Selamat membaca 😊
•••
“Saat terakhir bersamanya, kala itu. ”
•
•
•Saat itu Sastra sedang menunggu Angelo diruang tamu teras rumahnya. Tadi Angelo mengabarinya bahwa ia akan datang ke rumahnya untuk meminta Sastra mengajarinya matematika.
Perasaan Sastra sangat senang saat itu. Ia seperti menunggu gebetan yang akan mengapeli dirinya. Ia sudah tak sabar belajar bersama Angelo. Ia tak sabar bisa selangkah lebih dekat dengan Angelo.
Tak berapa lama, Angelo pun datang. Angelo memakai jaket hitam yang resletingnya dibiarkan terbuka dan kaos putih didalamnya dipadukan dengan jeans hitam. Topi polos hitam yang dipakainya membuat penampilan Angelo semakin tampan.
Angelo tersenyum. “Assalamu'alaikum. ”
Sastra berdeham. “Wa'alaikumsalam. Duduk, El. ”
Angelo pun duduk disalah satu sofa panjang disana. Ia tersenyum melihat di meja sudah tersedia dua cangkir teh dan beberapa camilan.
“Lo mau nanya yang bab apa, El? ” tanya Sastra dengan nada sebiasa mungkin. Ia tak mau menunjukkan geroginya di depan Angelo.
Angelo mengeluarkan buku tulisnya dari tas punggungnya. Ia pun membuka buku tersebut dan menunjukan bagian yang ingin ia tanyakan pada Sastra.
“Oh itu, jadi gini nih.. ”
Angelo menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Sastra. Sastra pun mulai menjelaskan materi yang belum Angelo pahami dengan sabar dan menahan senam jantungnya pastinya.
“Oh berarti rumusnya pake yang dasar aja ya, Ra? ” tanya Angelo sambil menolehkan kepalanya ke arah Sastra.
Sastra pun ikut menoleh dan mengangguk lemah. Ia baru sadar bahwa mereka duduk hampir tak berjarak. Kini wajahnya dengan wajah Angelo pun hanya berjarak beberapa senti.
“Ya ampun, beruntung banget gue bisa liatin wajah ganteng Ello dari jarak sedeket ini. ” ucap Sastra dalam hati sembari memperhatikan setiap lekuk wajah Angelo.
Alisnya tebal namun rapi, hidungnya mancung, bibirnya kecil berwarna pink karena ia bukan perokok aktif, dan jangan lupakan rahangnya yang kokoh dan tegas. Sempurna.
“Ra? ” panggil Angelo. Ia bingung melihat Sastra hanya diam melamun dan tak menjawab pertanyaannya.
Sastra mengerjapkan matanya. “Ya? ” beonya sambil menatap Angelo.
Angelo menegakan badannya sambil terkekeh. Sastra mengumpat lirih sambil membuang mukanya ke arah samping. Ia menegakkan badannya dan tersenyum kikuk ke arah Angelo.
“Ngelamunin apaan si lo? ” tanya Angelo.
“Elo. ” jawab Sastra dengan spontan.
“Hah? ”
Sastra merutuki jawaban spontannya tersebut. Ia tersenyum kaku. “Maksud gue tadi manggil lo gitu. Ello? Hah iya gitu. ”
“La bocah nggak ngambung banget sih. ” ujar Angelo sambil menggelengkan kepalanya.
Sastra terkekeh, tapi dibuat-buat. “Em, ada yang mau ditanyain lagi nggak? ”
KAMU SEDANG MEMBACA
Preordination | Sebuah Takdir
Teen Fiction⚠ AWAS BAPER ⚠ - - - Sastra Visha Handini. Namanya saja Sastra, pasti menyukai sajak dan gemar menulis. Gadis yang suka mencepol rambutnya dan memiliki masa lalu yang belum sempat dituntaskannya. Adriel Cendric Einstein. Namanya saja Einstei...