Jaemin lihat ketika Jea dirundung oleh orang lain, tetapi Jaemin diam dengan kesalnya. Lebih kesal lagi, ketika melihat ketiga temannya Jea yang berada di sudut hanya memandang Jea datar, sama sekali nggak ngebantu Jea. Hal itu yang buat Jaemin merasa bersalah dan makin peduli dengan Jea. Nggak mungkin setelah ini bakal membaik, Jaemin yakin, pasti lebih buruk dari ini.
Saat ini, Jaemin dan Jea membolos, entah lewat mana, Jaemin tahu sela untuk lolos dari sekolah tanpa ketahuan. Nekat memang, namun daripada Jea sekarang harus berada di kelas dan terus diabaikan oleh teman-temannya.
Perginya Jaemin dan Jea juga bukan ke sembarang tempat. Tentu saja Jaemin masih ingin hidup untuk nggak punya skandal apapun, yang ditakutkan bukan hanya dirinya, tetapi Jea. Jea yang paling dikhawatirkan jika sampai masuk artikel.
Jaemin tau ini lebih daripada nekat, Jaemin hanya ingin memberi Jea setidaknya untuk Jea ngelupain kejadian sesaat.
Wajah Jaemin ditutup sebagian, agar orang-orang tidak mengenalinya. Jea yang berada di sebelahnya hanya berjalan mengikuti Jaemin, tanpa berkata lebih lagi.
Di persimpangan jalan, masuk gang, mereka mendekati rumah yang dulunya penjual mie ayam, sekarang sudah berganti menjadi barang-barang rumah tangga.
"Ibu!" seru Jaemin ketika melihat wanita paruh baya sedang membawa belanjaan.
Jea yang di sebelahnya terdiam memandangi, namun otaknya sedang bertanya-tanya. Orang yang disebut Jaemin itu menoleh, dan berteriak sama memanggil namanya dengan wajah yang sumringah.
Jea sekarang jadi heran sendiri. Apa hubungan Jaemin dengan perempuan yang disebut sebagai ibu?
Jea hanya diam ketika mereka mendekati ibu, beda dengan Jaemin yang langsung melemparkan pertanyaan disusul dengan jawaban, hanya Jea yang diam termangu, karena nggak ngerti dengan situasi sekarang.
"Ibu, ini Jea, Jea ini ibu." tanpa diminta pun, Jaemin sudah memperkenalkan masing-masing.
Ibu itu tersenyum teduh, dibalas dengan Jea yang tersenyum dan salam tangan kepada si ibu.
"Pacar kamu, Na?" tanya mendadak ibu, Jaemin hampir kesedak udara.
"Nggak, bu. Bukan! Teman sekolah doang." alibi Jaemin.
"Yakin hanya teman sekolah? Nggak mungkin kali sampai bawa ke sini."
Nggak perlu menjawab, Jaemin sudah masuk duluan ke rumah sederhana yang nyaman itu, mengambil alih belanjaan yang dibawa sang ibu, sembari berteriak—entah berteriak apa.
Jea hanya tersenyum sungkan berdiri berdua dengan ibu.
"Jea ikut masuk, yuk, nanti kita makan bersama."
Jea mengiyakan pasrah, karena nggak tau lagi. Si Jaemin itu malah ninggalin dia kayak gini, dalam hati Jea udah kesel setengah mati, rasanya pengen banget ngomong kasar ke Jaemin, cuma nggak bisa. Dia nggak mau dianggap gak sopan sama orang baru, apalagi ini orang tua.
Di dalam rumah dengan bau yang beda dengannya, segala dekorasi di sini lebih antik dari yang Jea punya di rumah. Rumahnya bersih, tertata rapih, dan nggak senorak itu walau barang-barangnya sungguh banyak. Suasana yang adem, tentram, buat Jea langsung suka dengan rumah ini. Rumah ini punya suasana yang beda, yang buat Jea langsung betah, padahal baru pertama kali berkunjung dan nggak tau diajak Jaemin ke sini.
Jea akan berterima kasih ke Jaemin nanti yang udah ajak dia bolos ke sini.
"Duduk di sini, Je!" seru Jaemin antusias.
Jea memandang aneh makhluk aneh itu yang udah santai duduk di sana, beda dengan Jea yang canggung sekali. Kelihatannya Jaemin memang sudah tau seluk-beluk rumah ini. Dan Jea pikir, Jaemin pasti sudah mengenal lama dengan pemilik rumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTIST
Fanfiction[LENGKAP] (2) Gak suka, tapi cuma demen. Gak sayang, tapi kadang ngangenin. Gak cinta, tapi bikin bahagia. Yaudah intinya dibaca aja dulu. ⚠beberapa typo dan bahasa yang kasar. 07 November 2019- ©anonters