jadi gimana?

4.7K 557 99
                                    

"Hah?" Johnny kaget setelah nomornya di telfon sama mark.

Tapi yang ngangkat bukan mark.

No, serius! Bukan mark.

Suara perempuan nangis, dan suara kerumunan orang yang panik beserta suara sirine.

"Di-a, jatuh, ga sadar, atap" segelintir kata yang Johnny dengar. Dirinya tidak ingin berfikir macam macam, namun bagaimana bisa?

Sekarang ia menunggu di depan ugd, menunggu ambulan yang katanya akan datang kesini.

Semoga saja itu hoax.

Niu~niu~🚑

"MINGGIR MINGGIR!"

"Ayo! Satu dua!"

Johnny melihat dengan seksama, siapa pasien yang sedang ditunrunkan. Dengan jantung yang tak karuan dan pikiran kacau.

"Mark..." matanya diusap, masih diam tak percaya.

Masih menyadarkan dirinya, siapa yang dia lihat di depannya ini.

Seseorang yang baru saja diusir oleh fakta dan malah berbaring penuh darah.

Seseorang menangis di sampingnya.

"M-mina.."

"Kak Johnny.."

"Ko bisa?"

"d-dia bunuh diri"

"Hah?"

"I-iya, tadi... A-aku yang mau nyelamatin.. Tapi itu terlambat.."

"Apa! Ga! Mark bukan orang yang kaya gini, dia gaakan seputus asa ini.. Gw harap lo jujur"

Kemudian Johnny lari menelusuri koridor. Memberi kabar pada teman temannya.

*Rekomen lagu lagi ga?*

*Rekomen lagu lagi ga?*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelnya sekarang ya!

.
.
.
.

"We never together.." ucap Haechan sambil tersenyum.

Mark menatap wajah orang tersayang nya heran. Bagaimana bisa ia bilang begitu sementara tangannya sibuk memainkan tali hoodie milik mark?

Duduk di pangkuannya

"Ih yaudah sih!" ia bangun kemudian menatap mark sebal.

"Aduh kacamata aku burem"

kemudian mark mengelap kacamatanya namun Haechan menahan kacamata itu.

"What?"

"Jangan pake"

"Kenapa"

"Coba liat aku! Keliatan ga?"

"Kelihatan"

"Apa!?"

"Keliatan cintanya, aku cintaaaaaaa banget sama kamuuuuuu"

"Ih ga nyambung!"

"Biirin wiiiik" mark meledek Haechan. Yang diledek kesal. Mereka akhirnya saling ngelitikin + cuddle all time.

"Ya ampun! Geli!!!! Mark udahhh"

"Ehehehe"

"Hhhhh capek ih"

"Gembrot sih! Gitu aja capek"

"Kamu udah pernah di selepet orang gembrot belum?"

"Ehehe.. Bercanda sayang"

Kemudian mereka tenang lagi.

"Mark.."

"Hm?"

"Can u promise me something?"

"Sure.."

"Jangan tinggalin aku.. Sebesar apapun hal itu.."

"Easy"

"Aku, alasan aku nyaman hidup cuma kamu... Kalo kamu gaa--"

"I promise, kalo ngelanggar aku kena apa?"

"Hmmm, aku belum pikirin tapi jari kelingking dulu!"

"Iyaaa bawell"









"Dia bilang dia ga bakal ninggalin... Emang dasar gw yang bodoh! Park Haechan! Ayo Sadar..." ucap Haechan yang masih setia memandang kaca di kamar mandinya.

Matanya beralih menatap sebotol obat pemenang.

Menggelengkan kepalanya dan berusaha tetap fokus.

Tapi pikirannya tak kunjung lepas dari pengakuan mina barusan.

Ia melangkah menuju bathtub, menyalakan keran air dan menunggunya hingga penuh.

Kembali menatap obat di meja kecil disampingnya, menghela nafas berat lalu berjalan keluar.

Mencari cutter yang ia simpan di laci.

"Hilang... Lagi..."

Kemudian kembali menuju kamar mandi dan mematikan keran air.

Menatap sendu ke arah air yang tenang kemudian meneteskan air mata.

Menghela nafas berat lagi, lalu mengambil obat di mejanya dan merogoh isinya asal.

Tidak memperdulikan jumlah obat yang ia ambil kemudian menaruhnya di tangan.

Menghitung kepingan obat itu lalu tertawa sendu.

Memikirkan, betapa bodohnya ia percaya dengan musuhnya sendiri.

Padahal ia tau resiko kedepannya jika mereka berdua bersama.

Memasukan badannya menuju bathtub lalu duduk diam dengan badan yang setengah basah.

Kembali menatap kepingan obat di tangannya sebelum akhirnya ia bergumam.

"Untung ini ditaro di tempat aman... Hhhhh, bunda... Inikah saatnya Haechan bertemu bunda?"

"Rasanya senang karena akhirnya bertemu ayah... Tapi Haechan juga ingin bertemu bunda.."

"Haechan minta maaf jika... Haechan seputus asa ini.."

"Jika Haechan selemah ini.. Haechan memang bukan anak baik seperti yang bunda harapkan.."

"Bunda..."

Kemudian memasukan semua obat di tangannya dan menelannya paksa.

"Hhhhh..." nafasnya berat.

Pikirannya kosong dan matanya menatap lurus.

Mengalihkan pandangannya menuju pintu kamar mandi yang terkunci.

"Aman sudah, semuanya... Terasa ringan... Bunda.. Seperti ini rasanya rindu.."

"Bunda... Seperti ini rasanya kecewa.."

Kemudian ia merasakan jantungnya berdetak kencang. Kencang sekali hingga rasanya mau pecah.

Menenggelamkan kepalanya lalu menutup matanya.
.
.
.
.

.
.
.




TBC
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
Malem gais, aku bosan dan akhirnya apdet :( maaf kalo sedikit :3

Emang sengaja soalnya :333

Anyway ijin ganti sampul ya

RIVAL%- (Musuh Tapi Jadian) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang