🎬 E N A M

11 2 0
                                    

Selamat membaca 😊

•••

“Sakit itu ketika kau terbangkan aku ke atas awan, lalu kau hempaskanku ke dasar jurang. ”




“Ini rumah gue. ” ujar Adriel begitu selesai memarkirkan sepeda motornya.

Sastra berdecak kagum melihat rumah Adriel yang bisa dibilang mewah. Ia tak menyangka ternyata Adriel anak orang kaya. Pantas sih kelakuannya belagu.

“Malah bengong. ”

Sastra mengerjapkan matanya. “Awas ya lo, kalo berani macem-macem sama gue! ” ancam Sastra sambil menatap tajam Adriel.

“Gimana gue mau macem-macem, orang dirumah ada nyokap. ” gumam Adriel yang masih bisa didengar oleh Sastra.

Sastra menendang kaki Adriel dengan keras membuat Adriel mengumpat lirih sambil mengusap kakinya yang sakit.

“Adriel. Kok temennya nggak diajakin masuk? ” tanya Liandra yang saat ini tengah berkacak pinggang di depan pintu.

Adriel mendekati mamanya tak lupa diikuti oleh Sastra di belakangnya.

“Ini nih cewek gila yang nyebelin dari tadi ngajak ngobrol mulu. ” jawab Adriel sambil mencium punggung tangan kanan mamanya.

Sastra melotot ke arah Adriel.

Sialah nih cowok. Ancur deh reputasi gue. Awas aja lo! ” umpat Sastra dalam hati.

Liandra menatap Sastra dengan mata berbinar. Ia pun merangkul Sastra dan menggiringnya masuk ke dalam rumah.

“Maafin sikap Adriel yah, sayang. Dia emang kadang suka gitu. ”

Sastra yang diberlakukan seperti itu hanya tersenyum kikuk.

Sedangkan Adriel di belakang diam-diam tersenyum melihat mamanya menyambut ramah Sastra. Ia akan turut bahagia jika melihat mamanya bahagia.

“Nah, sekarang kamu tunggu disini yah. Mama mau bikin minum dulu. ”

“Eh, nggak usah repot-repot tante. ”

“Panggil aja mama. Nggak repot kok, bentar ya, Sastra. ” Liandra pun masuk ke dapur untuk membuatkan minuman.

Sastra mengernyit bingung karena Piandra tadi memanggil namanya. Ia pun duduk di sofa rumah itu. Matanya tak bisa berhenti menatap ke sekelilingnya dengan penuh kagum.

“Ngliatin apaan lo. ” ucap Adriel sembari mengusap wajah Sastra.

Sastra buru-buru mengelap wajahnya. “Ih, najis. ”

Adriel mendaratkan bokongnya di sofa single samping Sastra duduk. “Lo kira gue anjing. ”

“Kalo bukan anjing terus apa? Bapaknya anjing? ”

“Babi. Puas lo? ” jawab Adriel sambil memutarkan bola matanya.

Sastra terkekeh. “Tumben lo sadar diri. ”

Preordination | Sebuah TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang