Karena Artist udah 1k lebih, jadi aku up, ye.
Maap yang sudah menunggu lama.
"Eh, Sayang, coba bintangmu itu mana? Mana sini aku mau lihat? Iya, gitu. Jadi anak yang baik-baik, ya, Sayang."
***
Jea turun ke bawah dalam keadaan sudah rapi. Pakai seragam sekolah, rambut dikuncir kuda asal, pakai bedak tipis, dan tas hitam yang biasa dipake. Jea langsung ke dapur dengan raga lesu. Padahal sebelum membaca grup yang isinya sialan semua itu, Jea masih semangat untuk pergi sekolah besokkannya. Tapi ...
Ya, begitulah.
Jea duduk di kursi meja makan. Jaehyun lagi di kamar mandi sepertinya. Ada Lita lagi siapin sarapan. Biasalah kalo Mak Jea itu di rumah, dia bakal siapin sarapan pagi-pagi buat anak-anaknya.
Lita yang sadar kehadiran Jea di sana, sontak menyapa Jea sumringah, "pagi, Sayangnya Bunda."
Jea justru mendelik tak suka. Mencebikkan bibir, "gara-gara Jaehyun nih pasti jadi ubah panggilan orang aja."
"Ih, kamu, ya Je. Panggil Jaehyun abang, kenapa sih susah banget." Lita kembali menghadap kompor, lebih tepatnya ke masakannya, "lagian juga kalo dipikir-pikir dipanggil Bunda itu lebih keren, lho, Je."
Jea memutarkan bola mata jengah, "keren apanya? Jea lebih suka manggil Mak. Udahlah Mak aja, Abah juga setujunya manggil Mak aja, kok."
Tanpa sadar dengan apa yang diucapkan. Lita terdiam. Karena tiba-tiba keinget alm. Suami tercinta. Lita kerap kali sedih kalo mengingat hal itu. Tentang kematian suami, Jea sendiri juga ga tau. Soalnya masih kecil sudah ditinggal Ayah. Yang Jea tau hanyalah dari cerita sang Mama aja. Lita begitu banyak menceritakan kisah ayahnya ke Jea, jadi Jea sedikit tau banyak soal itu.
Jea yang melihat sang Bunda berubah murung. Dengan perasaan ga enak hati, Jea pun berdiri untuk berjalan mendekat ke Lita. Dipeluknya Lita dari belakang oleh Jea. Jea memeluknya erat. Menempelkan pipinya di punggung sang Bunda.
"Iya, iya, maap, deh. Jea salah, iya. Mulai sekarang Jea bakal panggilnya Bunda aja, terus bakal panggil Jaehyun pake abang." Jea lebih menempel lagi dengan sang Bunda. "Sayang Bunda Lita banyak-banyak."
Lita yang hatinya terenyuh pun, tersenyum dan mengelus tangan yang berada di perutnya. Rasanya senang sekali kembali pulang dan bertemu dengan anaknya baik-baik. Lita bukannya mengulur pulang ke rumah—masalah di rumah keluarganya juga sedang ga baik-baik aja.
Padahal Lita juga tidak tega meninggalkan kedua anaknya di rumah. Perasaannya selama di sana pun juga was-was. Apalagi lebih cemas ke Jea. Si bungsu satu-satunya yang paling Lita awasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTIST
Fiksi Penggemar[LENGKAP] (2) Gak suka, tapi cuma demen. Gak sayang, tapi kadang ngangenin. Gak cinta, tapi bikin bahagia. Yaudah intinya dibaca aja dulu. ⚠beberapa typo dan bahasa yang kasar. 07 November 2019- ©anonters