tangan Saras, mulut mereka tiada henti mengucap doa.

"Selamat kepada Arial Atmadeva Pamungkas, peraih nilai UN tertinggi SMP Kebangsaan sekaligus peraih nilai UN tertinggi peringkat-12 se-Indonesia."

Hardian, Saras, Akia, dan Alvan spontan menjerit bersamaan. Tak peduli dengan tatapan aneh orang-orang. Hardian seketika bersujud, mengucap syukur kepada Tuhan. Saras sudah menangis haru, sedangkan Akia mengguncang-ngguncang tubuh Alvan yang sebentar lagi bisa saja muntah.

Perasaan bangga membuncah di dada Akia kala melihat adiknya menaiki panggung untuk menerima trophy dan selempangan, nyaris tak percaya Arial berhasil mendapatkan kemenangannya. Perjuangan dan usahanya selama ini tak sia-sia. Bagaimana ia belajar pagi siang malam, berani mengambil jadwal bimbel lebih padat dari biasanya, dan taat beribadah. Bocah itu mendadak sholeh. Seperti baim.

"ARIAL SARANGEEKKKK!!!" Akia berteriak tanpa memedulikan sekitar.

Acara tersebut diakhiri dengan lemparan dasi sekolah para peserta wisuda, ciri khas pelepasan murid SMP kebangsaan. Akia merupakan alumni, jadi ia paham mengenai susunan acaranya. Selepas penutupan, terbitlah sesi berfoto-foto. Para peserta wisuda diperbolehkan mengambil gambar dengan guru maupun teman-teman dalam rangka memperbanyak kenangan. Tentu saja Akia dan keluarganya memberikan ruang untuk Arial, membiarkan anak itu menghabiskan waktu bersama teman-temannya.

"Ini nih, anak pintar didikan Ayah! Mana sombongnya, Bang?" seru Hardian begitu melihat Arial keluar dari auditorium.

Arial tersenyum tipis, "Arial lagi rendah hati, Yah. Nanti aja di rumah sombongnya, sekalian umumin lewat toa masjid biar berkah."

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang