"Kalau Jea seperti keduanya, bukannya Jea justru keliatan lebih egois karena berperan menjadi keduanya?"
***
Semalam Jea berakhir lagi dengan menangis dan menutup telpon Jeno sepihak, dia hanya ga sanggup meneruskan konversasi yang menyakitkan hatinya. Mengingat kembali saat sepulang dari konser dan bertemu kedua temannya, jujur saja saat itu Jea juga merasa sangat rindu mereka.
Rindu berbagi canda tawa, rindu dengan segala kekonyolan yang dibuat masalah, dan juga rindu sering sekali membuat masalah di sekolah. Iya, mereka yang merasa merdeka nggak lagi diganggu Jea dengan temannya, beruntung.
Dengan bermodal sneakers yang mulai kekecilan, Jea mengitari komplek untuk lari pagi. Entah ada angin apa, Jea mau olahraga pagi, meski rasa malas tetap saja dominan. Jea cuma nggak mau terus-menerus di dalam kamar, lalu termenung karena mengingat yang sudah-sudah.
Jea hanya—
Ingin menjadi dirinya lagi, seperti kata Jeno semalam.
Mengingat Jeno, rumahnya nampak sepi, Jea sengaja melewati rumah Jeno cuma ingin liat, nggak lebih, namun sebenarnya Jea juga penasaran dengan keluarga Lee kalau Minggu pagi ngapain aja. Tapi, ya agak kecewa sedikit karena nampaknya keluarga Lee itu belum bangun atau memang pergi pagi-pagi sekali. Jea nggak tau.
Terus melihati rumah Jeno dari kejauhan, tanpa sadar kalau di depan Jea ada batu besar yang mengakibatkan Jea limbung dan memekik terkejut.
Terus mendesis kesakitan dan mendongak kesal saat melihat Jaemin berdiri di hadapannya terkekeh geli, seperti tengah mengejek Jea jatuh rupanya.
Gadis bermarga Jung itu pun berdiri, ingin menabok pipi Jaemin atau apa kek yang bisa dipukul, alih-alih akan berhasil melakukannya justru Jea meringis kesakitan karena kakinya tanpa sadar keseleo.
Jaemin yang tadinya emang udah senang karena tingkah Jea yang lucu, jadi panik seketika mendapati Jea meringis kakinya dan melirihkan kata sakit.
Jaemin berjongkok di depan kaki Jea, menyentuh hati-hati kaki Jea sekadar memastikan.
Jaemin mendongak dengan raut wajah panik, "Je, kayaknya kaki lo keseleo." Berdiri dari tempatnya, Jaemin menggaruk kepala bingung, "lo masih bisa jalan kagak?"
Jea menggerling sinis, mengomel, "Bisalah! Jangan pikir lo bisa curi kesempatan buat gendong gue ala-ala."
Jaemin cuma mandang Jea terkejut sekaligus bingung. Untuk apa nyari kesempatan?
Daripada menyahuti nanti yang ada semakin melebar, karena Jaemin sudah mengenal karakter Jea yang nggak bisa disahut.
"Yaudah, sana jalan sendiri!" Jaemin menyahut tak peduli, sekadar memastikan aja si Jea ini mau pura-pura kuat apa gimana.
Jaemin cuma mau ngubah Jea biar lebih terbuka sama dia. Masa bodo soal bacotan Jea yang melebihi mak-mak kehilangan tupperware barang tutup botolnya aja. Jaemin ingin menguji seberapa kekeuhnya Jea untuk berpura-pura sok kuat.
Biar Jaemin tebak, Jea pasti bakal ngerengek kesakitan, karena Jea ya tetap Jea.
Jea menoleh dan menatap Jaemin tak menyangka. Matanya berbinar dengan kekeuh dan tegas bahwa dia bisa melakukan sendiri tanpa bantuan Jaemin. Lagi pula, Jea juga masih bisa jalan, meski sakit, tapi satu kaki masih berfungsi kenapa harus ngerasa paling tersakiti?
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTIST
Фанфик[LENGKAP] (2) Gak suka, tapi cuma demen. Gak sayang, tapi kadang ngangenin. Gak cinta, tapi bikin bahagia. Yaudah intinya dibaca aja dulu. ⚠beberapa typo dan bahasa yang kasar. 07 November 2019- ©anonters