(Andai saja tahu rasanya sepahit ini, aku ingin mengulang semuanya tanpa kesalahan)
Mataku terbuka lebar ketika mendengar lagu Siapkah Kau Tuk Jatuh Cinta Lagi milik HIVI! yang menjadi alarmku di pagi hari. Sejenak mataku berkedip, teringat mimpi semalam yang rasanya membuatku jadi perempuan paling mesum sedunia. Belakangan ini Ray selalu ada dalam mimpi versi dewasaku dengan rambut berantakan dan suara seraknya. Sambil merenggangkan tubuh, aku bangkit. Sepertinya aku harus berendam air dingin supaya sadar dan tidak memimpikan hal yang tidak-tidak.
Sudah seminggu sejak terakhir kali aku memimpikan Ray yang datang malam-malam dan berakhir saat aku terjatuh dari tempat tidur. Sudah seminggu pula kami tidak berbicara satu sama lain. Aku merasakan campuran kehilangan dan rasa bersalah. Berkali-kali mencoba bicara dengan Ray, hanya menghasilkan sakit hati karena laki-laki itu langsung pergi meninggalkanku. Dia juga tidak pernah membalas pesan atau mengangkat telepon.
Pagi itu terasa tenang sekali. Mungkin karena Kale dan Caramel berangkat lebih awal. Kembaranku itu akan menjadi penari di acara resital Summer Song yang diadakan sekolah musik terkenal di Jakarta.
Belajar dari pengalaman hari-hari sebelumnya, aku tidak lagi melamun di MRT. Kemudian saat aku melihat bayangan yang terpantul di kaca kereta, ingatanku kembali lagi ke mimpi semalam. Kata orang, mimpi biasanya adalah keinginan besar yang keluar dari bawah sadar. Mungkin otakku sudah geser karena merindukan Ray.
Begitu sampai meja kerja manusia iseng itu masih kosong. Kupikir Ray sudah meeting dengan tim lain, aku yang sudah ditunggu oleh Cori langsung beranjak. Menjelang siang, kudapati mejanya masih kosong.
"Illa! Kamu tahu Ray sakit apa?" tanya Mas Bas yang baru masuk ke ruangan kami. Aku yang masih terpaku menatap meja kosong Ray, menoleh.
"Ray sakit, Mas?"
"Loh? Makanya aku nanya, La. Kan biasanya kamu nempel sama dia. Eh? Kamu mau pergi?"
"Mas, aku izin, ya? Ray jarang sakit. Kalau dia sampai izin berarti benar-benar gawat. Dia kan tinggal sendiri. Aku udah nggak ada meeting lagi dan semua bahan bisa dikerjain di rumah. Makasih ya, Mas." Atasanku itu hanya tertawa lalu melambaikan tangan.
Untunglah pekerjaanku tidak terlalu kaku. Kami bahkan diperbolehkan kerja sambil leyeh-leyeh di sofa. Kata Mas Bas, kreativitas harus dikejar dengan bersikap rileks. Jadi, ada beberapa kesempatan kami bisa memilih lokasi kerja.
Kuputuskan untuk bekerja di apartemen Ray sambil menungguinya yang sedang sakit. Sebelum datang, aku menyempatkan diri untuk mampir ke supermarket untuk membeli bahan-bahan masakan dan vitamin karena belum tahu apa sakit Ray.
Ketika sampai di depan pintu Ray, aku mencoba menggesek kartu akses yang ternyata ditolak. Merasa heran, aku kembali mencoba menggesek kartu akses. Tetap tidak bisa. Sepertinya ada kerusakan di magnet kartu.
Tepat ketika aku membalikkan badan untuk kembali ke resepsionis, lift berdenting dan sosok yang sangat mirip denganku keluar. Caramel melihatku dengan terkejut lalu tersenyum. "Kamu ngapain di sini, La?"
"Loh, lo sendiri ngapain, Ra?" Balasku bingung.
"Ray sakit. Tadi dia nelepon minta tolong ditemenin ke dokter." Ucapan Caramel membuatku mau ternganga saking herannya. Sejak kapan mereka jadi dekat seperti ini?
Sementara itu Caramel berjalan dengan santai dan menggesekkan kartu akses ke pintu Ray yang langsung terbuka dengan mudah. Aku mengikutinya seperti orang bodoh dan melihat laki-laki yang mengganggu tidurku semalam, memeluk Caramel lalu melihatku dengan kaget. Sepertinya dia tidak mengharapkanku ada di sini. Kutelan saliva dengan susah payah untuk mengendalikan emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cheezy Love (Completed)
Chick-LitVanilla selalu merasa menjadi bayangan dari Caramel, kembarannya yang terlihat sempurna. Dia memendam perasaannya sendiri dan berusaha menjauh. Tidak ada tempat bercerita kecuali pada sahabat masa remajanya, Rayferine, yang juga memiliki trauma masa...