🎬 T U J U H

7 2 0
                                    

Selamat membaca 😊

•••

"Situ yang basah kok saya yang repot? "



Adriel tertawa keras sambil memegangi perutnya. Bahkan matanya sampai berair saking kerasnya ia tertawa.

Liandra menjewer telinga kanan Adriel.

"Aaa.. Sakit, ma. " Ujar Adriel sambil mengusap telinganya yang memerah akibat jeweran sang mama.

"Siapa suruh jailin anak orang. "

Sastra benar-benar sudah tidak betah berada disana. Terpaksa ia harus mengagalkan tujuan awalnya ia datang kesini. Daripada ia terus-terusan di buat malu dan kesal oleh Adriel.

"Em, ma. Sastra mau pamit pulang ya, soalnya udah sore nih. "

Liandra memasang raut wajah sedih. "Yah. Kok pulang sih? Kan kamu disini baru sebentar. "

Sastra yang melihatnya pun menjadi tidak tega. Sastra memberanikan diri untuk menggenggam tangan Liandra.

"Takut dicariin orang rumah. Tapi, Sastra janji lain kali pasti bakalan main kesini lagi kok. "

Secercah cahaya pun muncul di wajah Liandra. "Oke, sayang. Janji harus ditepati loh. "

Sastra terpaksa mengangguk. Sedangkan Adriel hanya menaikan sebelah alisnya sedari tadi.

"Adriel, kamu antar Sastra ke rumahnya ya?" pinta sang mama.

Baru Adriel akan membuka mulutnya namun Sastra sudah terlebih dahulu menjawab. "Nggak usah, ma. Sastra bawa motor kok. "

Adriel mengangguk menyetujuinya.

"Sastra, perjalanan sore itu nggak baik buat anak gadis kayak kamu. Bahaya. Apalagi udah mau malem gini. Biar Adriel nanti kawal kamu sampe rumah. " ceramah Liandra.

"Tapi, ma-"

"Nggak ada tapi-tapian. " potong Liandra tegas.

Liandra pun mengantar Sastra sampai ke depan pintu rumahnya. Ia memeluk erat Sastra.

"Padahal mama masih mau kamu disini. " ujar Liandra.

"Udah deh, ma. Nggak usah lebay. Lagian dia udah janji kan bakal kesini lagi. " Adriel sungguh sudah geli melihat adegan drama di depannya itu.

Sastra mencium punggung tangan Liandra. "Sastra pamit. Assalamualaikum. "

"Waalaikumsalam. Hati-hati, sayang. "

Sastra pun meninggalkan pekarangan rumah Liandra diikuti Adriel yang mengawal dibelakangnya.

Sastra melirik ke arah spionnya. Ia bisa melihat jelas raut wajah Adriel yang kesal meskipun tertutup helm.

Lampu merah di depan membuat keduanya harus berhenti untuk mematuhi rambu-rambu lalu lintas.

Adriel berhenti tepat di samping Sastra. Membuat Sastra memutar bola mata malas.

"Lama amat sih ni lampu merah. " keluh Sastra.

"Ngeluhan banget sih. " ejek Adriel.

"Suka-suka lah. " jawab Sastra tanpa melihat Adriel.

Lampu pun berubah menjadi hijau. Sastra sedikit ngebut agar cepat sampai ke rumahnya.

Ia menghentikan sepeda motornya begitu sampai didepan pagar rumahnya. Adriel pun ikut berhenti.

Preordination | Sebuah TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang