3. Good Guy

2.3K 163 18
                                    

I'm not expressive but not in front of you
Hard to believe but it's true
Feel it
Each time I see you I turn good
That's what I like All of you Yeah...

***Good Guy by SF9***

Pesawat yang ditumpangi Sisilia tertunda karena cuaca buruk dan harus transit beberapa kali. Salah satu manfaat dari ilmu ninja adalah kemampuan menunggu di suatu tempat. Kadang tanpa makan dan minum selama waktu yang tak ditentukan. Bahkan pada beberapa situasi tak boleh bergerak dan bernapas harus menggunakan teknik tertentu. Jadi menunggu kedatangan Sisilia selama 10 jam di ruang tunggu khusus VIP di Bandara Internasional T tidaklah buruk daripada berada di rumah, berhadapan dengan ayahnya. Ia hanya tidak ingin membuang sedetik pun kesempatan untuk segera menemui kekasihnya.

Malam menjelang. Hujan ringan menambah suhu dingin Kota T di awal Oktober 2022. Sisilia turun dari pesawat beriringan dengan penumpang lainnya. Penampilannya kusut. Dia banyak tidur selama di pesawat. Rambut disanggul kecil di puncak kepala dan banyak helainnya keluar dari ikatan. Mantel tebal tertutup rapat dan syal rajutan dililitkan hingga menutupi separuh wajahnya. Tas ransel berat di punggungnya. Matanya mengerjap jemu karena mengantuk dan menatap sekilas pada pria tampan yang berjalan ke arahnya. Pria itu mengenakan setelan jas gelap dan mantel selutut warna senada. Sebelah tangan dalam saku mantel, sebelahnya lagi memegang payung hitam terkembang. Sungguh khas Ambrosio, yang tidak disadari pria itu, sangat menarik perhatian.

"Okaerinasai, Aka-chan!" Selamat datang kembali, Merah-ku! ucap Ambrosio tanpa segan langsung menarik Sisilia ke dekapan. Ambrosio mendaratkan kecupan ringan di kening istrinya.

"Apaan, sih, Ambrosio? Kau membuatku malu," gumam Sisilia karena merasa orang-orang memperhatikannya. Perbedaan penampilan mereka begitu mencolok membuatnya sungkan. Ambrosio adalah orang yang selalu berada di kelas bisnis VIP, sementara dirinya kelas ekonomi dengan tiket diskon dan backpacker, jauh dari kata elegan. 

Bukannya menjauh, Ambrosio malah segera melumat bibir Sisilia dengan mata terpejam. Wanita itu  terbelalak karena terkejut. Namun sedetik kemudian kelopak matanya tertutup dan kakinya lemas, menyerah dalam dekapan Ambrosio dan membiarkan pria itu melahap seluruh bibirnya. Dia pun merindukan rasa pria ini.

"Oh, anak muda jaman sekarang, tidak tahu malu," suara seorang wanita yang melintas di belakang Sisilia. Hanya itu yang terdengar jelas, selebihnya hanya gumaman tak karuan serta suara tawa kecil karena melihat pemandangan dua sejoli berciuman di bawah payung saat hujan gerimis seperti reka adegan dalam film romantis.

"Bagaimana?" tanya Ambrosio lembut setelah memutus ciumannya, membuat Sisilia menatapnya nanar. "Ba-bagaimana apanya?"

"Ciumanku. Tidak membuatmu malu 'kan?"

Sisilia tertunduk dengan muka merah padam. Ambrosio pasti tahu pecikan nafsunya sudah menyala. Dia menepis lengan Ambrosio yang mendekapnya lalu berjalan cepat menuju mobil pribadi Ambrosio yang terparkir tak jauh dari badan pesawat. Suaminya itu segera mengiringi.

Ajudan Ambrosio membukakan pintu mobil lalu menyimpan tasnya ke dalam bagasi. Sekarang mereka berdua berada dalam mobil SUV dan penghalat kompartemen dinaikkan oleh Ambrosio. Mobil mulai bergerak. "Mana Tetsuya? Kenapa kau tidak membawanya serta?" tanya Sisilia sambil melonggarkan lilitan syalnya.

Ambrosio melirik tajam pada istrinya itu. "Sisilia, aku benci mengakui ini, tetapi Tetsuya adalah pria dan aku tidak ingin bersaing dengannya. Lagi pula aku ayahnya, anak itu tak mungkin ada tanpa aku, jadi ia harus mengalah."

"Yang benar saja, Ambrosio? Tetsuya anak kita, kau tidak perlu menganggapnya saingan."

Ambrosio mengungkung Sisilia ke sandaran. Gerakannya yang tiba-tiba membuat Sisilia terperangah. "Oh, ya? Jika anak itu ada di sini, siapa yang akan kau peluk? Siapa yang bergelut di payudaramu saat tidur? Siapa yang menyita perhatianmu dengan uring-uringannya? Siapa yang mengganggu kita dengan tangisannya yang tiba-tiba?"

Mulut Sisilia terbuka tetapi tak bersuara. Dia tak percaya Ambrosio mencemburui anak mereka sendiri.

"Aku sudah menunggu berbulan-bulan untuk bisa bersamamu, setidaknya beri aku waktu khusus di mana hanya ada kita berdua dan saling memuaskan diri, tanpa ada orang ketiga."

"Itu ... kedengarannya sangat egois, Ambrosio ...," ujar Sisilia ragu. Mungkin hal yang sama juga berlaku pada dirinya, mengingat betapa dia lebih mengutamakan pekerjaan, meninggalkan suami dan anak di rumah, padahal Ambrosio sendiri bisa memenuhi semua kebutuhan mereka.

Ambrosio mencondongkan wajahnya pada Sisilia dan berucap dengan rahang terkatup. "Akan kutunjukkan padamu betapa egoisnya aku."

"Oh, seperti apa contohnya?"

"Kau akan melihatnya." Sudut bibir Ambrosio melengkung ke atas, membentuk seringai nakal yang membuat dalam dada Sisilia berdesir panas. Bukan hangat, tetapi panas bak bara yang telah lama terpendam dan saatnya menjadi api. Sisilia melingkarkan tangannya di pundak Ambrosio. Bibir keduanya segera menangkup satu sama lain, berlomba untuk berada di atas, menunjukkan siap yang lebih memegang kendali. Lidah saling melilit dan berbagi cairan dalam mulut mereka. Rasa panas itu menjadi-jadi membuat keduanya berusaha mencari udara.

"Ahh," engah Sisilia dengan dada turun naik.  Ambrosio memutus ciumannya dan menatap penuh hasrat pada wanita di bawahnya. Tanpa disadari Sisilia, Ambrosio telah merebahkannya di kursi dan menindihnya. Mantelnya sudah terbuka dan sebelah tangan pria itu berada di balik kaus, meremas buah dadanya. "Katakan, Sisilia," pinta Ambrosio dengan suara parau. 

"Katakan apa?"

"Kau merindukanku, aku ingin mendengarnya langsung," ujarnya sembari mengecup bibir bawah Sisilia yang membengkak dan menggigitnya sedikit lalu kembali menatap wanita itu.

"Oh, Ambrosio," desah Sisilia sambil mendongakkan kepala menghindari tatapan Ambrosio. "Itu hal sepele, tidak usah dipedulikan." Matanya sayu terpejam. Remasan tangan pria itu di kedua buah dadanya serta bagian kasar di telapak tangannya menimbulkan rasa nyeri yang membuat dalam perutnya menggelenyar hingga ke mulut rahim. Kenapa pria ini mesti mempersoalkan hal sepele padahal dirinya sudah siap disetubuhi?

Ambrosio menyusuri leher Sisilia dengan lidahnya dan ia bisa merasakan desiran mendesak dalam tubuh Sisilia. Wanitanya ini hanya memikirkan hubungan seks karena desakan kebutuhan biologis. Mendatanginya di saat dia sedang butuh saja. Tak apa jika Sisilia memang menginginkan tubuhnya, ia tahu ia bisa memuaskan Sisilia. Hanya saja wanita seharusnya lebih ekpresif soal perasaan. Rupanya dalam hubungan ini, situasi mereka terbalik. Untungnya ia adalah pria yang baik dan sangat pengertian. 

Ambrosio mengangkat kepalanya dari lekukan leher Sisila. "Iietakunai?" Kau tidak mau mengatakannya? desak Ambrosio.

"Iie." Tidak. Sisilia melirik sekilas lalu kembali membuang muka.

"Baiklah, kau akan tahu betapa egoisnya aku dan jangan mengeluh karenanya. Meskipun kau memohon dan menangis, aku tidak akan berhenti menikmati tubuhmu hingga aku puas!"

Sisilia mengatup rahangnya rapat-rapat. Ucapan Ambrosio menggetarkan hatinya. Berbulan-bulan tidak menyalurkan hasratnya, pria ini mungkin akan seganas macan kelaparan. Sisilia berharap dia tidak akan kalah dari Ambrosio. Atau setidaknya dia sanggup bertahan meladeni nafsu buas lelaki ini.

*
*
*
👇

Play In Deception 2: Camouflage (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang