43. Oku No Hitotsu

973 111 10
                                    

Melangkah keluar dari ruang dekontaminasi, dalam balutan gaun sifon selutut yang melambai anggun mengikuti ayunan kaki jenjangnya, Sisilia bergegas mendatangi Ambrosio yang berdiri di koridor tak jauh dari pintu ruang kerjanya. Pria itu berdiri tegap dengan tangan tersimpan dalam saku mantel. Rambut hitamnya tersisir rapi ke belakang. Rahang keras, mata menghunus tajam.

Senyum centil tergambar jelas di wajah Sisilia, berlawanan dengan wajah masam Ambrosio. "Amano-san, dōshite koko ni kita no? Watashi ni aenakute sabishī?" Amano, apa yang membawamu kemari? Apa kau merindukanku? sapa Sisilia.

Ambrosio tahu sikap seperti itu bukan kebiasaan Sisilia. Wanitanya itu bertingkah demikian karena tahu ia sedang marah. Ia menatap tajam pada Ren Nakamura yang berjalan di belakang Sisilia. "Ōku no hitotsu," satu dari sekian, jawabnya. Ia menarik pinggang wanita itu ke dekapannya.

Sisilia terperanjat. Ambrosio mengarahkan ujung sarung pedangnya ke depan wajah Ren. "Aku sudah bilang jangan mendekati istriku dengan alasan apapun."

Ren mengangkat kedua tangan. "Tenanglah, Yamazaki-sama, aku tidak melakukan apa-apa pada Sisilia-chan, kami hanya membahas masalah ilmiah." Ambrosio menekan-nekan dada Ren dengan pedangnya. "Sisilia adalah istriku. Kau melakukannya tanpa izinku. Tidak ada yang boleh melangkahiku jika berurusan dengannya."

"Baiklah, baiklah, aku akan mengingatnya, tidak akan kuulangi lagi," kilah Ren tenang. Ambrosio menurunkan pedangnya dan menyimpan benda panjang itu di balik mantel. Sisilia segera membelai rahang Ambrosio dan bersuara manis untuk membujuknya, "Tetapi, Amano-san, aku masih ada urusan dengan Ren Nakamura. Kami akan melakukan uji coba menghilangkan U666 dari tubuh ninja tawananmu."

"Hmm." Ambrosio berpikir sesaat. Bukan hanya kesamaan minat antara Ren dan Sisilia yang membuatnya khawatir, ia belum memercayai Ren sepenuhnya. Namun ia juga yakin Sisilia tidak mungkin begitu saja memercayai orang lain. Ia bukan wanita polos yang berpikiran semua orang baik adalah baik. "Baiklah," ujarnya kemudian. Sisilia dan Ren tersenyum bersamaan, membuatnya semakin dongkol. "Ren akan mengambil mereka dan membawanya ke sini."

"Oh, tidak masalah!" seru Ren bersemangat. "Dengan ilmu teleportasi dimensi keempatku, aku bisa menghadirkan peti itu sekarang juga." Ren meregangkan tangannya untuk memulai jurus. Ambrosio segera menghentikannya. "Ambil secara manual!" bentaknya. "Tanpa ada trik-trik sulap. Aku tidak ingin kau melakukan kekacauan gara-gara memindahkan barang itu ke tempat ini."

"Ah!" seru Ren ketus. Namun ia tidak membantah dan meninggalkan mereka untuk pergi mengambil para tawanan di kediaman Keluarga Yamazaki. 

Hanya berduaan di koridor Lantai 5. Masih dalam rangkulan mesra Ambrosio, Sisilia mengalungkan lengannya ke leher kokoh pria itu. "Kenapa kau melarang Ren melakukan keahliannya, Ambrosio? Bukankah cara itu lebih efisien? Seperti tukang sulap yang bisa menghadirkan berbagai macam barang ke hadapan penonton."

Ambrosio mempererat dekapannya. Ia menatap lembut ke dalam mata Sisilia. "Cara itu memang lebih mudah, Sisilia, tetapi resikonya juga besar. Melakukan jutsu  akan menguras banyak energi Ren. Jika kau memerlukan bantuannya, maka ia harus berada dalam kondisi yang prima."

"Oh!" Sisilia berseru pendek, takjub pada pemikiran panjang Ambrosio. Dia tidak melawan ketika Ambrosio membawanya masuk ke dalam ruang kerja sambil berdekapan. Ambrosio menyandarkannya di balik pintu, langsung melahap bibir dan dagunya. Menekannya hingga tak bisa bernapas. Rahang pria itu terbuka luas dan kuat mengunci mulut mereka.

"Enngggh ...." Sisilia menengerang lemah. Matanya terpejam dan menyempatkan menarik napas sebelum Ambrosio kembali mencumbunya tanpa ampun. "Oh, Sisi, aku sangat merindukanmu," desah Ambrosio. Mereka menempel di pintu dengan kedua kaki bertaut. Lutut Ambrosio membuka paha Sisilia dan sebelah kaki Sisilia menjepit pinggulnya.

Play In Deception 2: Camouflage (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang