SATU

144 14 0
                                    

Bekasi, 2005

Namaku Tasya Kailendra Tulo. Semenjak kepergian Ibu karena suatu penyakit yang bahkan dokter tidak tahu, bapak memutuskan untuk pindah ke Nusa Tenggara Timur. Jujur, aku tidak ingin meninggalkan Bekasi. Begitu banyak kenangan bersama Ibu di kota ini. Aku sudah mencoba menolak ajakan Bapak, tapi ku rasa.. aku tidak punya pilihan lain.

Ngiiit (pintu berderit), Bapak menatapku yang sedang mengetik di mesin tik peninggalan ibu.

"Sudah malam, kenapa belum tidur?."

Aku menoleh, "Gak apa apa pak, Cuma lagi mau ngetik aja."

Bapak duduk di ranjang ku, kulihat gurat gurat di wajah nya yang sudah tampak menua

"Bapak.."

"Iya, kenapa?."

"Kenapa sih pak harus di NTT? Itu kan jauh. Lagian juga, Tasya nanti gak bisa kuliah bareng sama Sarah di UI."

"Karena, keluarga kita masih punya rumah di NTT. Sayang banget kalau gak ditempati."

"Tapi kenapa harus kita, pak? Kan bisa yang lain. Mendingan keluarga nya Tante Jeni aja deh, pak. Anak nya si Ulil kan suka travelling, barangkali mereka betah di NTT."

"Kamu ini sudah mau kuliah, pikirannya masih seperti anak anak. Mana bisa seperti itu."

"Terus abang Tito gimana? Dia kan masih kuliah."

"Soal itu, bapak udah bicarakan sama abangmu. Nanti juga kamu tau."

Bapak memandang koper dan tas tas besar milikku yang berisi pakaian

"Itu kamu sudah berkemas, berarti kan kamu sudah siap."

Aku menghela nafas dan memandang keluar jendela. Bapak mengusap pundakku dan mencium pucuk kepalaku.

"Semua pasti baik baik saja, bapak yakin."

"Oke deh."

Aku beranjak untuk tidur, Bapak pun mematikan lampu dan menutup pintu.

Kucoba memejamkan mata sambil sedikit menerawang ke langit langit kamarku.

"Semoga saja aku bisa menyesuaikan diri."

*

Keesokan harinya

TIIN TIINN (Suara klakson mobil)

Aku terbangun dan membuka jendela, mobil barang nya sudah sampai.

TOK TOK TOK (Pintu kamar ku diketuk)

"Tasya, bangun nak. Mobil nya sudah sampai. Lebih baik kamu mandi sekarang, terus makan. Bapak dadar telur ya!."

"Iya, Tasya udah bangun."

"Tas jinjing mah emang gitu pak, maunya tiduran mulu."

"Heh abang! Aku denger ya!."

Ku dengar abang ku itu cekikikan. Dasar. Sudah 20 tahun, sifatnya menjengkelkan sekali.

Ku rapikan tempat tidur, mengambil pakaian dan keluar kamar

"Neng, neng!." Kata salah satu pengantar barang

Aku menoleh, "Iya kenapa?."

"Ini barang nya yang mana dulu yang diangkat ya?."

"Aduh, saya mana ngerti. Bapaakkk, paaakkk! Tuh pak, tukangnya nanyaa, Tasya gak ngerti."

"Sebentar mas!." Sahut bapak

"Tuh, katanya bentar. Duduk aja dulu mas."

"Iya iya neng."

Aku pun mengambil handuk dan mandi. Karena ada tukang antar barang pindahan, aku berganti baju didalam kamar mandi. Jika hari biasa, mungkin aku akan berlari untuk masuk kamar sambil pakai handuk.

Setelah berpakaian dan mengeringkan rambut, aku memakan telur dadar yang dimasak bapak.

" Iya, angkut aja bang. Barang barang anak saya yang cewek aja dulu."

"Iya pak." Kata tukang antar barang

"Yeh bapak. Masa barang barang Tasya dulu sih?." Kata bang tito sambil meledek ke arahku

"Huuhh, iri aja terus kamu bang."

"Yehh, aku ngomong sama bapak. Bukan sama kamu."

"Terserah aku."

Kulihat barang barangku dari kamar diangkut ke mobil pick up. Bapak menghampiri ku

"Setelah makan, kamu langsung masuk mobil ya. Kita berangkat."

"Secepat itu? Kita belum pamitan sama tetangga."

"Kayaknya gak usah deh. Kita langsung aja."

"Oh, iyaudah."

Aneh, biasanya bapak selalu ramah pada tetangga. Apa mungkin karena kematian ibu? Karena penyakit ibu yang tidak diketahui diagnosis nya, para tetangga menggunjingkan kami. Terutama bapak. Mereka bilang bapak penyebab kematian ibu, makanya bapak buru buru pindah. Tapi rasanya itu tidak mungkin. Bapak dan ibu tidak pernah bertengkar. Bisa bisanya mereka berpikiran seperti itu.

"Sudah selesai makannya? Ayo berangkat." Kata Bapak

Aku pun menyusul bapak, bang Tito sudah berada didalam mobil.

"Huuu, makan telor dadar aja lama banget."

"cerewet."

Bapak membuka pintu mobil dan duduk disebelah bang Tito. Mobil pengangkut barang juga berada didepan kami. Kami pun berangkat menuju bandara.

DENGING [#2 URBANLEGEND]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang