Hari ini menyenangkan ...
Dan besok pasti akan menyenangkan juga
Hari seperti ini akan berlangsung selamanya ...
Atau begitulah yang kupikirkan saat itu~Seasons by Ayumi Hamasaki~
"Tetsuya!" seru Sisilia. Dia berdiri di tengah kamar, memanggil anaknya yang tampak samar berdiri di ambang pintu menghadap taman. "Tutup pintunya, mata Mama tidak tahan silau," ujarnya.
Tetsuya menutup pintu geser itu lalu berlari menubruk tubuh ibunya.
Sisilia mengusap-usap pundak anaknya. "Kau bosan ya di kamar terus? Apa kau mau keluar? Bagaimana kalau kita cari Papa-mu, aku yakin ia ada di ruang belajar," ujarnya.
Sisilia bersiap-siap. Dia terlihat modis, bergaun kimono dengan rambut digelung, tetapi menjadi canggung karena harus mengenakan kacamata hitam dalam rumah. Sambil menggenggam tangan mungil Tetsuya, mereka keluar dari kamar.
Ketika melintasi persimpangan antar koridor menuju paviliun, Sisilia berpapasan dengan Kotaro dan membungkuk hormat padanya. Seperti biasa, di sisi Kotaro ada Kioshi mendampingi. "Konnichiwa, Otou-sama," sapa Sisilia. Kioshi balas membungkuk, sedangkan Kotaro diam dengan wajah dingin menatapnya.
Tetsuya memandang bergantian ibu dan kakeknya. Ada hawa tak mengenakkan di antara mereka, membuatnya mengeratkan genggaman tangan ibunya.
Melihat penampilan Sisilia, Kotaro berdecih sinis. Berkacamata hitam di hadapannya, terlebih lagi di rumahnya, sungguh tidak sesuai etika kesopanan. "Kau terlihat baik-baik saja, kenapa Amano mesti membuatmu tetap di kamar? Kau hanya ingin bertingkah dan memanfaatkan perhatian Amano."
Sisilia menunduk dalam. "Sumimasen, Otou-sama, lain kali saya akan bilang pada Amano agar jangan berlebihan memperhatikan saya."
Kotaro menggeram kesal. Jawaban Sisilia sangat tidak diharapkan, tetapi anehnya sesuai keinginannya. Ia beralih pada Tetsuya. Ia tersenyum manis pada anak itu. "Tetsuya-kun, ayo, sini, ikut kakek," ujarnya sambil mengulurkan tangan. Namun Tetsuya menggelayut di tangan Sisilia. "No!" jawabnya. Air muka Kotaro langsung keruh.
Sisilia mengulum tawanya. Masih mending Tetsuya tidak menjawab dengan bahasa India. Nehi, nehi!
Tak mau kalah, Kotaro menegapkan tubuh dan bersilang tangan di belakang. Ia berusaha mengintimidasi Sisilia. "Baiklah, karena kau jarang ada di rumah, aku ijinkan Tetsuya bersamamu, tetapi kau harus secepatnya kembali bekerja. Kau tahu berapa banyak uang Amano yang sudah mengalir ke laboratorium itu. Jangan sampai kami merugi. Ingat, kau bisa bekerja di sana karena pengaruh Amano. Kau berhutang budi padanya."
Jadi semua ini karena Ambrosio? Bukan karena kemampuannya sebagai ahli teknologi laboratorium? Sisilia tersenyum getir. Pekerjaannya memang tak lepas dari dukungan suami seperhatian Ambrosio. Namun tetap saja, diingatkan kembali soal untung rugi dan kekuatan uang, Sisilia merasa terhina. Dengan merendah diri, Sisilia membungkukkan badannya. "Hai, Otousama, saya akan bekerja keras. Terima kasih atas perhatian Otou-sama."
"Huh!" dengus Kotaro sambil melanjutkan langkahnya menuju ruang seni. Ia ingin mengagumi benda-benda pusaka keluarga di sana, merawat benda-benda itu sesuai tradisi leluhurnya.
Sisilia berjalan bersama Tetsuya menuju ruang belajar. Dia melihat Hiro dan Ambrosio keluar dari ruangan itu. Kakak beradik itu sama-sama membuang muka dan melangkah ke arah berlawanan. Ambrosio berjalan ke arahnya.
Meskipun Sisilia mengenakan pelindung mata, Ambrosio tidak senang melihatnya. "Kenapa kau di sini, Sisilia? Bagaimana jika terjadi komplikasi? Matamu akan sukar sembuh," tegurnya. "Tetsuya bosan di kamar, begitu juga aku," sahut Sisilia. Raut wajah Ambrosio melembut. Ia berjongkok dan mengelus rambut putra tunggalnya itu, yang akan bergelar putra pertama, jika ia punya anak lagi. "Kau ingin apa? biar Papa belikan asalkan kau betah menemani Mama-mu di kamar."

KAMU SEDANG MEMBACA
Play In Deception 2: Camouflage (END)
Romance21++ ----Kebahagiaan tidak ada yang abadi. Semua itu bayangan semu belaka, imajinasi yang dibuat oleh otak manusia---- Lebih mengutamakan pekerjaan daripada keluarga, membuat Sisilia kerap meninggalkan anak dan suami dalam jangka waktu lama. Hal itu...