Seberat apapun pertikaian di dalam diri kita, selalu ada pilihan. Tinggal bagaimana cara kita menentukan.
***
Akia menggeleng guna mengusir pemikiran bodoh tersebut. Sedari tadi mulutnya tidak berhenti komat-kamit, memohon perlindungan agar terhindar dari syaiton beserta antek-anteknya.
Perlahan ia mengangkat gagang telpon itu lalu mendekatkannya ke telinga.
"Halo?"
"Halo? Joko ada? Kasbonnya belum dibayar kemarin, mana ini udah jatuh tempo lagi."
"Maaf, Bu. Tapi--"
"Gak ada maaf-maaf, ini bukan lebaran. Mana si Joko? Kabur kemana dia?"
"Maaf, Bu. Ibu sepertinya salah sambung, saya gak kenal--"
"Salah sambung? Masa sih?"
"Iya, Bu. Ibu salah sam––"
"Dasar Joko Anak Setan, ditipu gua siala--"
Tut tut tut tut tut...
Akia menatap gagang teleponnya sambil menghela napas. Ia berpikir, memangnya dia ini roti ulang tahun? Belum juga kelar ngomong udah main potong aja.
"Siapa?"
"Salah sambung," jawab Akia lalu kembali duduk di sofa, "Orang nagih utang masa."
"Hah, Kutang?"
"Utang, budeg!" Akia menoyor kepala Alvan.
"Hah, Gudeg?"
Akia menatap Alvan intens, dari ujung rambut sampai ujung sanubari yang terdalam. "Macam tak betul budak ni!"
"Najis keracunan Upin-Ipin!" Alvan bergidik.
"Biarin, daripada keracunan janji manis."
"Bucin," maki Alvan, "Budak Micin."
Micin itu memang terbukti enak. Sejak kecil Akia gemar ngemil micin, mungkin itulah sebab mengapa ia SGM (Sinting Genting Miring)
"Micin, micin apa yang bikin sakit hati?" Akia memulai lagi pertanyaan bodohnya.
"Gue gak suka ya, pertanyaan lo itu gak
berbobot!""Tinggal jawab sih, apa susahnya?"
"Gak tai."
Akia mendengus, "Gak tau, dodol!"
Alvan mengendikkan bahunya cuek. "Buru, apa jawabnya?"
"Iki micintiimi tipi kimi micintii ying liin."
Krik.
Krik.
Krik.
"Bidi imit injir, gik jilis li!" Alvan melempar bantal sofa tepat ke wajah kakaknya.
"Astagfirullah muka Isyana!" Akia mengusap-usap wajahnya. Mengecek apakah bulu matanya rontok, hidungnya pindah tempat, atau alisnya tinggal satu. Siapa tahu.
"Au ah gue mau liat tipi," ujar Alvan, sibuk mencari-cari remote.
"Cari sinetron azab," titah Akia.
"Tujuan lo nonton begituan mau ngehujat apa nyari hidayah?"
Akia cengengesan, "Ngehujat lah!"
Meskipun sempat terjadi percekcokan diantara dua kakak beradik itu, akhirnya Alvan terpaksa mengalah karena rambutnya dijambak secara paksa. Laki-laki itu menatap malas tayangan televisi di depannya. Sinetron azab ikan terbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SULUNG
Teen Fiction[DIREVISI setelah TAMAT] Rasa sayang, cinta, terbiasa bersama, dan takut berpisah terkadang menjadi alasan mengapa kita sulit merelakan orang yang sangat berarti di hidup kita. Baik itu pasangan, sahabat, maupun keluarga. Awalnya hidup Akia sekelua...