(Blueberry Cheesecake Macarons seperti hubungan kita yang rumit, penuh kesalahpahaman lalu berakhir manis)
Aku paling tidak suka dibandingkan. Caramel memang lebih tirus daripadaku. Itu yang membuat banyak orang sering meledekku. Mungkin ucapan itu mereka maksudkan sebagai gurauan namun hatiku tetap saja sakit.
"Maaf, Illa." Ray mengejarku yang sudah meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia memegang pergelangan tanganku yang langsung terasa membara.
"Maaf. Gue nggak maksud untuk ...." Kusentakkan tangannya.
"Gue capek! Bye, Ray."
Setengah berlari, aku memasuki cottage, berharap Ray tidak mengejar. Aku tidak percaya Ray melakukan itu, setelah semua tahun panjang persahabatan kami, seharusnya dia tahu. Baru saja pintu tertutup, seseorang membukanya.
"Ray, I told you ...." Sosok yang baru masuk itu menaikkan satu alis.
Caramel melihatku seolah-olah menimbang setiap ucapan yang akan keluar dari mulutnya. Dia berdiri bersidekap sementara aku hanya mematung.
"Kamu kenapa sih, La?" tanya kembaranku masih bertahan dengan posisinya.
"Kenapa gimana?"
"Nggak usah pura-pura nggak tahu. Kamu tahu sendiri apa yang paling aneh dari kamu? Berlari meninggalkan acara makan malam hanya karena kita pakai baju yang sama. Marah sama Ray hanya karena kamu merasa lebih tembam? Please deh, La. Remeh banget sih kamu."
Amarah yang selama bertahun-tahun tertahan, meluap begitu saja mendengar ucapan Caramel. Rasanya seolah mataku berkabut oleh emosi saat melompat berdiri dan menghadapi saudaraku yang perfect ini.
"Tahu apa lo tentang remeh? Bukan lo yang dibully sampai harus pergi ke psikolog, kan? Bukan lo yang jatuh dan ditertawakan! Bukan lo yang diomongin sama orang-orang! Ditertawakan! Dibandingkan! Tahu apa lo tentang perasaan gue?" Air mata mulai menitik di pipiku.
"Aku nggak tahu apa-apa! Kamu nggak pernah cerita sama aku!"
"Karena lo nggak peduli!"
"Aku peduli! Kamu yang nggak peduli apakah aku tahu tentangmu atau tidak. Kamu yang menarik diri dari aku! Apa kamu pernah berusaha untuk cerita gimana perasaanmu? Kamu yang membuat segalanya susah! Padahal aku sudah berusaha menjadi kakak yang baik."
Aku terhenyak lagi ke dalam kursi mendengarkan cerita Caramel. Kakakku itu menatap dengan pandangan lelah dan berkaca-kaca. "Aku sayang kamu, Vanilla. Kamu kembaranku. Kita berbagi napas di dalam kandungan tapi kenapa sekarang kamu bahkan untuk berbagi cerita, tidak mau?"
"Lo sempurna, Ara! Sejak kecil Lo sempurna. Cantik, pintar bergaul, ramah, supel dan luwes. Gue juga ingin bisa menari! Bisa berakting! Tapi nggak bisa!"
Semua ingatan kembali berkelebat. Ketika pertama kali ditertawakan saat terjatuh di atas panggung, saat dibicarakan oleh teman-teman Sekolah Dasar dan gelombang rasa sakit itu memicu ketakutanku. Raut wajah Caramel berubah, amarahnya tergantikan dengan ekspresi kesakitan.
"Kenapa kamu nggak bilang, Illa? Selama ini aku mengira kamu sengaja menjaga jarak denganmu." Aku tidak sanggup menjawab pertanyaannya.
"Kamu tahu, La? Aku iri denganmu. Kamu orang yang baik, yang selalu mementingkan orang lain di atas kepentinganmu sendiri. Kamu punya sahabat yang baik, Kale juga sangat peduli padamu. Terkadang, aku lelah. Semua orang rasanya menuntutku sempurna, padahal aku tidak seperti itu," kata Caramel lagi sambil menghenyakkan badannya di atas sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cheezy Love (Completed)
Chick-LitVanilla selalu merasa menjadi bayangan dari Caramel, kembarannya yang terlihat sempurna. Dia memendam perasaannya sendiri dan berusaha menjauh. Tidak ada tempat bercerita kecuali pada sahabat masa remajanya, Rayferine, yang juga memiliki trauma masa...